Selasa, 17 Januari 2017

Doctors Who Follow Christ (AMBROISE PARÉ)

AMBROISE PARÉ
(CA. 1510-1590)

Ahli Bedah Moderen Pertama



“..maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit”  (Lukas 7:47)


Para dokter tidak selamanya baik hati terhadap rekan sesama dokternya. Oposisi medik terhadap penemuan Lister mengenai pembedahan antiseptik dan pengembangan vaksinasi dari  cacar sapi (cowpox) oleh Jenner menunjukkan betapa sengitnya satu inovasi bisa ditemukan. Paré juga mengalami penderitaan dari kawan sebayanya. Di dalam masa hidupnya ia dicemooh karena asal usulnya yang dari kelas rendah dan penggunaan logat Perancisnya di dalam tulisan-tulisannya. Walaupun demikian, kita mengingatnya sebagai seorang inovator terbesar dalam bidang pembedahan.  


Tahun 1536 seorang tukang cukur muda belajar sambil bekerja diantara para prajurit Perancis yang menyerang Turin. Ia berada di sana sebagai seorang ahli bedah. Pada masa itu para dokter tidak mengadakan pembedahan. Tugas pembedahan tersebut tidak pantas bagi kodrat mereka sebagai dokter karena itu merupakan suatu tugas yang hanya pantas bagi seorang tukang cukur rendahan.

Ambroise Paré, ahli bedah dan tukang cukur tidak pernah melihat peperangan sebagai alasan kepeduliannya terhadap para prajurit. Ia digerakkan oleh penderitaan para prajurit. “Saya kasihan dengan mereka” tulisnya. Pity (kasihan) berulang kali muncul dalam kisah pengalamannya yang menyedihkan. Melalui kebanyakan sejarah, seni penyembuhan lebih berseni sedikit dari pada kesalahan/eror, lebih kurang menyembuhkan dari pada membunuh. Situasi tersebut meningkat dalam skala ukuran belas kasihan seorang Ambroise Paré. Ia tidak menyembunyikan dirinya dari penderitaan akibat perang, tetapi ia mengurangi ketakutannya sebanyak mungkin, dan menjadi seorang tabib yang terampil sejalan dengan proses.

Paré tidak mengikuti pelatihan formal. Mungkin ini juga yang dibuktikan bahwa pengalaman dapat mengajar dengan lebih baik seorang pria yang senang mengamati dari pada kesalahan dalam banyak buku. Paré sendiri kurang membaca karena ia memberitahukan kepada kita mengenai buku Jean Vigo, Of Wounds in General. Namun fakta-faktalah, bukan teori, yang membimbing dia. Satu malam ia kehabisan minyak yang biasa dipakainya untuk membakar luka tembak yang diderita para prajurit. 

"Saya memaksakan diri untuk memakai satu campuran (medicament) dari kuning telur, minyak mawar dan minyak tusam (turpentine) yang bersifat digestif. Malam itu saya susah tidur, ketakutan kalau mereka-mereka yang menderita luka itu meninggal atau keracunan karena kurangnya minyak untuk cauterization yang seharusnya saya lakukan pada mereka, dan hanya memakai medicament sebagai gantinya. Saya bangun pagi-pagi benar dan mengunjungi mereka, dan diluar dugaan saya, saya menemukan bahwa mereka yang hanya diberikan medicament justru hanya sedikit merasa sakit dan luka mereka tidak mengalami imflamasi ataupun pembengkakan, mereka bisa tidur nyenyak sepanjang malam; sementara yang lainnya yang saya pakaikan minyak merasa demam, sangat kesakitan dan luka mereka membengkak. Kemudian sejak itu saya berketetapan untuk tidak melakukan cauterization pada luka tembak mereka lagi."

Patut disesalkan bahwa buku Paré tidak dibaca dengan baik pada masa itu. Dua ratus tahun kemudian para dokter yang tidak terpelajar masih tetap menggunakan cara-cara cauterization yang tua/lama dan kejam.

Wawasan bercampur dengan kepolosan dalam Paré. Dalam satu paragraf ia belajar menangani luka tembak dengan belas kasihan. Dan dalam paragraf berikutnya ia berkisah tentang obat yang baik untuk mengatasi luka tembak yang diperolehnya dengan membujuk seorang ahli bedah yang terkenal. Obat tersebut terdiri dari rebusan minyak bunga bakung, newborn pups (anak anjing yang baru lahir), cacing tanah, dan minyak tusam. Paré selalu konsisten, ia berupaya mendapatkan hasil yang pragmatis dan berpikir bahwa ia telah memperolehnya dari kedua kasus tersebut.

Paré seorang yang percaya bahwa semua orang sederajat (egalitarian). Ia memiliki keyakinan dalam memperlakukan manusia secara utuh, baik mereka yang biasa-biasa saja maupun yang berharga. Kisah-kisah dalam metodenya semakin banyak. Pada waktu Duke d’Auret menderita luka tembak Pare berkeras menempatkan bunga-bunga diruangan perawatannya untuk mengurangi  bau amis/busuk dari luka tembaknya dan meyakini bahwa pasien yang sedang dalam pemulihan ini bisa terhibur dengan musik, humor, dan suara hujan yang artifisial untuk menenangkan sarafnya dan  mempercepat kesembuhannya. Sang Duke sembuh. Pada waktu seorang prajurit yang terluka sangat parah diserahkan oleh rekan prajuritnya maka Paré mendapatkan izin dari komandan pasukan untuk mengobatinya. Prajurit tersebut pun sembuh.

Sekarang ini, kita perduli dan berpikir bahwa suatu operasi atau pembedahan harus diikuti dengan rehabilitasi. Beberapa ahli bedah di zaman itu kelihatannya kurang perduli dengan hal itu, tetapi Paré perduli. Baginya tidak cukup hanya menyelamatkan nyawa seseorang melalui operasi amputasi, ia harus juga dimampukan untuk berfungsi setelah itu. Untuk memfasilitasi hal ini maka seorang dokter yang baik dengan pandainya mengembangkan anggota tubuh artifisial.

Keberhasilan demi keberhasilan dialami oleh Paré setiap kali ia menggunakan pisaunya. Tetapi ia tidak menjadi bangga diri. “Saya mengoperasinya dan Tuhan menyembuhkannya” demikian pernyataan yang senantiasa diungkapkannya. Para prajurit yang diobatinya sangat menghargai perhatiannya terhadap kesejahteraan mereka. Para prajurit musuh memanggul dia di bahu mereka dan mengaraknya sepanjang jalan ketika ia berhasil mengoperasi rekan-rekan prajurit mereka. Di waktu lain prajuritnya sendiri mengumpulkan uang persembahan dan memberikan kepadanya.

Paré berjuang demi kebenaran. Sayang sekali buku-bukunya, karena ditulis dalam bahasa Perancis dicemooh oleh para penguasa yang memakai bahasa Latin dan Yunani sebagai bahasa yang pantas dalam membahas gagasan-gagasan di bidang medis. “Hippocrates menulis dalam bahasa Ibunya” ingat Paré. Walaupun para penguasa bersikap berat sebelah, tulisan-tulisan Paré tersebar secara luar biasa, terima kasih untuk pihak penerbit.

Seorang dokter bernama Gourmelen mulai cemburu. Ia  mulai mengadakan aksi-aksi yang tidak bermoral dalam menentang Paré, ia meminta agar buku-buku medis perlu disetujui terlebih dahulu oleh fakultas kedokteran Paris sebelum diterbitkan. Gugatan Gourmelen diamat-amati oleh seluruh profesional medis. Mereka juga membenci tukang cukur yang magang, yang sedang menjadi orang kaya baru ini.  Menghadapi pihak oposisi ini Paré sangat dibantu oleh teman-temannya. Para raja Perancis menyokong dia dan ia berhasil melayani empat dari mereka. Hal ini yang membuat ia mampu bertahan menghadapi pihak oposisi. Bagimanapun juga, para saingan sulit mati dan setelah kematian Paré penguasa Perancis yang reaksional membuang buku-buku Paré dan kembali ke metode lama. Bagi para dokter yang bersikap terbuka, teknik pembedahan Paré bagaikan sebuah alkitab bidang bedah hingga John Hunter (1728-1793) menggantinya dengan metode-metode yang lebih baik di abad ke-18.

Jauh ke depan setelah zamannya, Paré telah memberikan banyak sumbangan bagi dunia medis, termasuk inovasi-inovasi dalam bidang obstetrik. Dari contohnyalah maka benang penjahit luka untuk menghentikan pendarahan menjadi semakin sering dipakai, sebagimana dalam surgical truss. Pemikirannya menuntun dia ke suatu pemikiran yang samar mengenai infeksi yang bisa ditularkan. Tidak takut akan celaan, ia membedah jenasah untuk mendapatkan pengenalan anatomi. Dalam beberapa kasus ia bahkan mengadakan pembedahan mayat. Ia mendukung pemantauan tingkat kesehatan masyarakat.

Jika diamati maka kita bisa melihat bahwa Paré adalah seorang pembuat eksperimen (penguji coba). Ia mau mencoba obat-obatan para istri tua untuk melihat apakah mereka bisa menyembuhkan, sebagian bisa dan sebagian lagi tidak bisa. Jika ia tidak selalu bisa mengatakan perbedaannya, namun observasi obyektif dan eksperimentasi merupakan tujuan dan sumbangannya yang terbesar bagi dunia medis. Gagasan-gagasannya mengenai teknik dan diagnosis telah berakhir setelah empat abad. Selama bertahun-tahun, misalnya ia menguji suatu perlakuan untuk luka bakar yang diperlihatkan kepadanya oleh seorang wanita tua dan ia menunjukkan secara meyakinkan luka bakar tersebut diobati dengan obat-obatannya sembuh tanpa blebs sedangkan pengobatan tradisional meninggalkan  tanda-tanda yang tidak sedap dipandang mata.

Jelas dari beberapa cerita tentangnya, Paré adalah seorang Calvinis Perancis. Ada bukti bahwa keluarganya merupakan Huguenot dan bahwa pendeta dari aliran itu merupakan gurunya yang pertama. Orang sejamannya berkata bahwa raja melindungi hidupnya selama masa “St. Bartholomew’s Day Massacre” dimana ribuan kaum Huguenot dibunuh. Semua bukti-bukti menunjukkan bahwa ia adalah orang percaya sejati. Kita tidak menemukan rasa mengasihani diri dalam tulisan-tulisannya yang lain, sebagaimana  secara alamiah tertabur dalam karya-karyanya.  Ia  meminta dengan sangat para ahli bedah muda agar bekerja bukan demi uang tetapi melaksanakan tugas mereka sampai akhir, bahkan dalam kasus yang tanpa harapan. Ia sederhana dan rendah hati, suatu kualitas yang bersumber secara langsung dari rasa belas kasihannya yang mendalam dan tidak fanatik. Bukan saja ia mengembalikan alasan dari segala keberhasilannya kepada Allah tetapi tulisan-tulisannya juga menghembuskan belas kasihan kristiani bagi semua yang menderita sakit.

Huguenot atau bukan, ia merupakan orang yang penuh belas kasihan dan baik hati. Di usia delapan puluh, dokter yang gagah berani ini menghentikan suatu prosesi keagamaan di Paris selama penyerangan terhadap Henry dari Navarre dan ia menghadap Uskup Lyons bukan karena tegar tengkuk tetapi demi membela Henry dari Navarre. Sang Uskup menjadi ramah dan pengepungan dibubarkan seminggu kemudian, mungkin karena pemunculan Paré. Dalam hal ini membuktikan bahwa hatinya selalu tertuju pada kebenaran. Paré meninggal tidak lama ketika penyerangan semakin meningkat.


Generasi-generasi berikutnya memuja-mujanya. Kisahnya diulang-ulang dalam berbagai kumpulan biografi medis. Ia berada diantara para dokter yang sangat terkenal dalam semua generasi.


Sumber:
Diterjemahkan dari buku "Doctors Who Follow Christ, Thirty-two Biographies of Eminent Physiciand & Their Christian Faith(Dan Graves, Grand Rapids-USA: Kregel Publications,1999)

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag