Kita bersyukur, setiap ada
bencana, respon muncul dari berbagai pihak
untuk segera bertindak. Baik pemerintah maupun lembaga-lembaga lain, tak
ketinggalan warga yang bergerak spontan mengulurkan bantuan. Pakaian dan
selimut, makanan dan obat-obatan segera dikumpulkan untuk selanjutnya
dikirimkan bagi saudara dan saudari kita yang tengah berjuang menyelamatkan
hidup.
Gempa yang terjadi berkali-kali
seharusnya menyadarkan kita bahwa Tanah Air tercinta ini berlokasi di tempat
yang akrab dengan gempa dan berbagai bencana lain. Ini berarti, setelah gempa
yang ke sekian kali terjadi lagi, reaksi terkejut dan kebingungan sudah tidak
tepat lagi untuk menjadi reaksi kita. Sebaliknya, dengan kesadaran tentang kondisi
tanah tempat kita berpijak serta pemahaman yang benar tentang gempa dan
berbagai dampaknya, sudah waktunya kita bisa menangani bencana ini dengan lebih
baik.
Yang dimaksud dengan penanganan yang
lebih baik tentu saja bukan semata soal penanggulangan masalah setelah masalah
tersebut terjadi. Justru, yang perlu kita upayakan adalah meminimalkan masalah
sebelum masalah itu benar-benar menghampiri kita (dalam hal gempa, dengan
mengetahui bahwa lokasi negeri tercinta memang rawan gempa, yang bisa kita
lakukan tentunya bukan meniadakan gempa melainkan mengatasi masalah yang
ditimbulkannya). Dalam rangka berupaya ini, kita pun bisa belajar dari
negara-negara, baik yang dekat maupun yang jauh, yang juga punya pengalaman
yang sama dan yang telah lebih dulu menyadari situasi yang terjadi serta
berupaya mengatasinya.
Dengan cara pandang seperti di atas,
kita bisa memahami gempa juga sebagai cara Tuhan mengingatkan kita untuk
menggunakan dengan sebaik-baiknya akal-budi yang telah Ia anugerahkan dan
percayakan pada kita (jadi, gempa bukan semata cara Tuhan mengingatkan kita
tentang dosa-dosa kita!). Melalui gempa, Tuhan memberikan kepada kita informasi
tentang kondisi tanah yang Ia percayakan pada kita untuk kita tempati.
Meresponsnya, tentu saja, kita bisa menggerutui Tuhan karena di tanah rawan
gempa seperti ini Ia mendirikan negeri kita tercinta. Sebaliknya, jika kita
merespons dan menindaklanjuti informasi dari Tuhan tersebut dengan
mendaya-gunakan akal-budi yang juga berasal dari Tuhan, dijamin kita akan
dimampukan bukan saja untuk mengatasi masalah yang timbul akibat gempa,
melainkan juga memanfaatkannya demi kebaikan yang sebesar-besarnya dan
sebanyak-banyaknya. Sebab, bukankah, sebagaimana kita yakini ketika Tuhan
menciptakan langit dan bumi, Tuhan membuat segala-sesuatunya "baik"?
Dengan kata lain, Tuhan tidak menciptakan bencana bagi kita. Jangan pernah
lupakan hal ini!
Cara pandang seperti inilah yang
digemakan pula dalam Kitab Mazmur, yang pada salah satu bagiannya menyatakan
demikian: "Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang
harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.
Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus
dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati
engkau." (Mazmur 32:8-9)
Tampaknya, ini berarti, sudah waktunya bagi kita
untuk memperbaiki doa kita: Bukan lagi berdoa agar Tuhan tidak lagi
"mengirimkan" gempa dan bencana lanjutannya pada kita, melainkan
meminta Tuhan membantu kita mendaya-gunakan akal-budi pemberian-Nya, sehingga
kita dijadikan bisa mengolah dan mengelola, bahkan, bencana yang seperti apa
pun!
_____________________________________________________
/tnp, dalam Majalah Samaritan Edisi 4 Tahun 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar