Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu? -Mikha 6:8
Statistik dan konsensus memang penting dalam mengambil keputusan klinis, tapi kita tidak dapat menentukannya hanya dengan menekan tuts komputer. Penilaian klinis selalu diperlukan. Hal ini juga berlaku bagi pilihan-pilihan dalam lingkup etika dan moral. Alkitab bukanlah buku pegangan moral yang melarang orang berbuat ini dan mengharuskan orang berbuat itu. Juga bukan sederetan rumusan yang menentukan perilaku yang saleh. Bahkan Kesepuluh Perintah Tuhan pun lebih merupakan pernyataan umum, yang menunjukan batas-batas perilaku, dan yang memerlukan penafsiran serta penerapan, misalnya Matius 5:27, 28.
Keseimbangan antara kebenaran dan kasih, keadilan dan pengampunan, teruntai terus dalam seluruh Alkitab bagai sehelai benang emas yang memandu kita membuat keputusan (Efesus 4:15). Hal-hal itu dilambangkan dengan sangat jelas di kayu salib, di mana arah vertikalnya adalah keadilan Sang Bapa, dan arah horizontalnya adalah kedua lengan Sang Anak terentang lebar penuh kasih. Keduanya itulah yang membentuk kerangka kerjaku dalam mengambil keputusan mengenai setiap pasien hari ini atau besok. Apakah yang harus kuberikan kepada pasien ini? Apakah yang harus kukatakan kepada orang tua yang penuh kekhawatiran ini? Berapa besarkah biaya yang akan kutetapkan bagi laki-laki ini? Ke manakah, atau kepada siapakah pasien perempuan ini akan kurujuk? Aku tidak mungkin selalu benar dalam berbuat sesuatu, namun kemungkinan untuk itu makin besar bila aku belajar menerapkan bagian akhir ayat teks di atas- "...hidup dengan rendah hati di hadapan Allah." Betapa seringnya aku gagal dan baru kemudian kusadari, sesungguhnya aku tidak meminta pertolongan Tuhan (Yak 1:5).
Sikap menyimak Firman Tuhan setiap hari dan disertai sikap hati berdoa sepanjang hari, jelas penting bagi keberlangsungan praktis klinis yang baik, seperti halnya membaca majalah ilmiah dan mendengarkan dosenku juga. Dan ketika ada kesalahan apakah aku perlu minta maaf? Mikha 7:18, 19 mengatakan, Allah kita mengampuni dosa dan tidak terus-menerus marah, melainkan senang menyatakan kasih setia-Nya.
Baca: Mikha 6:6-8; Matius 5:17-37; Filipi 4:4-8.
Disadur dari : Sumber Hidup Praktisi Medis 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar