Ternyata, alasananya sangat sederhana. Ketika pasien berobat, ternyata tarif dokternya Rp 90.000, sedangkan sang pasien hanya memiliki uang Rp 55.000. Ketika hendak membayar dengan Rp 55.000, sang dokter menolak, karena tarifnya Rp.90.000. Selanjutnya, keduanya berselisih, hingga sang pasien merasa pusing karena ngak punya uang. Ahirnya, sang pasien bergegas keluar dengan kondisi marah. Ternyata, dia tidak pulang, justru mengambil batu. Seketika itu, sang pasien yang sedang pusing, masuk lagi di ruangan tempat praktek, tiba-tiba pasien itu langsung ngeprok kepala sang dokter dengan batu….Praaakkk…
Sang dokter-pun meringis kesakitan. Menurut informasi yang ada, diduga karena biaya pengobatannya terlalu mahal, pasien yang diketahui bernama Abdullah (48), warga Desa Sumberpinang, Kecamatan Mlandingan, nekat memukuli seorang dokter bernama Sukardiyono (50), warga Desa/Kecamatan Besuki. Akibat aksi nekatnya tersebut tersangka langsung ditangkap oleh tim buru sergap (Buser) Polres Situbondo. Ini memang sangat ironis, dan terjadi di negeri Indonesia yang jumlah dokternya terus bertambah seiring dengan bertambahnya Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia.
Dalam sebuah tulisan, diceritakan tentang seorang dokter mulia. Sebut saja, dokter Teguh. Ketika melihat orang sakit datang ke tempat prakteknya, maka beliau segera memeriksanya. Setelah diperiksa, beliau menulis resep obat, sekaligus membuka dompetnya. Tidak lama kemudian, dokter Teguh mengatakan:’’ Ini uang untuk membeli obat’’. Betapa bersyukurnya para pasien ketika berobat kepada dokter Teguh. Seorang Teguh, dokter yang berilmu, berharta pula. Dia bisa mengamalkan ilmunya, sekaligus memberikan sebagian dari rejekinya.
Sekarang, dimana dokter-dokter Asing telah masuk dengan mudah di Indonesia. Sementara, dokter-dokter Indonesia kalah bersaing dengan dokter-dokter asing yang kemampuannya kadang lebih baik. Walaupun tidak dipungkiri, masih banyak dokter-dokter Indonesia yang bagus. Tetapi, lagi-lagi ahir-ahir ini, kualitas dokter Indonesia menurun, sementara kuantitasnya semakin bertambah. Wajar, jika banyak dokter nyambi bisnis, karena memang penghasilan dokter tidak cukup besar. Apalagi, jumlah yang praktek lumayan banyak, sehingga persaingan semakin berat.
Jadi, jika mengandalkan dari profesi sosial seorang dokter, untuk memiliki mobil mewah, rumah mewah, perabotan serba wah….sangat sulit. Banyak jalan untuk menjadi kaya. Bisa tetap di dalam bidangnya, tetapi harus tega membuat tarif tinggi dengan pasien-pasien (pasar) tertentu. Atau keluar dari profesi dokter, seperti: bisnis obat-obatan (farmasi), peralatan-peralatan medis, atau menjual buku-buku medis. Atau, meletakkan profesi dokternya, dengan membuka perusahaan yang terkait dengan medis, seperti; Rumah Sakit, dll.
Tetapi, yang jelas tidak ada yang kaya dengan hanya mengandalkan gaji dari bekerja pada orang atau institusi lain atau praktek pribadi. Dan tidak ada yang menjadi kaya dalam sekejap. Harus ada sesuatu yang istimewa, entah itu jaringan Rumah Sakit terbesar, industri farmasi, hak kekayaan intelektual, menemukan obat atau suatu teknik. Oleh karena itu, tidak salah jika ada sebuah pernyataan pameo’’Orang miskin di Larang Sakit….!Sebab, antara rumah sakit, obat, biaya pendidikan, serta rumah sakit sudah menjadi sebuah bisnis yang benar-benar menghasilkan uang yang cukup lumayan.
Tahun 2004, pemerintah mengirim tenaga medis yang meliputi dokter dan perawat. Sebanyak, 100 orang dokter dikirim ke Arab Saudi, menjadi Tenaga Kerja Indonesia Profesional (TKIP). Ketika, berita Sumiati mencuat karena siksaan Majikanya. Ternyata, yang merawat adalah dokter asal Indonesia. Sudah saatnya, para dokter yang ingin meningkatkan taraf ekonominya, bekerja di Timur Tenggah. Sebab, di sana mereka akan dibayar mahal oleh rumah sakit tempat dokter bekerja. Sedangkan di Indonesia, mayoritas masyarakat miskin yang tidak mungkin mampu membayar mahal kepada dokter-dokter tersebut. Dari pada kaya di atas penderitaan dan luka orang lain, lebih baik bekerja dengan professional dengan gaji yang lumayan. Atau menjadi dokter yang sosial, karena semata-mata memberikan pelayanan medis kepada sesama hamba Tuhan, dengan imbalan yang secukupnya. Tetapi, ini sangat sulit, butuh mental, niat, serta tekad yang bulat.
Terus, gimana dong dengan dokter Kristen?
Spiritualitas Kristen tidak berawal dari hadirnya seseorang di tempat ibadah atau terlibatnya seseorang dalam aktivitas keagamaan. Kitab Yesaya menyatakan bahwa keterlibatan seseorang dengan berbagai upacara dan aktivitas keagamaan tidak menjamin bahwa orang tersebut sudah memiliki relasi yang benar dengan Allah:
“Dan Tuhan telah berfirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, ...” (Yes. 29:13).
Tuhan Yesus dengan tegas menyatakan:
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:21-23).
Spiritualitas Kristen diawali pada saat seseorang menjadi pohon yang baik, yaitu pada saat ia menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya.
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Yoh. 1:12-13).
“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Mat. 7:17-18) . Nah, mau khan menerima DIA?
*/tnp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar