Selasa, 15 April 2014

Jangan Lupa Getsemani!

"Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya..." Ibr. 12:3a

Barangkali Anda tahu dan pernah menyanyikan/mendengar sebuah lagu dengan refrain sbb:
"Jangan lupa Getsemani/ jangan lupa sengsaraNya/ jangan lupa cinta Tuhan/pimpin ke Kalvari".

Saya tidak tahu persis apa yang sedang dialami oleh si pencipta lagu tersebut sehingga dia mengabadikan pesan tersebut melalui sebuah lagu. Yang jelas, pesan untuk tidak melupakan Getsemani juga merupakan pesan Alkitab. Perhatikan bagaimana penulis-penulis Injil menceritakan peristiwa Getsemani tersebut dengan cara yang amat mengharukan (Lihat Mat. 26:36-46; Mrk 14:32-42; Luk 22:39-46). Kita yakin, siapapun yang membaca kisah tersebut dengan sikap terbuka dan sunggguh-sungguh pasti terharu dan memiliki perubahan dalam pikiran, hati dan sikap hidupnya.

Mengapa kita tidak boleh melupakan Getsemani?

Pertama, karena di tempat tsb, Tuhan kita Yesus Kristus mengalami pergumulan yang sangat berat demi kita.

Sungguh penulis2 Alkitab dgn sangat jelas menuliskan bhw semua penderitaan Yesus tsb dideritaNya bukan demi diriNya sendiri, tetapi demi kita. Itu sungguh bukan sekedar kecelakaan sejarah karena ada satu rezim yang lalim dan kejam. Itu juga bukan sekedar salah perhitungan -di pihak Yesus- yang ingin memaksa Allah menghadirkan kerajaan Allah itu dengan segera. Juga bukan sekedar kisah yg diciptakan oleh rasul2 demi membangkitkan semangat religious semata. Sebenarnya, jauh sebelum peristiwa itu, lebih kurang 700 thn sebelum peristiwa itu, seorang nabi telah menubuatkan penderitaan Hamba Allah itu (Yes.52:13-53:12). “Sesungguhnya penderitaan kitalah yg ditanggungNya...”, demikian salah satu kalimat nabi besar PL tsb. Karena itu, sekalipun ada orang yg melupakan dan skeptis terhadap peristiwa itu, kita bersyukur bhw banyak orang yg menerimanya dgn segenap hati. Banyak orang yg menjadikan peristiwa satu peristiwa yg memberi kekuatan dalam jiwa dan rohnya. Banyak juga orang yg ingin memberitakan peristiwa itu, dengan berbagai cara, termasuk dgn lagu tsb di atas. Kembali kpd tulisan murid2 yd dpt dipercaya tsb, marilah kita perhatikan bagaimana perasaanNya. Matius menulis "Ia merasa sedih dan gentar" (Mat 26:37) Lukas, seorang akademisi, dokter, yang memiliki kemampuan berbahasa Yunani lebih baik dari penulis Injil lainnya mencatat: "Ia sangat ketakutan..." (Luk 22:44).

Menarik sekali memperhatikan kenyataan berikut ini. Kata yang dipilih Lukas untuk mengatakan ketakutan tersebut dalam bahasa aslinya adalah agonia. Dalam seluruh Perjanjian Baru, kata tersebut hanya digunakan sekali saja, yaitu di dlm ayat ini. Kata tsb menunjukkan kpd adanya konflik batin atau ketegangan yang amat hebat. Setelah itu, mari kita perhatikan juga sharingNya kepada murid-murid terdekatNya yang sengaja Dia bawa untuk turut bersama Dia dalam menghadapi pergumulan yang hebat itu. Yesus yang sebelumnya begitu tegar dan menghibur murid-muridNya agar jangan gelisah dan gentar, kini dgn jujur dan terbuka berkata: “Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku" (Mat 26:38).

Di sini kita melihat bahwa Tuhan Yesus tidak malu mengaku kepada murid-muridNya perasaanNya yang sesungguhnya. Dia juga, bahkan tidak segan meminta pertolongan dari mereka, sebab Dia memang amat membutuhkan mereka. Kita dapat membayangkan sejenak bhw seorang Guru yg selama ini tampil dgn sangat tegar siap ditantang dan memberi tantangan kpd siapa saja, termasuk pemimpin agama, kini ditampilkan bagai satu pribadi yg ‘lemah’ dan ‘mengemis’ pertolongan.

Hal lain lagi yang dapat kita amati adalah isi doanya: "Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu..." (Mat 26:39). Kalimat tersebut mencerminkan pergumulan yang berat juga bukan? Pernahkah Anda begitu bergumul dalam doa dan memohon seperti doa tersebut? Bila pernah, tentu Anda sedikit dpt merasakan beratnya pergumulan tersebut. Ada dua fakta lain yang dituliskan dokter Lukas menunjukkan betapa seriusnya pergumulan Yesus tersebut yang tidak ditulis oleh penulis Injil lainnya. Setelah dicatat betapa takutnya Yesus(NIV Bible menterjemahkan agonia tersebut dengan anguish) maka Lukas melanjutkan "Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan di tanah" (44). Rupanya dokter Lukas ingin meyakinkan pembacanya betapa beratnya pergumulan tersebut dengan menyodorkan fakta adanya peluh darah tersebut. Lukas, yang adalah dokter, sedang menyodorkan kasus medis yang amat jarang terjadi. Menurut seorang ahli di bidang medis, ketika seseorang ada dalam kondisi stress yang hebat, maka orang tersebut akan mengeluarkan keringat yang lain dari biasanya, sampai pada batas klimaks, pembuluh darahnya pecah sehingga keluar keringat campur darah. Hal lain yang juga hanya dicatat oleh Lukas adalah adanya seorang malaikat dari langit, menampakkan diri untuk memberi kekuatan. Setelah T Yesus mengucapkan doa tsb di atas, mk Lukas kemudian mencatat: “Mk seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepadaNya untuk memberi kekuatan kepadaNya” (Luk.22: 43). Semua itu menunjukkan kondisi betapa beratnya penderitaan Yesus di saat itu. Namun demikian, di taman itu, Yesus rela menderita demi kita. Karena itu, biarlah taman itu mengingatkan kita kembali akan kasih dan kesetiaan Yesus yg telah didemonstrasikan demi kita. Dengan demikian, kita juga diilhami untuk melakukan hal yang sama bagi Dia, ketika kita bergumul dan menderita di ‘taman’ kita masing-masing.



Dikutip dari :
Artikel renungan oleh Pdt. DR. Ir. Mangapul Sagala


Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag