Bicara tentang misi berarti bicara tentang pengutusan.
Karena kata latin missio berarti pengutusan. Siapa yang mengutus, siapa
yang diutus, dan aspek-aspek penting apa saja yang terdapat dalam pengutusan
tersebut? Saya akan mulai drngan menjawab dua pertanyaan pertama. Siapa yang
mengutus? Siapa yang diutus?
Salah satu ayat yang banyak diacu oleh para sarjana setiap
kali berbicara tentang misi adalah Yohanes 20:21. Bunyinya dalam bahasa Latin,
sicum misit me Pater, et ego mittos vos. Artinya, "sama seperti Bapa
mengutus (misit) Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus (mitto) kamu."
Siapa yang mengutus? Pertama-tama, Allah Bapa. "Bapa mengutus...,"
kata Tuhan Yesus. Selanjutnya, Allah Anak. "Aku mengutus ...." Dari
sini, muncullah salah satu tema utama dalam Misiologia, yaitu Missio Christi.
Pengutusan Kristus. Dalam arti, pertama, Kristus diutus oleh Allah, dan
selanjutnya, Kristus mengutus murid-murid-Nya.
Siapa yang diutus? Pertama, Anak Allah. "Bapa mengutus
Aku," kata Tuhan Yesus.
Selanjutnya, para murid. "Aku mengutus kamu." Dan akhirnya, Gereja
alias orang-orang percaya di segala abad dan tempat, yang merupakan buah
pelayanan dan sekaligus pewaris ajaran dari para rasul. Dari sini, muncullah tema
utama lainnya dalam Misiologia, yaitu Missio Ecclesiae. Pengutusan Gereja.
Dalam arti, Gereja diutus oleh Kristus atau Kristus mengutus Gereja.
Apa hubungan antara Missio Ecclesiae dan Missio Christi?
Jawabnya, sesungguhnya Missio Ecclesiae adalah kelanjutan dan perluasan dari
Missio Christi. Dan keduanya, bersama-sama dengan Missio Apostolarum
(Pengutusan Para Rasul), merupakan bagian dari Missio Dei (Keseluruhan
Pekerjaan Allah Menyelamatkan Dunia).
Pokok Missio Ecclesiae sebagai kelanjutan dan perluasan dari
Missio Christi inilah yang ditunjukan oleh penulis Injil Markus dalam pasal 6.
Khususnya ay.7-30, yang merupakan satu unit (tentang pengutusan kedua belas
murid). Perhatikan kesejajaran yang sangat kuat antara penutup bagian
sebelumnya, pasal 6:6b ("Lalu Yesus berjalan berkeliling dari desa ke desa
sambil mengajar"), dan penutup bagian ini, pasal 6:30 ("Kemudian
rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya
semua yang mereka kerjakan dan ajarkan").
Yang pertama merangkum misi Yesus. Sedangkan yang kedua misi
murid-murid. Dalam keduanya, muncul kata Yun. didasko. Artinya, mengajar.
Dengan demikian, penulis menyejajarkan misi Yesus dengan misi murid-murid.
Murid-murid melanjutkan apa yang Kristus kerjakan. Setiap orang yang menyebut
dirinya murid Kristus mengerjakan hal yang sama. Missio Ecclesiae adalah
kelanjutan dan perluasan dari Missio Christi. Misi Gereja adalah kelanjutan dan
perluasan dari Misi Kristus.
Kalau begitu, aspek-aspek penting apa saja yang terdapat
dalam Misi Gereja? Tentunya itu juga aspek-aspek penting yang terdapat dalam
Misi Kristus.
Nats kita hari ini mengajak kita melihat setidaknya tiga
aspek penting dari Misi Gereja. Pertama, sasaran dari Misi. Kedua, agenda utama
dari Misi. Dan ketiga, penyertaan ilahi dalam Misi.
Sasaran dari Misi (ay. 12-13)
Sasaran dari misi adalah manusia seutuhnya. Itu berarti
bukan hanya manusia lahiriah, tetapi juga manusia batiniah. Tugas seorang
misionaris atau utusan Injil adalah menjawab kebutuhan-kebutuhan baik jasmani
maupun rohani.
Perhatikan baik-baik apa yang dikatakan oleh Kitab Suci
tentang pokok ini. Rangkuman dari semua yang dikerjakan oleh murid-murid selama
masa pengutusan tertulis dalam ayat 12-13: "Lalu pergilah mereka
memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan
mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka."
Pertanyaannya, apa yang menjadi obyek atau sasaran pelayanan mereka? Kita perlu
menemukan jawaban yang benar dari pertanyaan ini, agar tidak terjerumus atau
terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada program. Atau pada
uang. Atau pada minat-minat dari kelompok-kelompok tertentu.
Gereja sebagai lembaga harus memiliki program yang jelas.
Gereja juga membutuhkan uang untuk menjalankan program tersebut. Dan di dalam
gereja, tidak dapat dipungkiri, hadir banyak kelompok dengan minat
masing-masing. Tetapi program dan uang tidak boleh menjadi tujuan akhir.
Keduanya hanya sarana untuk mencapai sasaran sesungguhnya. Juga minat-minat kelompok.
Mereka tidak boleh memaksakan diri untuk menjadi tujuan akhir, tetapi harus
tunduk dan mengabdi kepada minat Allah sendiri.
Kembali kepada pertanyaan, apa yang menjadi obyek atau
sasaran pelayanan para murid? Jawabnya, bukan program. Bukan uang. Bukan juga
minat mereka. Tetapi manusia seutuhnya. Mereka bukan melayani program. Bukan
mengabdikan diri kepada uang. Bukan juga memuaskan minat manusia. Tetapi
melayani manusia seutuhnya. Mengabdikan diri kepada manusia seutuhnya. Dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia seutuhnya. Bagaimana caranya? Mengajak
manusia bertobat dari dosa-dosanya. Tetapi juga menyembuhkan manusia dari
sakitnya. Dengan kata lain, dengan menjawab kebutuhan-kebutuhan baik jasmani
maupun rohani. Kesehatan dan keselamatan jiwa-raga.
Bagaimana cara para murid mengajak umat bertobat dari
dosa-dosa mereka? Apa isi berita mereka? Tidak lain dari isi berita Kristus
sendiri: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah
dan percayalah kepada Injil!" (1:15).
Bagaimana cara mereka menyembuhan orang-orang yang sakit?
Menarik sekali. Kitab Suci menjawab, "Mengoles .... dengan minyak."
Minyak apa ini? Dapat dipastikan, minyak zaitun. Di dunia kuno, minyak tersebut
digunakan secara luas sebagai obat (lih. Yes. 1:6; Luk 10:34; Yak 5:14).
Di sini kita berjumpa dengan aspek medis dari Injil. Injil
bukan hanya menyadarkan manusia berdosa akan keberdosaan mereka, mengatar
kepada penyesalan yang sejati dalam hati mereka, serta membangkitkan iman yang
sejati kepada anugerah Allah yang menyelamatkan. Tetapi juga memperbarui aspek
lahiriah manusia dan memberikan kesembuhan. Dengan kata lain, pekerjaan Injil
atas hidup manusia bersifat holistik. Artinya, memperbarui manusia seutuhnya.
Lahir dan batin. Jiwa dan raga. Roh dan tubuh.
Apa yang Kitab Suci ajarkan tentang keutuhan dalam diri
manusia? Amsal 14:30 berkata, "Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi
iri hati membusukkan tulang." Terjemahan NIV berbunyi, "A heart at
peace gives life to the body, but envy rots the bones." "Hati yang
damai menghidupkan tubuh, ...." Pernyataan ini menyatakan dan menegaskan,
bahwa kondisi batiniah kita memengaruhi kondisi lahiriah kita. Aspek rohani dan
aspek jasmani dari manusia demikian menyatu. Keduanya harus menjadi sasaran
dari pekerjaan Injil.
Tuhan Yesus sendiri melayani manusia seutuhnya. Apa yang
murid-murid lakukan selama masa pengutusan mereka mengacu kepada teladan-Nya
yang sangat agung. Contohnya, apa yang diperbuat-Nya terhadap seorang perempuan
yang sakit pendarahan dalam bagian sebelumnya (pasal 5:25-34). Si wanita sudah
dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Mungkin karena ketidakseimbangan
hormon dalam tubuhnya. Akibat pendarahan tersebut, ia kurang darah, lemah dan
tidak mampu mengerjakan tugas-tugas rumah tangganya dengan baik. Menurut
analisis seorang dokter, karena faktor ketidakseimbangan hormon, ia tidak dapat
hamil. Ia mengalami masalah ginekologi yang sangat serius dan menahun. Belum
lagi kenyataan, bahwa ia dipandang najis oleh masyarakat. Menurut Imamat 15:19,
seorang perempuan najis selama masa menstruasi dan tujuh hari sesudahnya.
Tetapi si wanita najis selama dua belas tahun, karena selama itu pendarahannya
tidak pernah berhenti. Ia menajiskan semua yang disentuhnya. Kalau ia sudah
menikah, yakinlah bahwa suaminya telah menceraikannya. Keluarganya telah
mengusirnya. Teman-temannya telah menjauhinya. Akhirnya, seperti dilaporkan
oleh Kitab Suci, seluruh uangnya telah dihabiskannya untuk berobat dan hasilnya
sia-sia.
Bayangkan juga kondisi psikologisnya. Sedih, tertolak,
berbeban berat, pahit dan mungkin marah kepada masyarakat. Bahkan kepada Allah.
Bisa jadi beban hidupnya yang paling berat adalah masalah rohani. Karena najis,
ia tidak dapat pergi ke tempat ibadah untuk berdoa kepada Tuhan. Ia tidak dapat
mengakui dosa-dosanya dan memohon pertolongan Tuhan.
Kedatangan Tuhan Yesus membangkitkan sedikit harapan di
hatinya. Tapi ia sadar, bahwa dengan kondisi seperti itu, ia tidak dapat
menghampiri Tuhan Yesus untuk memohon pertolongan-Nya. Bisa-bisa, belum juga
sampai ke hadapan-Nya, ia sudah mati dirajam batu oleh orang banyak. Sebenarnya
ia bisa meminta sanak keluarganya untuk menghampiri Tuhan Yesus dan memohon
pertolongan baginya. Tapi apa daya, mereka semuanya telah menyingkirkannya.
Dalam kesedihannya, ia melakukam tindakan nekad. Kitab Suci berkata, bahwa ia
mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya.
Apa yang terjadi? Seketika itu juga ia merasa, bahwa
tubuhnya sudah sembuh dari sakit. Seharusnya persoalan selesai sudah.
Kesembuhan jasmani yang dinantikannya selama bertahun-tahun akhirnya diperoleh.
Tetapi ternyata kisah berlanjut. Tuhan Yesus mengetahui, bahwa ada tenaga yang
keluar dari diri-Nya, lalu berpaling dan bertanya, "Siapa yang menjamah
jubah-Ku?" Si wanita menjadi takut dan gemetar, lalu maju dan tersungkur
di hadapan Yesus serta mengakui perbuatannya. Ia hanya bisa pasrah menunggu
kata-kata kutukan dari banyak orang karena menajiskan mereka dengan
kehadirannya. Tapi, apa yang terjadi? Sebaliknya dari kutukan, ia memdengar
ucapan yang begitu indah: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.
Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"
Apa yang Yesus berikan kepadanya? Ada tiga. Pertama,
penerimaan. Kedua, kesembuhan. Dan ketiga, pemulihan posisinya di tengah-tengah
masyarakat.
Para sarjana medis telah menemukan bukti-bukti ilmiah yang
mendukung pernyataan Kitab Suci berusia ribuan tahun tersebut. Mereka menjumpai
kenyataan, bahwa stres atau tekanan hidup yang berlarut-larut akan mempengaruhi
hormon adreno-corticak, yang pada gilirannya akan mempengaruhi fungsi dan
banyak sistem organ tubuh.
Pengalaman klinik sendiri menunjukan ketidakcukupan
pelayanan pada aspek fisik saja. Ternyata, banyak jenis penyakit fisik,
sebutlah tekanan darah tinggi, gangguan kekebalan diri, sindrom radang kronis,
bahkan beberapa kanker ganas, menyangkut unsur kejiwaan, yaitu ketidakmampuan
seseorang dalam menghadapi stres. Stres juga mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh. Memperlemah resistansi tubuh dari infeksi, serta menghambat proses
kesembuhan dan pemulihan. Karena itu, pelayanan jasmani perlu dilengkapi dengan
pelayanan rohani. Dan telah terbukti juga secara klinis, bahwa
aktivitas-aktivitas rohani ternyata memiliki dampak positif yang sangat besar
terhadap proses pemulihan dari penyakit.
Jadi, baik ilmu kedokteran maupun pengalaman klinik
memastikan, bahwa pikiran, perasaan dan tubuh manusia merupakan aspek-aspek
yang sangat terkait dan berpengaruh satu terhadap yang lain. Injil harus
menyentuh semuanya itu.
Konon, di Rumah Sakit Vanga, di Republik Demokrasi Kongo,
pernah bekerja seorang staf wanita bernama Matala. Orang-orang di rumah sakit
itu menyebutnya "dokter hati". Ia bukan kardiolog. Tapi ia tahu,
bagaimana menyembuhkan hati yang patah dan jiwa yang terluka. Pekerjaannya
adalah memperkenalkan Tuhan Yesus kepada setiap penderita sakit di rumah sakit
tersebut. Dan banyak sekali pasien yang sembuh karena pelayanannya. Saudara
mungkin tidak bisa jadi dokter medis, tapi Saudara bisa jadi "dokter
hati".
Agenda Utama dari Misi (ayat 7)
Kitab Suci berkata, "Ia memberi mereka kuasa atas
roh-roh jahat" (ay 7b). Perhatikan baik-baik. Apa yang Tuhan Yesus berikan
kepada murid-murid ketika mengutus mereka? "Kuasa atas roh-roh
jahat." Hal yang sama juga dikemukakan dalam ps. 3:15, "kuasa untuk
mengusir setan."
Pernyataannya, mengapa kuasa atas roh-roh jahat, bukan atas
alam atau penyakit? Padahal, bukankah keduanya sering menghancurkan hidup
manusia? Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab, supaya kita mengerti
secara tepat apa yang seharusnya menjadi agenda utama dari misi Kristen. Kalau
agenda utama dari pelayanan kira adalah memberitakan kesembuhan dari luka-luka
fisik, yang kita butuhkan adalah kuasa atas alam atau penyakit. Tetapi bukan
itu yang diberikan oleh Tuhan kita. Berarti, agenda utama dari pelayanan kita
bukan memberitakan kesembuhan dari luka-luka fisik. Lalu, apa? Kitab Suci
berkata, "Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus
bertobat" (ayat 12). Murid-murid diutus untuk mengajak umat bertobat dari
segala dosa mereka. Agenda utama dari pelayanan mereka adalah memberitakan
pertobatan dari segala dosa. Kalau begitu, apa yang murid-murid butuhkan?
"Kuasa atas roh-roh jahat". Yang menghalangi manusia untuk bertobat
bukan malapetaka. Bukan juga penyakit. Malah keduanya seringkali Tuhan pakai
untuk mendorong manusia untuk bertobat. Yang menghalangi manusia untuk bertobat
adalah roh-roh jahat. Karena itu, harus diusir dengan kuasa Tuhan Yesus. Karena
itu, murid-murid membutuhkan kuasa atas roh-roh jahat.
Pernyataan Ilahi dalam Misi (ay. 8-11)
Kebanyakan manusia berusaha membingkai hidup mereka dengan
kemapanan. Di dalam bingkai itu, mereka berusaha melukiskan hidup mereka yang
terpelihara dengan baik. Ada rumah yang besar, mobil yang mewah, tabungan yang
berlimpah, dan sebagainya. Tetapi, apakah kemapanan mampu memelihara hidup
manusia secara sempurna? Kitab Suci berkata, "Apa gunanya ...."
Bingkai hidup orang Kristen bukan kemapanan, tetapi Misi Gereja. Yang
membingkai bukan dia, tetapi Kristus sendiri. Ingat Yobanes 20:21. Dia yang
mengutus kita. Dan di dalam bingkai itu, tangan Tuhan sendiri memainkan kuas
untuk melukiskan hidup hamba-Nya yang dipelihara secara sempurna. Yang muncul
bukan seorang yang dikelilingi oleh rumah yang besar, mobil yang mewah,
tabungan yang berlimpah, dan sebagainya. Tetapi orang yang sangat sederhana.
Tanpa roti di tangan. Tanpa bekal di punggung. Tanpa uang di saku. Cuma tongkat
di tangan. Sepasang alas kaki. Dan baju satu-satunya yang menempel di tubuh. Di
hadapannya, jalan yang panjang, berliku-liku, penuh kerikil dan berbatu-batu.
Memang banyak rumah di sekelilingnya. Tapi tidak satupun miliknya. Ada yang
membuka pintu baginya dan mempersilahkannya masuk. Tapi banyak yang menutup
pintu rapat-rapat baginya. Namun demikian, lihat! Dengan wajah berseri-seri ia
melangkah dengan tegap. Tidak ada kekuatiran tentang apa yang akan ia makan,
minum, atau pakai. Tidak juga ada ketakutan mengalami penolakan dari orang lain
yang dihampirinya. Mengapa? Ah, jawabannya ada di langit. Di sana, wajah Allah
yang lembut dan penuh cinta kasih memandangnya untuk memberikan pertolongan
yang dibutuhkannya setiap saat.
_____________________________________________________
"Sasaran Pelayanan Manusia Seutuhnya" oleh Pdt. Erick Sudharma
Dalam Majalah Samaritan Edisi 2 Tahun 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar