Rabu, 19 September 2007

Mensyukuri Paksaan Ayah


Artikel Prof. Dr. Karmel Lidow Tambunan SpPD, KHOM

(Pembicara di CME Weekend PMdN, 1-4 Nomber 2007, beliau akan membawakan topik : " Recent condition medical practice in Indonesia"


Dikutip dari : PROMINENSIA - Edisi Desember 2006 (Vol.6 No.5)

Berawal dari sekadar memenuhi harapan orangtua, tapi akhirnya ia menemukan hidup yang ’lebih berarti’ dengan menjadi dokter.

Pria yang satu ini memang sudah tak asing lagi di kalangan spesialis Hematologi dan Onkologi Medik. Tutur katanya yang ramah, lengkap dengan logat Sumatera bagian Utara yang kental, menjadi ciri khas pria yang turut mengembangkan spesialis tersdebut.. Dialah Prof. Dr. Karmel Lidow Tambunan SpPD, K-HOM, staf departemen Hematologi dan Onkologi Medik, FKUI/RSCM.

Prof. Karmel, begitu biasa disapa koleganya, mengaku bahwa keputusannya untuk menggeluti profesi berjas putih ini, lebih banyak dipengaruhi kedua orangtua. Sang ayah, Alexander Tambunan, merupakan sosok bapak bijaksana dan sangat dihormati. “Meski hanya seorang pedagang kecil, ayah memiliki pandangan hidup dan wawasan yang maju. Ia mendidik anak-anaknya bekerja keras dan disiplin terhadap waktu. Ayah selalu memberi nasehat dan falsafah hidup serta membuka wawasan semua anak-anaknya. Makanya, kami lima bersaudara sukses menggondol gelar sarjana,” tutur Karmel.

Menjadi dokter, bahkan telah menggapai guru besar di FKUI, bagi pria kelahiran Tapanuli, Sumatera Utara, 30 Oktober 1942 ini merupakan sebuah anugerah besar. Pasalnya, sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, tak pernah terlintas dibenaknya untuk menjadi seorang praktisi medis. Saat itu, Karmel muda lebih bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Tak ayal, sewaktu lulus SMA pilihannya jatuh pada Institut Pertanian Bogor (IPB).

Namun, Sang Ayah yang mengetahui hasrat anaknya itu, mencoba memberikan masukan. Alexander mengatakan, Karmel sebaiknya kuliah di fakultas kedokteran saja. “Profesi dokter itu sangat mulia, karena dapat membantu orang yang sedang dalam musibah,” ujar Karmel menirukan tutur Sang Ayah.

Akhirnya, Karmel pun mengurungkan niatnya untuk kuliah di IPB dan ikut mendaftar pada ujian seleksi masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. "Keinginan orangtua berbeda dengan saya, demi memenuhi harapan orangtua, saya masuk FKUI Salemba,” ujar Karmel.

Semasa menginjakkan kaki di kampus ex Stovia ini, suami Rosmia Siahaan SH ini memperoleh banyak kemudahan. Dia sangat bersyukur sekali, saat itu pemerintah sangat memperhatikan pendidikan di FKUI. Bersama sekitar 150 rekan se-almamater, Karmel memperoleh subsidi berupa bebas biaya pendidikan plus uang saku. Mereka adalah angkatan terakhir yang mencicipi subsidi itu. “Tapi, uang itu habis juga untuk beli buku karena mahal dan langka. Untunglah, kita dapat semacam voucher untuk beli buku di toko Gunung Agung,” terangnya mengenang.

Turut Merintis PTHI
Adalah Prof.Dr.Arry Harryanto Reksodiputro SpPD, K-HOM yang memintanya untuk memperkuat tim hematologi yang masih belia. Bersama sejawat, Dr. Suparman dan Dr. Yoseph Herman, akhirnya dia terjun ke bidang ilmu kedokteran yang bertitikberat pada penyakit yang terkait dengan gangguan darah, baik menurut komponennya maupun kelainan molekul, semisal anemia (defisiensi ferrum), leukemia, limfoma, thalasemia. Dalam perjalanannya, saking luas cakupan hematologi serta sangat berkaitan dengan sejumlah penyakit kanker, maka dilakukan fusi antara hematologi dengan onkologi.

Pada tahun 1976, bungsu lima bersaudara ini memperoleh kesempatan mendalami bidang ilmu trombosis-hematosis di Perancis. Sekembalinya dari kota pusat mode dunia itu, Karmel membawa oleh-oleh yang sangat berarti bagi pengembangan disiplin ilmu yang digelutinya. Karmel membawa mata ajar hemastosis dan alat baru berupa agregometer yang saat ini sudah dimuseumkan.

Sejak itu, Karmel terus dengan getol memberi pemahaman kepada rekan sejawat dan calon dokter, ilmu trombosis-hematosis memang layak dikaji secara kompherensif. Pasalnya, ilmu ini sangat terkait atau substansinya mendasari stroke dan penyakit jantung. Upaya ini semakin diperkokohnya dengan turut merintis pendirian Perhimpunan Trombosis Hemastosis Indonesia (PTHI) pada tahun 2000. Sebelumnya, Karmel bersama Dr. Aru W. Sudoyo dan Dr. Lugi sempat melihat proyek percontohan dari perhimpunan semacam ini di Leiden, Belanda.

Sepanjang karirnya, pria yang juga dipercaya sebagai Konsular pada Asian Pacific Association Thrombosis Hemastosis ini sangat menikmati pekerjaannya all in : mengajar, meneliti dan melakukan public service. Ia selalu meng-update keilmuannya, baik dengan mengikuti simposium di dalam dan luar negeri ataupun dengan membaca dari jurnal-jurnal international, baik cetak maupun online. Demi ilmu, dia tak ragu-ragu harus merogoh koceknya sekitar $ 500 agar bisa berlangganan sejumlah jurnal.

Tanpa Pamrih
Meski gelar guru besar di fakultas kedokteran telah disandangnya, namun Karmel tampak low profile. Sukses kariernya digapai dengan mulus. Kepada Farmacia, Karmel membeberkan kunci suksesnya. “Semua yang saya raih tak lepas dari bimbingan orangtua yang hingga kini nasehatnya masih saya pegang. Orangtua saya selalu mengingatkan agar tidak mencari harta terlebih dahulu, tapi ilmu. Ilmu sifatnya abadi hingga kematian menjemput, sementara harta bernilai sementara atau fana” ujar Karmel.

Di samping itu juga ia mengamalkan nilai filosofi yang dianutnya. Yakni, jadilah garam, terang, dan berkat bagi dunia dan sesama manusia. Garam artinya kehadirannya membuat orang lain merasa enak dan nyaman. Terang, mengispirasi orang untuk jujur dan berkat artinya dapat memberi manfaat atau menolong orang.

Itulah yang terjadi ketika menolong penumpang satu pesawat dengannya dalam perjalanan Istambul - Dubai. Dalam penerbangan yang memakan waktu 3,5 jam, satu penumpang mengalami gangguan serius dengan jantungnya.

Awak pesawat meminta bantuan dengan mengumumkan bila terdapat keberadaan dokter di antara para penumpang. Karmel berfikir, nantilah, mungkin memang ada dokter lain dalam pesawat ini. Himbauan berulang, barulah Karmel mendatangi penumpang yang sudah terjatuh pingsan. Ia segera melakukan pemeriksaan dengan memperhatikan nafas, denyut nadi lemah (43), mengukur tensi (85/40), dan meminta obat-obatan serta memberikan oksigen yang tersedia di pesawat. Tindakan resusitasi berupa perangsangan tanda-tanda kehidupan dilakukan. Setelah satu jam, pasien tersebut siuman dan menunjukan perbaikan kondisi, denyut dan tensi berangsur normal 100/40 merambat naik menjadi 120/50.

Dengan perbaikan kondisi itu, Otoritas medis di Dubai mengijinkan Si Penumpang melanjutkan perjalanan ke Singapura. Kapten pilot merasa perlu mendengar penjelasan dan pertimbangan prof. Karmel. Berbekal konsultasi dengan prof. Dasnan Ismail, koleganya di Departemen kardiologi, Karmel menerangkan kondisi kepada pilot. “No, according to Prof Tambunan, he said its high risk to bring that passenger. So leave him,” kutip pilot tersebut.

Salah seorang awak dari maskapai penerbangan tersebut mencoba memberi penghargaan berupa pemberian tiket terbang cuma - cuma (voucher) Dubai - Singapura yang kemudian ditolak halus oleh Prof. Karmel. Tak hanya itu, beragam souvenir dan parfum yang juga diberikan oleh maskapai penerbangan itu pun ditepisnya. Menurut Karmel tindakannya sudah merupakan satu kewajiban yang tidak perlu dibalas dengan pemberian apapun, karena dia ikhlas melakukannya. Namun pemberian terakhir berupa secarik kertas sertifikat ungkapan terima kasih tidak mungkin ditampiknya. “Rasanya tak enak kalau kali ini menolak lagi,” ungkap ayah tiga anak ini.

Hingga kini, kakek satu cucu ini masih terus aktif mengembangkan profesinya.Berbagai artikelnya telah banyak menghiasi jurnal ilmiah baik nasional maupun international. Ia pun sudah mengantungi gelar dari Board of International Trombosis Hematosis yang mengharuskannya menempuh ujian selama 4 jam. Namun masih tersisa obessinya yaitu keinginan melihat Indonesia maju dan makmur. (Ani)

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag