(Sebuah pengalaman hidup) Saat anak-anak masih kecil, kami hidup sangat miskin. Saya, seorang ibu ibu yang merawat mereka seorang diri, setiap hari harus melakukan satu pekerjaan full time dan dua pekerjaan paruh waktu. Satu-satunya hadiah yang bisa saya berikan untuk mereka secara spontan adalah meluangkan waktu, dimana saya selalu membacakan buku cerita Dr. Seuss dan menyanyikan lagu-lagu di dapur sambil membuat makan malam yang akan diberikan kepada mereka oleh babysitter.
Pada hari-hari libur, semua hadiah kami terima dari toko barang bekas Goodwill atau dari Bala Keselamatan. Saya masih selalu bisa menemukan baju yang lucu dan layak pakai serta beberapa mainan dengan mengunjungi toko barang bekas yang ada di dekat rumah. Ada anggapan bahwa saya suka berbelanja di toko barang bekas. Dengan cara seperti itu saya bisa membeli baju untuk semua anak dan masih ada sisa uang untuk membayar seluruh tagihan.
Dengan hati-hati saya menyeterika dan melipat kaos kecil mereka dan membungkus dengan kertas bekas yang banyak dibuang dari toko sebagai pembungkus barang pecah belah. Saya banyak menghabiskan waktu untuk melepas sticker bazar dari kotak mainan dan menempel ulang sisinya yang koyak. Anak-anak saya memakai baju bekas itu sampai rusak, dan jika mereka tumbuh besar lebih cepat sebelum baju itu rusak, saya akan melipat dan menyimpannya.
Anak-anak menyukai mainan yang saya berikan. Mereka masih berbicara tentang "Sit and Spin" dan "Benteng He-Man" yang bentuknya sudah tidak sempurna lagi saat menerimanya. Mainan itu terkenal beberapa tahun sebelum mereka lahir, jadi mereka adalah satu-satunya anak yang masih menyimpan mainan tersebut. Saat teman-temannya sudah pulang ke rumah masing-masing, kedua anak saya akan asyik kembali dengan kedua mainan itu.
Tahun-tahun kami jalani dengan penuh perjuangan, dan akhirnya keberuntungan mendekat. Mantan suami saya mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu menaikkan tunjangan untuk kedua anaknya. Upah kerja saya yang rendah, membantu saya untuk mendapat bantuan saat meneruskan kuliah. Kemudian saya bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik, dan saya bertemu dengan laki-laki yang tidak keberatan menolong membesarkan anak-anak saya.
Walaupun sudah lama hidup tidak berkekurangan, tetapi saya masih berbelanja di toko bekas sampai suatu hari anak perempuan saya yang berumur sebelas tahun, Wren, pulang dengan marah-marah. Dia memberi tahu bahwa ada seorang anak perempuan memakai kaosnya yang sudah kekecilan, yang saya sumbangkan. 。ネMama memberikan kaos bekas saya ke toko bekas Goodwill, dan sekarang anak kelas tiga yang bau itu memakainya!。ノ
Kaosnya sebetulnya juga saya peroleh dari toko bekas dengan sebuah lubang di lengan. Saya menutup lubang itu dengan menjahitkan gambar serangga, dan Wren menyukainya.
"Mama dapat kaos itu dari toko bekas dan tidak melihat ada masalah. Kamu juga memakai jean yang mungkin sudah dipakai oleh anak kelas enam," saya membalas tanpa berpikir.
Ada keheningan di ruangan itu. Kemudian sebuah lenguhan, "Mmm ... jadi jean ini sudah pernah dipakai orang lain? Ihh ... itu menjijikkan!"
Dia segera masuk ke kamar dan melepas jean yang dipakainya. Dia memberikan semua pakaian bekasnya pada temannya tanpa berkata sepatah kata pada saya. Setelah itu, dia menanyakan setiap pakaian yang akan dipakai dan menolak untuk memakai pakaian bekas. Saya tidak bisa meyakinkannya untuk memakai baju bekas, walaupun dia selalu mencuci bersih dan mendaur ulang setiap kaleng dan plastik yang dibuang dari dapur, "untuk menyelamatkan beruang salju."
Sebaliknya, anak laki-laki saya patuh untuk memakai pakaian bekas dengan bangga. Bahkan dia ikut berbelanja di toko bekas bersama-sama saya. Dia menemukan baju emblem Jepang kesukaannya di sana, dan selalu ada barang elektronik yang bagus di toko barang bekas Goodwill di daerah kami.
Suatu hari, saya dan Wren secara sukarela bermain di teater lingkungan kami ketika terjadi konflik di antara pemain teater sehingga ada separo pemain yang mengundurkan diri dari pementasan.
Orang terakir yang dipilih untuk masuk ke team pemain teater adalah Meredith, gadis yang cantik dan penuh talenta, sehingga Wren selalu mengikuti kemana pun dia pergi. "Baju yang dipakainya keren, dia tahu lagu-lgu yang hit, dan sangat cantik!" puji Wren.
Meredith adalah gadis yang ramah, dimana orang tuanya juga bercerai. Kami bertiga berbicara di ruang ganti pakaian, saat dia bertanya di mana saya membeli baju yang saya pakai. "Saya membelinya 1,5 dollar di Bala Keselamatan!" kata saya spontan, lupa bahwa anak perempuan saya ikut mendengarkan - dimana wajahnya mungkin berubah menakutkan sampai bisa menggelapkan seluruh ruangan.
Meredith dengan bersemangat menimpali. "Jean ini saya beli 1 dollar di St. Vincent de Paul!"
"Jaket ini disana harganya 2 dollar!" saya membalas.
"Sepatu saya hanya seharga dua puluh lima sen di bazar depan rumah!"
"Sepatumu sempurna sekali," kata Wren mengamati. "Pakaian dan barang-barang saya semuanya juga dari toko barang bekas."
Saya sekarang justru tidak bisa berkata-kata. Mata saya berbinar-binar.
Hari berikutnya saya mengajak Wren ke toko barang bekas, dan dia menemukan sepasang sepatu kulit warna hijau yang cantik. Dia tidak memberi tahu siapa pun dimana sepatu itu diperoleh, walaupun banyak temannya menanyakan.
Ketika dia mendapat uang saat ulang tahunnya, Wren mengajak saya untuk mengantarkan ke toko itu lagi. Dengan dua puluh dollar, dia membawa pulang empat pasang celana, empat baju dan tiga buku. Tampaknya dia sudah menjadi pembelanja di toko barang bekas dan hampir melupakan rasa malu yang pernah ada.
Hampir .... karena dia masih tidak memberitahu siapa pun dimana dia berbelanja semua barang itu.
(Oleh Dawn Howard-Hirsch)
Dikutip dari : Milis PESTA (Pendidikan Elektronik Studi Teologia Kaum Awam) ALUMNI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar