Sabtu, 22 Oktober 2011

GRASPING HEAVENS (3b)

(sambungan...)

3. High Road Pray (Perjalanan Doa yang penuh tantangan)

Kuliah mulai. Tami tinggal sekamar dengan Kathy dan Pam, ketiganya menjadi sahabat dekat. Mereka menjadi apa yang disebut “forever friends” seperti yang diimpikan Tami. Segera saja kehidupan Tami di Wheaton College terasa memuaskan dan membahagiakan. Dia menikmati tantangan intelektual dari lingkungan kampus dan bertukar pikiran baik dengan rekan mahasiswa maupun dosen-dosennya.

Tami bergabung dengan Tim Renang Wheaton College dimana kemudian dia memperoleh lebih banyak teman, termasuk pelatihnya. Dia berlatih renang dengan setia dan tekun, dia merasa seperti apa yang dikatakan Rasul Paulus “melatih tubuh”. Baginya, disiplin fisik juga merupakan disiplin spiritual. Tami berenang 500 dan 1500 M, suatu pertandingan yang membutuhkan daya tahan tinggi. Ketika teman-teman satu timnya berbaris di pinggir kolam dan menyemangatinya, dia seakan melihat “sekumpulan saksi yang berbaris menyambutnya memasuki surga…”

Bagi setiap orang, Tami dikenal sebagai seorang mahasiswa yang tekun, baik hati dan suka membantu mereka yang membutuhkan.

“Tami, apa yang sedang kamu lakukan…? Besok ujian…kamu sudah belajar?

“Aku sedang menghafal ayat-ayat Alkitab, Kathy… Aku ingin melakukannya malam sebelum ujian..”

“Menghafal ayat Alkitab..? Kathy heran.

“Ya, sejak umur 9 tahun aku sudah menghafal ayat-ayat Alkitab secara regular. Orang tuaku membaca di sebuah artikel…Dobson atau apa…aku tidak ingat, mereka membaca bahwa disiplin seperti ini bagus untuk anak-anak” Mata Tami berbinar-binar’. “Well, mulanya aku menentangnya tetapi semakin dewasa aku melihat keuntungannya dari menghafal keseluruhan bagian Alkitab. Teks Alkitab ini menjadi bagian dari cara berpikirku. Aku sudah menghafal seluruh kitab Filipi…”

“Seluruh kitab Filipi..?” Kathy terkesan.

“Ya, perlu beberapa bulan, tapi sekarang aku benar-beanr suka kitab ini..”

“Tami, dan bagaimana dengan persiapan kamu untuk ujian ?”

“Aku sudah menyelesaikannya tadi malam…”

“Maukah kamu menjelaskan bagian ini padaku..?” tanya Kathy sambil membuka bukunya.

“Ya, tentu saja..”

Mereka menghabiskan berjam-jam berikutnya untuk persiapan ujian mereka.

Sahabat karib Tami satu lagi adalah Suzie, yang bertumbuh dalam lingkungan keluarga misionari di Amerika Selatan dan Tami sangat senang mendengar ceritanya. Mereka berdua bisa keasyikan ngobrol soal misi.

“Di Chicago Inner City Kids butuh tutor. Mungkin itu bisa jadi kesempatan buat kita untuk melayani sekarang” Tami dan Suzie menghabiskan waktu senggang mereka untuk melayani kebutuhan khusus anak-anak di tempat ini.

Mary Macaluso dan keluarganya pindah ke Wheaton pada saat yang kira-kira hampir bersamaan dengan Tami. Keluarga Macaluso adalah teman keluarga Fisk bahkan sebelum Tami lahir. Tami sering berakhir pekan dengan mereka, bercerita apa saja yang dipelajarinya di Wheaton College. Mary juga sering menyemangatinya saat dia bertanding renang. Keluarga Macaluso hampir seperti keluarga kedua bagi Tami.

Tami terkenal dikalangan teman-teman sekampusnya, dan menarik perhatian teman-temannya yang pria. Salah satunya tertarik dan ingin membangun hubungan dengan Tami. Pria ini seorang Kristen yang sungguh-sungguh, tampan, dan cerdas ingin berbagi kasih secara khusus dengan Tami. Setiap kali bertemu dengannya Tami selalu merasa berdebar-debar, dan mereka akhirnya berkencan. Meski demikian Tami memendam satu pertanyaan dalam hatinya: “apakah dia (pria itu) tertarik juga melayani di ladang misi? Mereka pergi mendaki bersama, dan tidak lama kemudian Tami mengetahui bahwa meskipun sepertinya mereka berdua sangat cocok dalam hampir semua hal, namun pria ini tidak tertarik untuk melayani di luar negeri. Tami tidak ingin menunda keputusannya, jadi meskipun menyakitkan baginya tetapi karena dia yakin itu adalah hal yang benar yang harus dilakukannya maka mereka akhirnya putus dan tidak berkencan lagi.

Hal yang paling menarik bagi Tami adalah acara malam misi yang diadakan secara rutin di Wheaton di mana para misonaris dari seluruh dunia diundang untuk membagi kisah pelayanan mereka. Malam yang paling berkesan bagi Tami adalam malam bersma Dr. Helen Rosevaere, seorang doker medis yang melayani suku Belgian Congo. Dia membangun sebuah RS yang dibangun dari bata buatan tangan sendiri, membekalinya dengan obat-obatan dan selama bertahun-tahun mengobati pasien-pasien malnourished, merawat penderita kusta, membantu kelahiran bayi dan melakukan amputasi.

“Itu semua hal yang ingin aku lakukan juga…”pikir Tami saat mendengar kisah Dr. Rosevaere.

Pelayanan Dr.Rosevaere berakhir tragis karena pecahnya revolusi berdarah, suatu masa lima bulan yang mengerikan dimana banyak misonari dibunuh dan hampir seperempat dari satu juta penduduk Afrika yang tidak bersalah terbunuh.

Malam itu Helen Rosevaere membagikan pengalaman pelayanannya yang terakhir. “Waktu itu ada satu kerumunan orang yang marah. Tiba-tiba dua orang laki-laki masuk ke rumah saya, mendatangi saya dan memukuli saya berulang-ulang. Saya kehilangan gigi belakang saya karena tendangan cepatu boot tentara malam itu. Mereka memecahkan kacamata saya, dan tanpa bisa melihat, saya merasa sangat tidak mampu membela diri. Saya tidak meragukan Tuhan. Saya tidak pernah meragukan Tuhan. Tetapi saat itu saya merasa DIA meninggalkan saya dan membiarkan saya mengatasi masalah saat itu sendirian” Tami benar-benar terhanyut. Bagaimana seorang misionari yang ternama ini mengatasi situasi itu? Pikirnya.

“Hari-hari berikutnya kami ditahan dan di bawa ke depan Juri di hadapan tentara pemberontak. Itu sudah direkayasa, kami tahu mereka ingin membunuh kami”. Tami pikir tidak adil kalau seorang misionari yang telah memberi hidupnya untuk melayani Tuhan “dihadiahi” kekejaman dan penderitaan seperti itu. Dia terus mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Saya yakin sekali bahwa Tuhan, Pencipta yang Maha Tinggi ada di sana saat itu” lanjut Dr. Rosevaere. “waktu itu Tuhan seakan bertanya pada saya: ‘…bisakah kamu percaya pada-KU dalam situasi sulit ini, bahkan ketika AKU tidak pernah memberitahu kamu mengapa ini terjadi…?”

Dia berhenti sejenak. “Anda tahu, itu suatu pengetahuan baru yang menghancurkan hati, membuat saya terdiam. Tapi kemudian saya berdoa: ‘… Ya Tuhan, sekiranya pun ini memang sesuai maksud dan kehendak-MU aku percaya pada-Mu…bahkan jika aku tidak mengerti mengapa…’ Tuhan tidak mengambil kejahatan, kekejaman atau pun rasa sakit. Semua itu masih di sana, tetapi DIA mengganti rasa takut saya dengan damai sejahtera”

Dr. Rosevaere kemudian menceritakan bagaimana kemudian Tuhan memakainya mengubah konflik rasial itu menjadi harmonis. Bukannya membunuhnya, 800 tentara pemberontak itu justru akhirnya memohon maaf dan melakukan rekonsiliasi. Dr. Rosevaere menegaskan dengan pasti bahwa Tuhan tidak pernah memberi yang jahat, tetapi mengambil apa yang jahat dan menjadikannya baik. “Tuhan menggunakan saya sebagai alat perdamaian dan harmoni di Negara itu.

“Mengapa Allah yang adalah kasih mengizinkan penderitaan terjadi?” lanjutnya. “Banyak sekali orang-orang yang bertanya pada saya mengenai ini. Bagi saya pertanyaan itu sendiri adalah sebuah kontradiksi. Kasih dan penderitaan sama sekali tidak bisa dipisahkan.” Wajahnya bersinar. “Karena begitu besar kasih Tuhan kepada kita sehingga Dia telah memberi Putra-Nya disalibkan. Karena Dia mengasihi, Dia menderita, memberi kepada kita suatu teladan untuk mengikuti-Nya.”

Tami menyerap setiap kata. Dia semakin yakin mengikut Kristus dengan keberanian dan kepercayaan yang sama seperti yang diperlihatkan Helen Rosevaere. Selesai itu, Tami turun mendekati Dr. Rosevaere.

“Hai, nama saya Tami Fisk, dan saya sedang bersiap diri untuk menjadi seorang dokter misionaris” katanya memperkenalkan dirinya. “Saya sangat menghargai dan terkesan dengan pelayanan Anda selama Anda di Congo. Bolehkah saya menanyakan sesuatu pada Anda?”

Dr. Rosevaere tersenyum dan mengundang Tami duduk di salah satu sudut yang agak tersembunyi.

“Saya ingin bertanya soal hidup melajang bagi seorang dokter misionaris” dengan hati-hati Tami menyampaikan pertanyaannya. “Saya tahu Anda seorang lajang dan tetap melajang hingga saat ini. Mengapa? Apakah ini bagian dari pengorbanan Anda?”

Dr. Rosevaere berhenti dan berpikir sejenak sebelum menjawab. “Tami, yang paling pertama ingin saya katakana adalah Tuhan tidak menginginkan pengorbanan. DIA menghendaki ketaatan kita. Beberpa orang tahu bahwa Tuhan menghendaki mereka untuk hidup melajangsepanjang hidup mereka. Bagaimana dengan kamu…apakah kamu memiliki perasaan yang pasti soal itu?”

Tami berpikir sejenak. “Hmm…saya tidak memiliki perasaan yang kuat bahwa saya harus hidup melajang. Sebaliknya saya kira saya ingin menikah. Tapi bagi saya, yang terpenting adalah menjadi seorang dokter misionaris dan melayani di mana saja Tuhan ingin saya melayani. Jelas hal ini yang lebih penting bagi saya dari pada menikah.”

“Tami, melajang adalah suatu pertimbangan praktis karena tempat yang akan kau datangi. Apakah kamu siap dengan hal ini?”

“Mungkin sulit, tetapi saya kira saya akan mempersiapkan diri untuk itu” jawab Tami.

“Menikah mungkin juga bisa sulit, Tami…Membawa anak-anak, memutuskan pendidikan yang terbaik, mendefinisikan peran-peran di dalam perkawinan di ladang misi…semua hal ini adalah hal-hal yang menantang” Dr. Rosevaere menatap mata Tami dan berkata: “Hal terpenting bagi seorang lajang adalah merasa puas dengan apa adanya diri kamu sekarang ini, lajang! Bila Tuhan menghendaki kamu menikah, jangan kuatir…Dia yang bertanggung jawab dan akan menuntun kamu kepada orang yang benar.” Tami mengangguk setuju. “Tami, mari kita serahkan hal ini pada Tuhan…” Kemudian mereka berdoa bersama.

“Satu hal lagi, Tami…” Dr. Rosevaere berkata sesaat sebelum mereka berpisah. “Pastikan kamu tidak menyerah pada keraguan dan menyesali topik ini, apa pun yang terjadi. Ingatlah bahwa Tuhan mengasihi kamu dan ingin yang terbaik untuk kamu. DIA layak dipercaya.”

Malam itu Tami memanggil kedua orang tuanya. “Bisakah kalian menerima jika aku tidak pernah menikah?” Ayahnya gusar. “Apa maksud soal ini?”

“Aku baru saja mengalami malam yang sangat mengagumkan dengan Dr. Rosevaere, seorang misionaris terkenal dari Congo. Kami bercakap-cakap soal hidup melajang, dan aku berkesimpulan bahwa meskipun aku tidak apa-apa juga kalau menikah tapi lebih baik kalau aku tetap melajang. Aku hanya ingin Ayah dan Ibu siap saja dengan kemungkinan ini.”

Dia duduk dan mencatat jurnal hariannya soal ini sehingga dia tidak akan lupa apa yang sudah dipelajarinya. Akankah Tuhan membentuk dirinya sama seperti Dr. Rosevaere? Dia melihat sepintas tulisan 10 halaman “High Road Prayer” dan kali ini bukannya membaca kata-katanya, Tami justru mulai mendoakan apa yang telah ditulisnya.

“Tuhan, aku percaya Engkau mendisiplin kami demi kebaikan kami, agar kami boleh bersekutu dalam kekudusan-Mu. Aku ingin lebih mengenal-Mu dan Anak-Mu Yesus di dalam mana tersembunyi seluruh rahasia hikmat dan pengetahuan (Kolose 2:3). Aku ingin “memotong daun jendela” sehingga aku bisa melihat apa yang benar-benar Engkau kehendaki. Memang Engkau berkata:’belajarlah dari-Ku’. Engkau telah berjanji menguatkanku dengan kuasa Roh-Mu sejak Engkau tinggal di dalamku. Bukan kekuatankun yang membawa perubahan-perubahan ini tetapi kuasa-MU yang bukan hanya memenuhi ciptaan tetapi juga mendiami diriku. Aku benar-benar ingin ‘cahayaku bersinar di hadapan orang sehingga mereka melihat perbuatanku dan memuji Bapaku di surga’ (Matius 5:16). Aku tahu Engkau akan terus membimbing aku dengan kehadiran-Mu dan memberiku cukup kekuatan untuk melakukan kehendak-Mu. Terima kasih mengasihiku tanpa syarat dan menolong aku mengasihi sesama. Amin..”

Begitu Tami membuka Alkitabnya ada satu ayat yang menarik perhatiannya. Itu adalah ayat yang mengakhiri “High Road Prayer”-nya, yang berbunyi: “…akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus..” (Filipi 1:6)

================== Bersambung ke GRASPING HEAVEN (4a)

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag