Petrus pernah mengajukan satu pertanyaan kepada
Tuhan Yesus. Pertanyaan Petrus sederhana saja. Petrus bertanya: ‘Kami telah
meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami
peroleh?’. Pertanyaan Petrus kelihatannya sederhana, apa yang akan kami
peroleh. Permohonan yang wajar. Tetapi Tuhan Yesus menjawabnya secara panjang
lebar. Jawaban yang menyingkapkan pertanyaan Petrus tidak sesederhana seperti
yang terlihat.
Pertanyaan Petrus suatu pertanyaan serius. Tetapi sebelum kita
membedah pertanyaan Petrus, perlu ditelusuri mengapa Petrus sampai mengajukan
pertanyaan itu. Jawabnya terungkap dalam peristiwa sebelumnya yang direkam
dalam Matius 19:16-26. Seorang muda yang kaya datang kepada Yesus dan bertanya
bagaimana memperoleh hidup kekal? Yesus menjawab pencarian orang muda yang kaya
itu dengan suatu perintah untuk menjual segala milikmu dan mengikut Yesus.
Tetapi orang muda yang kaya itu tidak siap untuk menukar keutamaan hartanya
dengan Yesus. Orang muda yang kaya itu lebih mengasihi harta ketimbang Yesus.
Petrus mengamati peristiwa ini. Dalam logika Petrus, jika ia sudah mengikut
Yesus dan meninggalkan segalanya, tentulah upah yang diterimanya lebih besar
dari harta yang dimiliki orang muda yang kaya itu.
Sekarang waktunya untuk
bertanya kepada Yesus, apa yang akan diperoleh Petrus? Bagaimana Tuhan Yesus
menjawab permintaan Petrus?
Yesus memenuhi permohonan Petrus dengan menunjuk
tiga hak istimewa yang diterima para pengikut-Nya. Tiga hak istimewa itu
adalah: menghakimi dua belas suku Israel dan menerima seratus kali lipat serta
memperoleh hidup kekal (Matius 19:28-29). Tiga hak istimewa yang membedakan
murid-murid Yesus dengan manusia lainnya yang bukan murid Yesus. Istilah
menghakimi dapat menunjuk kepada jabatan atau tugas. Murid-murid diangkat
menjadi hakim atau murid-murid diberi tugas untuk menghakimi selama periode
tertentu. Murid diberi hak istimewa sebagai pemimpin pada waktu penciptaan
kembali (19:28). Apa maksudnya penciptaan kembali? Ungkapan penciptaan kembali
menunjuk kepada periode antara kenaikan Yesus ke surga setelah bangkit dari
kematian dan kedatangan Yesus yang kedua kali. Tidak hanya jabatan dan tugas
sebagai pemimpin, murid juga diberi hak istimewa menerima kembali seratus kali
lipat dan akan memperoleh hidup kekal.
Tuhan Yesus mengabulkan permintaan Petrus. Ada
upah tersedia bagi mereka yang mengikut Yesus. Itu hak istimewa yang diberikan
kepada murid-murid Yesus. Tetapi Tuhan Yesus segera mengingatkan mereka melalui
suatu perumpamaan bahwa semua manusia pada dasarnya setara. Perumpamaan yang
lebih tepat disebut sebagai perumpamaan tuan dan pekerja Tuhan Yesus
mengajarkan tentang kesetaraan manusia. Tidak ada manusia yang lebih berharga
atau lebih tinggi dari manusia lainnya. Apa maksud setara disini? Kesetaraan
dalam hal apa? Kesetaraan dalam kesempatan? Kesetaraan dalam ekonomi? Bukan!
Kesetaraan yang dimaksud adalah kesetaraan sebagai manusia. Pengakuan manusia
lain sebagai manusia. Itulah kesetaraan. Maksudnya manusia harus memperlakukan
manusia lainnya sebagai manusia, bukan sebagai benda atau objek. Yesus
menyadarkan murid-murid-Nya akan kesetaraan semua manusia. Jika mereka
menyadari kesetaraan manusia, tidak masuk akal bila mereka menuntut, seperti
pertanyaan Petrus, apa yang akan kuperoleh? Meskipun murid-murid menerima tiga
bentuk hak istimewa, mereka harus menyadari bahwa itu semua adalah pemberian.
Pemberian yang berasal dari kasih Yesus. Kasih itu memberi bukan menuntut.
Yesus menjawab tuntutan Petrus karena kasih-Nya kepada Petrus. Tuntutan Petrus
dijawab Yesus dengan kasih yang memberi. Lebih jauh Yesus memperlihatkan bahwa
kasih dalam bentuk terdalam berarti memberi hidup kepada orang lain (Matius
20:17-19).
Tetapi apakah murid-murid mengerti ajaran Yesus?
Tidak. Dua murid lain yang juga dekat dengan Yesus, disamping Petrus, yakni
Yakobus dan Yohanes meminta posisi terhormat dalam kerajaan Yesus. Ungkapan
‘tahta kemuliaan’ pada 19:28 membuat mereka cemas dan cemburu. Apakah Petrus
memperolehnya? Bagaimana mereka berdua? Apa yang mereka peroleh? Mereka tidak
rela jika Petrus memperolehnya. Apa akal? Yohanes dan Yakobus melibatkan ibunya
dalam pertarungan memperoleh kemuliaan lebih besar dari Petrus.Yakobus dan Yohanes
meminta kuasa pada Yesus. Mereka ingin lebih besar dan berkuasa dari Petrus.
Bagaimana Yesus merespons permintaan mereka?
Yesus mengingatkan Yakobus dan
Yohanes bahwa permintaan mereka tidak seperti yang mereka bayangkan. Mereka
membayangkan posisi mulia di samping tahta kemuliaan Yesus. Tetapi Yesus
menunjuk pada arah berbeda yakni ke arah salib. Itulah sebabnya Yesus menjawab
‘Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum’ (20:22). Cawan yang dimaksud
di sini adalah murka Allah atau penghukuman Allah. Yesus melihat salib. Salib
adalah tempat di mana Allah mencurahkan murka-Nya. Dalam penglihatan demikian
tentu tidak mungkin kedua murid berada di salib di sisi kiri dan kanan-Nya.
Posisi di kiri dan kanan Yesus adalah para pencuri seperti dilaporkan dalam
27:38.
Posisi yang dalam pengertian Yesus telah ditentukan oleh Bapa-Nya
seperti tertulis dalam Yesaya 53:12 ‘ia
terhitung di antara pemberontak-pemberontak’. Terhadap jawaban Yesus kedua murid menegaskan
bahwa mereka sanggup meminum cawan. Tetapi maksud murid-murid seperti terlihat
dalam 26:33-35 merupakan suatu sikap bahwa mereka bersedia membayar harga untuk
memperoleh kemuliaan kelak yang akan diberikan Yesus di sisi kiri dan
kanan-Nya. Mereka memahami penderitaan Yesus yang disampaikan pada 20:17-19
hanya sebatas penderitaan dalam perjuangan untuk mencapai kesuksesan. Kekuasaan
dan sukses diperoleh setelah melewati penderitaan. Ini pikiran murid-murid,
bukan pikiran Yesus. Meski demikian, Yesus membenarkan bahwa murid-Nya akan
meminum cawan. Apa maksudnya? Apakah kedua murid kelak akan mati martir? Hanya
Yakobus yang martir sekitar tahun 44 EK (Kisah Para Rasul 12:1-2), sedang
Yohanes tidak. Mungkin maksudnya menunjuk kepada kesediaan murid kelak untuk
meneladani Yesus. Teladan dalam hal apa? Kasih. Mengasihi manusia berarti
melayani bahkan memberi hidup. Melayani dan memberi hidup tidak lain merupakan
suatu bentuk kuasa. Kuasa yang berbeda dengan kuasa dunia ini (20:25). Yesus
tidak menolak kuasa dunia ini. Tetapi Yesus sedang memberi alternatif lain
terhadap suatu bentuk kuasa yang dikenal manusia. Kuasa yang lebih besar yakni
melayani dan memberi hidup. Yesus memberi hidup-Nya kepada semua orang, bukan ‘banyak
orang’ seperti terjemahan LAI-TB. Istilah ‘polloi’ lebih bersifat inklusif
(semua) ketimbang eksklusif (banyak). Terjemahan yang tepat adalah ‘untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi semua orang’.
Pertanyaan Petrus, kelihatannya sederhana. Tetapi
jawaban Yesus yang panjang menyingkapkan pertanyaan Petrus merupakan pertanyaan
penting. Pertanyaan Petrus menyingkapkan tiadanya kasih karena ingin memperoleh
ketimbang memberi. Pertanyaan Petrus menafikan kesetaraan manusia karena ia
memiliki hasrat untuk mengekploitasi manusia lainnya untuk kepentingan diri
sendiri. Pertanyaan Petrus menguak sikap ingin menguasai karena ingin dilayani
ketimbang melayani. Jika Petrus, seorang murid yang dekat dengan Yesus, sampai
mengutarakan keinginan demikian, barangkali tidak salah jika dikatakan bahwa
pada dasarnya manusia memiliki mentalitas apa yang kuperoleh dalam dirinya. Ada
manusia yang berhasil mengartikulasikan hasrat tersebut bahkan menggapainya
dengan berbagai cara. Tetapi lebih banyak manusia tidak memenuhinya. Mentalitas
seperti itu perlu ditransformasi secara radikal. Mentalitas apa yang kuperoleh
tidak sesuai dengan norma kerajaan Allah. Cara pandang Petrus demikian perlu
diubah radikal. Bukan mentalitas apa yang kuperoleh melainkan mentalitas apa
yang kuberi yang perlu ditumbuhkembangkan oleh setiap pengikut Yesus.
Mentalitas apa yang kuberi? Mencerminkan kasih yang didasarkan pada kesadaran
kesetaraan manusia dan merupakan implementasi kuasa yang melayani orang lain.
Ringkasnya, konsep-konsep kasih, keadilan dan kuasa terangkum ringkas dalam
sikap hidup apa yang kuberi?
Sebagai warga kerajaan Allah yang melayani di
bidang medis, mulailah hari dengan pertanyaan apa yang kuberi hari ini kepada
sesamaku? Cobalah melihat pasien bukan dalam kerangka pikir apa yang kuperoleh
dari pasien ini?, melainkan melihatnya dengan kacamata norma kerajaan Allah,
apa yang kuberi kepadanya hari ini? Dengan memiliki sikap hidup apa yang
kuberi, hidup lebih bermakna dan berarti. Bukankah kasih itu berarti memberi?
Dan bukankah memberi lebih berbahagia dibanding menerima?
_________________________________________________________________
"Apakah yang Aku Peroleh" oleh Pdt. Armand Barus
Dalam Majalah Samaritan Edisi Tahun 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar