Selasa, 10 Januari 2017

Doctors Who Follow Christ (HERMANN BOERHAAVE)

HERMANN  BOERHAAVE
(1668 - 1738)


PAKAR DI BIDANG INSTRUKSI KLINIS



“..Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana”
(Amsal 19 :21)


Para dokter terbesar adalah guru. Hermann Boerhaave  mengajari satu generasi dokter di seluruh Eropa. Para mahasiswa mengenalnya sebagai seorang guru yang mereka hormati dan teladani oleh karena dengan kerajinannya ia tidak hanya mengajar tentang kedokteran tetapi juga kimia dan botani. Kepribadiannya yang menarik memampukannya untuk menyalurkan metode-metodenya yang bisa ditiru kepada para mahasiswa. Ia menciptakan dokter-dokter yang simpatik dengan caranya sendiri.


Angka harapan hidup bayi sangat rendah pada waktu hermann Boerhaave lahir. Beberapa orang saudaranya yang lahir sebelum dia meninggal saat masih bayi. Mungkin inilah alasan dari Pdt. Jacobus Boerhaave untuk membaptis Hermann sesaat setelah ia dilahirkan. Hermann bertahan hidup di Voorhout, suatu daerah yang berjarak beberapa mil dari Leyden, Belanda. Ibunya meninggal ketika ia berusia lima tahun. Jacobus kemudian menikahi Eva du Bois, anak perempuan seorang Pendeta. Eva ini menjadi seorang teman bagi anak tirinya walaupun ia kemudian melahirkan anak-anaknya setelah menikah dengan Ayah Hermann. Ia mengasihi Hermann seperti anaknya sendiri. Jacobus, seorang yang terpelajar, membimbing Hermann dan memberikan kepadanya contoh kerajinan, kerja keras, dan kesederhanaan serta penghematan yang biasanya dilakukan oleh keluarga yang kurang mampu.

Minat kita dibentuk oleh peristiwa-peristiwa yang diluar pilihan kita. Demikian juga halnya dengan Hermann Boerhaave. Pada usia 12 tahun ia menderita borok di kakinya. Luka ini resisten terhadap semua bentuk pengobatan sehingga memaksanya tidak aktif mengejar ilmu. Masalah belum juga selesai. Mungkin hal tersebut adalah masalah tuberkolosis. Setelah satu tahun, Jacobus memutuskan untuk mengirim anak laki-lakinya untuk belajar ke Leyden, di tempat dimana ia mungkin bukan hanya akan menerima perawatan medis yang lebih baik tetapi juga memperoleh pendidikan yang tidak pernah diperolehnya di Voohout. Herman yang berusia 13 tahun dengan segera diterima di Universitas Leyden yang 2 tahun kemudian dimasukinya sebagai mahasiswa teologi.  Borok yang dideritanya tetap menyiksanya dan membangkitkan dalam dirinya minat yang mula-mula terhadap bidang medis. Pada saat seluruh pertolongan para dokter terbukti sia-sia, ia merawat dirinya sendiri dengan ramuan obat rumahan yang diraciknya sendiri yang terdiri dari campuarn garam dan air seni/urine. Sangat mengherankan karena lukanya menjadi sembuh.

Sebelum Hermann menyelesaikan studinya di universitas,  ayahnya, Jacobus, meninggal.  Pendidikan sang anak terancam putus karena Ibu tirinya hanya ditinggalkan dengan peninggalan yang sangat sedikit dan 9 orang anak. Namun Hermann yang berusia 15 tahun mendapatkan beasiswa yang berlaku surut. Hal ini sangat membantu beban keuangan Ibu tirinya dalam hal pendidikannya.

Jacobus ingin anaknya menjadi seorang pendeta, oleh karena itu Boerhaave masuk sekolah filsafat yang menjadi prasyarat dalam study teologinya. Filsafat pada waktu itu bukan hanya mengenai metafisika dan etika tetapi juga ilmu pasti alam. Jadi, tanpa disadarinya, jejak kaki Boerhaave sudah tertanam dijalan menuju ke dunia kedokteran. Diluar tugas-tugas belajarnya, Boerhaave juga mendaftarkan dirinya untuk kelas bahasa Latin, Yunani dan retorika. Ia melakukan hal tersebut karena ia terpilih sebagai utusan untuk mengikuti acara debat publik pada usia 17 tahun, dan di usia 21 ia memenangkan medali emas untuk suatu lomba pidato. Di usia 22 tahun ia mengambil gelar doktor filsafatnya pada tahun 1690, dan segera meneruskan kuliah teologinya.

Boerhaave bukan siapa-siapa jika tidak rajin. Jadi dengan memahami imannya dan menjadi seorang teolog terbaik, ia mempelajari Kitab Suci dalam bahasa aslinya dan membaca semua sejarah bapa-bapa gereja sebagai pelajaran tambahan. Baginya Kitab Suci sendiri mengajarkan jalan keselamatan. Ia berencana menulis tesis yang mempertanyakan mengapa banyak sekali individu di masa awal-awal boleh bertobat datang kepada Kristus oleh penginjilan sedikit orang dan hanya sedikit saja yang bertobat di zamannya dimana banyak orang yang berpendidikan teologi.

Boerhaave tinggal serumah dengan Ibu tirinya yang sudah kembali lagi ke Leyden. Sebagai tambahan bagi studinya ia mulai mengajar matematika untuk menambah penghasilan dan meringankan beban Ibu tirinya dari segi keuangan. Ia juga menerima jabatan yang cukup tinggi saat ia dipercayakan untuk menyusun katalog dari sejumlah buku yang merupakan koleksi sumbangan buku untuk universitas Leyden. Ketekunannya mengerjakan tugasnya tersebut membuat ia dikenal sebagai seorang tokoh dan direkomendasi untuk mempelajari kedokteran.  Sebagaimana janggalnya bagi kita, memang dimasa itu suatu hal yang tidak masuk akal juga bahwa seorang yang mempelajari teologi akan belajar kedokteran. Para pendeta, yang waktu itu biasanya orang-orang yang terdidik dan terpandang di masyarakat, sering kali juga diminta nasehat mengenai kesehatan karena sangat kurangnya tenaga yang memenuhi syarat untuk hal tersebut. Dengan pengetahuan kedokteran Hermann Boerhaave menjadi lebih berarti di mata jemaatnya.

Bagaimanapun juga ia tidak pernah menjadi seorang pendeta. Satu dari sekian peristiwa dalam hidupnya menjadi cara dimana Tuhan mengatur kembali jalan hidupnya. Yaitu pada suatu waktu, saat sedang mengayuh sebuah perahu di sungai ia mengucapkan sebuah kalimat yang mengubah hidupnya dan sejarah kedokteran.  Seorang filsuf Yahudi bernama Spinoza telah menerbitkan sebuah buku mengenai praktek bidat yang percaya akan kekuatan alam. Mimbar-mimbar gereja protestan di Belanda semua menentang bidat ini. Di dalam perahu, beberapa orang sesama penganut protestan yang angkuh sedang berbicara menentang Spinoza bukan berdasarkan argumen yang masuk diakal tetapi dengan  ad hominen menyerang sang filsuf sebagai seseorang yang meninggalkan Tuhan. Salah seeorang pria dari antara mereka mulai bersemangat. Lelah dengan pembicaraan yang kosong tersebut, Boerhaave menantang pria tersebut dengan suatu pertanyaan yang sangat sederhana : apakah dia pernah membaca tulisan Spinoza? Ternyata dia belum pernah membaca tulisan Spinoza. Karena merasa malu pria itu akhirnya terdiam. Kalimat tersebut ternyata sangat penting. Seorang penonton peristiwa itu menulis nama Boerhaave. Gosip pun beredar, Boerhaave dicap sebagai seorang Spinozist (penganut paham Spinoza). Tentu saja hal ini tidak benar. Ia bahkan pernah mengkritik Spinoza dalam pidato wisudanya beberapa tahun sebelumnya. Namun demikian, ia tahu setelah itu bahwa tidak akan ada lagi mimbar gereja yang akan terbuka baginya. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang dokter.

Boerhaave menyelesaikan studi kedokterannya dalam waktu yang relatif singkat, hanya dalam waktu 2,5 tahun. Bukan di Leyden tetapi di Hardenwijk dimana biayanya lebih murah. Walaupun ia terus mempelajari Kitab Suci secara pribadi setelah ia menjadi dokter, fokusnya sekarang adalah kedokteran. Ia membuka tempat praktek kecil di Leyden, dimana ia bekerja dari rumah Ibu tirinya dan mengunjungi pasiennya yang hanya sedikit. Jika dilihat maka hanya sedikit saja yang diperolehnya dari karir yang dipilihnya ini, pendapatannya sebagai dokter lebih sedikit dibandingkan jika ia mengajar matematika.

Namun Boerhaave tidak pernah membuang-buang waktu. Melanjutkan pola yang sudah diterapkannya selama itu, di sela-sela waktu senggangnya ia belajar kimia dan bidang sains lainnya. Ketekunannya ini pada akhirnya mendapatkan ganjarannya. Pada waktu posisi pengajar (dosen) di universitas Leyden terbuka, salah seorang yang terkemuka di universitas tersebut mendekati dan menawarkan padanya posisi tersebut, bukan sebagai profesor penuh waktu, tetapi hanya sebagai dosen. Boerhaave yang sederhana & rendah hati sempat ragu-ragu, tetapi akhirnya menyetujui tawaran tersebut. Keputusannya ini membuka pintu baginya untuk terkenal ke seluruh dunia.

Tahun-tahun disaat mana ia mempelajari dan menerapkan berbagai cabang pengetahuan membuatnya mencapai apa yang sangat sedikit orang capai. Ia  melimpah dengan berbagai wawasan dan pengetahuan.  Para mahasiswa datang, mendengarkannya dan mengisi buku catatan mereka pelajaran kedokteran yang begitu praktis dan mudah diikuti. Inilah seorang guru yang terbukti tahu sesuatu. Apalagi? Ia begitu terbuka, praktis, dan berjiwa sosial dengan karakter yang tanpa cacat. Tidak seperti banyak pribadi terpelajar lainnya, ia cepat memberikan perhatian pada orang lain dan bahkan tidak pernah berselisish dengan orang yang paling mencelanya.

Saat ini kita perhatikan bahwa para dokter akan melihat  banyak kasus-kasus aktual selama masa magang mereka. Boerhaave merupakan salah satu yang membuat hal itu menjadi suatu praktek yang berlaku universal. Ia memberikan bedside lecture dalam dua bangsal yang masing-masing terdiri atas enam tempat tidur, satu bangsal untuk mahasiswa laki-laki dan yang lainnya perempuan. Dengan menyeleksi pasien secara hati-hati, ia memastikan bahwa murid-muridnya melihat sebanyak mungkin kasus-kasus yang menarik. Dan dalam bangsal-bangsal yang kecil tersebut ia mengajar murid-muridnya secara metodis seni memeriksa pasien dan bagaimana mendiagnosanya.  Jika Anda menanyai dia  maka ia akan menjawab bahwa pekerjaan dari kehidupannya adalah untuk melakukan fungsi-fungsi tubuh secara sistematis dengan menentukan secara tepat hukum-hukum fisika dan kimia dalam setiap tindakan. Hal yang sesungguhnya ia ciptakan adalah tentang kebiasaan bedside lecture dan metode diagnosis yang menjadi begitu mengesankan di seluruh Eropa dan membuatnya disejajarkan dengan Hippocrates, bapak kedokteran Yunani. Ia memenangkan nama besar ini pada saat sebuah surat dari Cina Mandarin tiba dialamatnya, yang tertulis “Kepada Boerhaave yang temasyhur, dokter di Eropa”.

Metode Boerhaave tersebar dengan cepat ke seluruh Eropa karena ia memutuskan untuk mengajar dalam bahasa Latin, yang membuatnya diterima secara universal oleh karena pada waktu itu bahasa Latin masih merupakan lingua franca bagi kaum terpelajar di Eropa. Tetapi faktor menyebarnya tersebut terutama adalah karena kepribadiannya. Sebagaimana para guru besar, maka pengaruhnya terlihat melalui murid-muridnya karena ia mengajar setengah dari jumlah dokter yang ada di Eropa termasuk salah satunya dr. Albrecht Haller yang terkenal juga di tahun 1708-1777 dan Gerard van Sweiten (1700-1772). Kedua orang pria ini banyak memberikan kepada kita catatan-catatan dari kuliah yang disampaikan Boerhaave. Dari mereka kita belajar bahwa prosedurnya adalah mengunjungi pasien setiap hari, menegur mereka dengan penuh perhatian, belas kasihan, dan keramahan. Pada saat seorang pasien yang sakit datang padanya, ia menanyakan beberapa pertanyaan, mencatat sejarah klinis, mempertimbangkan keluhan pasien, dan dicatat bersama dengan diagnosis dan prognosisnya. Tiap hari ia meng-update catatan-catatan ini sesuai dengan kemajuan pasien.  Mahasiswa tingkat akhir dilibatkan untuk memberikan nasehat (advice).

Tentu saja, tidak semua dokter di Eropa yang bisa duduk dalam kelas kuliah Boerhaave. Mereka yang tidak bisa itu boleh mencatat saran atau petunjuk untuk pasien yang diberikannya dengan rela. Kerelaannya untuk melayani membuatnya dikasihi. Ia begitu dikasihi sehingga suatu waktu lonceng-lonceng gereja dibunyikan untuk menandai kesembuhannya dari sakit encok. Popularitasnya diperolehnya oleh karena kepeduliannya terhadap orang lain. Baginya kaum miskin adalah pasiennya yang paling utama karena TUHANlah yang membayar biaya pengobatan mereka.  Bukankah Kristus juga mengkhususkan pelayanan-Nya kepada mereka yang miskin?

Dari semua kebijaksanaan dan hikmatnya, gagasan-gagasan Boerhaave seringkali salah. Ia menganut teori mekanistitik tubuh Cartesian, karena itu kadang-kadang ia mencari secara langsung penyebab-penyebab mekanis dari aktifitas tubuh walaupun tidak semua bisa dijelaskan dalam konteks tabung dan katup. Dengan pandangannya yang seperti ini tidak mengejutkan jika ia merupakan dokter pertama yang berpengaruh dalam hal pemakaianan termometer secara luas pada saat itu. Dan hal tersebut merupakan sesuatu yang praktis bagi seorang mekanis untuk dilakukan waktu itu dan merupakan juga standar praktek saat ini.

Tetapi Boerhaave bukanlah seorang Cartesian yang fanatik. Teori-teori mekanistiknya diperlembut oleh penolakannya untuk dibatasi oleh hanya satu teori saja; ia meminjam gagasan apa saja yang kelihatannya tepat. Salah satu pengaruhnya adalah seorang dokter penuh inovatif dari Inggris, Thomas Sydenham, yang mengidentifikasi sejumlah penyakit dan memberikan deskripsinya yang jelas (sebagai imbalannya, Boerhaave melatih para dokter yang mendirikan Edinburgh Medical School, yang mentransformasi praktek kedokteran Inggris).  Boerhaave menggabungkan pengetahuan medis/kedokteran ke dalam sintesa terbaik yang mungkin.  Hal inipun menjelaskan otoritasnya.

Lebih dari seorang dokter, Boerhaave juga secara metodis belajar sendiri tentang ilmu tumbuhan dan kimia.  Ketika jabatan profesor bidang botani dan kimia terbuka maka ia diminta untuk menduduki jabatan tersebut.  Jadi, dalam satu kurun waktu, sang guru yang brilian dan pekerja keras ini secara simultan memegang sekaligus tiga jabatan profesor dari lima bidang yang ada di universitas Leyden, yaitu bidang kimia, botani dan kedokteran, hal ini makin menambah prestisenya di universitas dalam ketiga bidang tersebut.  Sebagai seorang profesor bidang botani, Boerhaave bertanggung jawab terhadap sekolah pertanian dan melipat gandakan sejumlah spesimen yang ada menjadi lima ribu spesimen, membuat katalognya sehingga dari daftarnya saja orang yang membaca cetakannya bisa melihat keseluruhan koleksi spesimen yang ada.  Menyadari akan kebutuhan nomenklatur/penamaan maka Boerhaave ikut mendukung pekerjaan Carl Linnaeus (1707-1778) yang memberikan tiap tumbuhan dua nama : genus dan species.

Kontribusi Boerhaave sebagai seorang ahli kimia juga tidak pernah tanpa orisinalitas; ia merupakan orang yang pertama mengisolasi urea. Text Booknya yang berjudul Element of Chemistry memberikan beberapa hukum. Bidang kimia belum mencapai tingkat elevasi tersebut. Namun demikian itu merupakan penelitian yang baik, jelas, mudah dipahami, dan berdasarkan pada pengalaman pribadi sehingga itu menunjukkan pengaruhnya yang jelas terhadap seorang inovator besar lainnya yang bernama Robert Boyle.

Berulang-ulang penulis biografinya menemukan bukti pengaruh dari orang-orang kristen yang berpengaruh dalam latar belakang kehidupan orang-orang besar dari dunia Barat, dan ini benar terjadi pada Boerhaave. Ia menjadi besar sebagian karena keluarganya dan imannya. Sebagaimana yang sudah kita catat, ayahnya yang saleh secara pribadi membimbing dia dalam pendidikannya. Ibunya juga seorang yang saleh dan alim. Walaupun ia  hanya memiliki kenangan yang sangat sedikit akan Ibunya, tidak diragukan bahwa Ibunya ini berperan dalam pembentukan karakter awalnya di masa kecil.  Ibu tirinya mempunyai peran yang jauh lebih besar, dan ia juga memiliki iman yang sangat besar. Boerhaave sendiri adalah seorang murid Kristus yang taat dan seorang yang belajar Alkitab sampai ia meninggal.

Karakternya membuktikan imannya. Ia begitu setia terhadap orang yang membantunya. Misalnya pada waktu ia lumpuh sehingga ia hanya bisa menolong sedikit sekali untuk Ibu tirinya, sebagai imbalan kebaikannya ia membalas jasa Ibu tirinya ini dengan membantu saudara-saudari tirinya ketika ia sudah mempunyai kedudukan dan mampu untuk melakukannya.

Guru besar Belanda ini menderita encok dan pembengkakan sendi-sendinya di saat-saat akhir hidupnya. Ia sangat kesakitan tetapi ia tidak mengeluh. Sepanjang hidupnya ia merasa riang gembira dan penuh dengan humor dalam percakapannya. Pada saat ia mendekati ajalnya, ia menerima penderitaannya dengan ketabahan seorang kristen, katanya: "Seseorang yang mengasihi Allah seharusnya berpikir bahwa tak satupun yang paling diinginkannya kecuali apa yang memperkenankan hati Tuhan Yang Maha Kuasa”. Dengan sikap seperti ini ia meneladani Kristus yang meletakkan kehendak dan kemuliaan Allah diatas segalanya.

Ia juga seperti Kristus dalam hal yang lain. Sebagaimana kata seorang kritikus bidang sastra yang terkemuka pada waktu itu, Samuel Johnson (1709-1784) mengenai dirinya: “..Belas kasihan dan kebergantungannya kepada Tuhan merupakan dasar dari semua kebajikannya dan prinsip dari semua tingkah laku dan tindakannya”. Jadi kesabarannya seperti Kristus. Saat ditanya bagaimana ia bisa dengan tenang menerima provokasi yang serius, Boerhaave mengaku bahwa sebenarnya ia seorang pemarah, tetapi karena terbiasa berdoa dan bersaat teduh ia mampu mengendalikan dirinya. Memang, setiap pagi begitu bangun dari tidurnya ia menyediakan waktu selama satu jam untuk saat teduh dan berdoa. Katanya ini memberikan kepadanya kekuatan untuk hari itu.  Dengan meneladani Kristus, katanya lebih lanjut, ia menemukan ketenangan.

Ia juga meneladani “TUAN”nya dalam hal mengampuni musuhnya. Pada waktu pengikut Cartesian memfitnahnya karena menolak doktrin-doktrin dari sekolah filsafat mereka dan menuduhnya merusak kekristenan (kritikannya adalah mengenai hal yang menyatakan bahwa seseorang bisa menjadi Kristen hanya jika melalui Cartesian),  maka para penguasa Leyden mengambil tindakan terhadap mereka. Para penguasa ini ingin menjatuhkan hukuman yang lebih lagi terhadap mereka jika Boerhaave memintanya, tetapi sang dokter besar ini hanya menjawab bahwa “baginya sudah cukup balasannya” jika penentangnya dibiarkan dengan peringatan yang sudah diterima mereka.

Kontribusi Boerhaave bagi dunia kedokteran bukanlah penemuan penyakit-penyakit baru atau penanganan masalah yang sulit seperti tingginya angka kematian bayi yang terus meningkat. Memang salah seorang dari anaknya meninggal saat masih bayi. Namun ia mengajar para penerusnya untuk mencatat dan menganalisa penyakit yang menyebabkan hal itu, memberikan waktu untuk itu dan menambah pengetahuan mereka. Yang patut disayangkan adalah bahwa sangat sedikit orang yang memiliki jiwa atau semangat Boerhaave. Banyak pengetahuan yang berguna terpahat di atas batu. Dia yang sangat lapar untuk mengembangkan penelitian medis akan sedih mendapati bahwa kemajuannya dalam banyak hal diperlambat oleh mereka yang setia akan kenangannya. Mereka melarang murid-murid baru mengembangkan atau meng-update kompilasi-kompilasi yang ditinggalkan Boerhaave, bahkan dalam terang pengetahuan baru. 


Sumber:
Diterjemahkan dari buku "Doctors Who Follow Christ, Thirty-two Biographies of Eminent Physiciand & Their Christian Faith(Dan Graves, Grand Rapids-USA: Kregel Publications,1999)

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag