Indonesia merupakan negara kepulauan
yang terbagi ke dalam 30 propinsi. Sejak diberlakukannya sistem otonomi daerah,
setiap propinsi dan kabupaten memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya
sendiri termasuk di dalamnya kebijakan dalam bidang kesehatan.
Salah satu permasalahan yang
dihadapi oleh berbagai propinsi dan kabupaten di Indonesia adalah jumlah dokter yang tersedia di daerahnya
sangat sedikit. Menurut data IDI pada bulan Maret 2007, saat ini terdapat 70 ribu
dokter, terdiri dari 50 ribu dokter umum, dan 20 ribu dokter spesialis. Banyak
kalangan menyebut, bahwa rasio dokter dan pasien di Indonesia memang masih jauh
dari angka ideal, satu dokter untuk 2.500 penduduk. Dari kebutuhan dokter umum
80 ribu orang, saat ini baru terpenuhi 50 ribu orang dokter umum. Kita masih
membutuhkan tambahan 30 ribu dokter umum.
Sementara itu, permasalahan yang ada
di Indonesia bukan hanya dari segi jumlah dokter tetapi juga distribusinya yang
belum merata. Sebagian besar dokter lebih memilih berdomisili di kota besar
seperti Jakarta. Hal itu menimbulkan dampak yang signifikan di daerah yaitu
pelayanan kesehatan di daerah akan tidak optimal dikarenakan jumlah tenaga
kesehatan yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan. Untuk mengatasi kurangnya
jumlah tenaga dokter, dalam beberapa tahun terakhir marak berdiri
fakultas–fakultas kedokteran baru di berbagai daerah di Indonesia.
Berdirinya fakultas kedokteran baru
selain menjadi solusi terhadap kurangnya jumlah tenaga dokter juga diharapkan
dapat mengatasi kendala distribusi tenaga dokter yang tidak merata. Fenomena
banyak berdirinya fakultas kedokteran baru di berbagai daerah harus ditanggapi
secara positif. Lulusan dokter di daerah tersebut akan lebih mengenal budaya
daerahnya masing-masing. Dengan demikian diharapkan setiap daerah dapat
memenuhi kebutuhan dokternya masing-masing.
Selain itu, dengan bertambahnya
jumlah fakultas kedokteran akan menyebabkan unsur akreditasi menjadi penting
sehingga akan merangsang kompetisi antarfakultas kedokteran untuk menjadi lebih
baik. Aspek negatifnya adalah timbul masalah keseragaman mutu pendidikan
kedokteran di Indonesia. Dampak yang dikhawatirkan akan terjadi adalah
penurunan kualitas lulusan pendidikan dokter di Indonesia.
Kualitas lulusan pendidikan dokter yang di bawah
standar secara umum akan menyebabkan penurunan mutu pelayanan dokter dan
meningkatnya angka malpraktik. Dampak lebih jauh lagi akan menyebabkan angka
kesakitan meningkat dan dokter Indonesia akan kalah bersaing dengan dokter
asing yang masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, selain institusi pendidikannya
sendiri yang harus menjalankan program pendidikan dengan penuh tanggung jawab,
pihak lain yang bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan dokter adalah Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) dan kolegiumnya.
Lalu, bagaimana dengan kita? Apa tanggung jawab kita? Alkitab
meminta kita memberikan yang terbaik yang bisa kita lakukan, entah dalam studi,
pelayanan, pekerjaan, dan dalam segala hal untuk kemuliaan nama Tuhan. Ya,
segala hal yang perlu dilakukan harus dilakukan dengan baik. Berkualitas.Tidak
ada orang, pelanggan, atau pasien yang tidak suka jika kita selalu berusaha
memberi yang terbaik untuk mereka. Melakukan yang terbaik pada hari ini akan
membawa Anda ke tempat terbaik di masa depan.
Seorang bijak pernah mengatakan, “Jika seseorang
terpanggil menjadi tukang sapu jalanan, maka ia harus menyapu seperti
Michelangelo melukis, Beethoven memainkan musik, atau Shakespeare menulis
sajak. Apa pun tugas Anda lakukanlah sebaik-baiknya. Do your best for Jesus!
________________________________________________________
Artikel dari Majalah Samaritan Edisi 1 Tahun 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar