Senin, 08 Juni 2015

Kode Etik Profesi Dokter Rumusan Integritas Dokter

Secara pribadi saya berusaha terus memegang integritas. Menurut saya sebagai dokter, pada dasarnya semua profesi itu baik, termasuk profesi dokter. Hanya saja seorang dokter menjadi tidak baik kalau sekaligus juga seorang pedagang, artinya mengkomersialisasikan profesinya. Dokter yang berlaku sebagai pedagang, dalam arti kata cara-caranya, itu tidak baik. Anda tahu kan cara-cara pedagang? Bagaimanapun profesi dokter berhubungan erat dengan kemanusiaan, unsur kemanusiaannya menonjol. 

Banyak dokter melakukan 'pembelaan diri' dengan mengatakan : "Kita hidup di masyarakat. Karena itu tidak lepas dari pengaruh yang ada di masyarakat. Kita hidup perlu makan, perlu mobil." Tetapi tetap saja menurut saya, kalau kita membuat profesi kita sebagai pedagang, hal itu tidak benar. Memang ada perbedaan antara seorang dokter dengan pedagang. Saya mendapat tarif yang berbeda dari pasien yang saya rawat di VIP dengan di kelas IV, misalnya. Padahal perlakuan saya sama. Kalau pedagang kan tidak begitu? Saya sebagai pedagang akan menerapkan tarif yang sama kepada pembeli, tidak peduli kaya atau tidak.

Tentu saja saya sering mengalami konflik nilai (hal-hal yang bertentangan dengan kode etik/etika profesi sebagai dokter) ketika menangani pasien. Ada etika profesi dokter, yakni tidak boleh memberitahu rahasia penyakit pasien. Misalnya sebuah perusahaan yang karyawannya sakit meminta informasi penyakitnya kepada dokter yang memeriksa dan merawat karyawan tersebut, kami tidak boleh memberitahukannya, kecuali si dokter perusahaan meminta atas izin perusahaan yang bersangkutan. Atau kalau yang memeriksa pasien tersebut dokter perusahaan, boleh saja. Rahasia ini dijaga supaya pasien terlindung dan untuk menghindari dampak buruk si pasien, misalnya terancam dipecat, atau terisolasi. Rahasia penyakit juga tidak boleh diberitahukan kepada si pasien. Kenapa, supaya memudahkan proses diagnosa dan penyembuhannya. Kalau si pasien tahu dia mengidap penyakit tertentu, bisa saja dia shock lalu tidak mau (takut) memberitahukan dengan jujur apa yang dialaminya. Kecuali, si pasien memang menghendaki tahu penyakitnya. Itupun sebisa mungkin dihindari. Ini berlaku untuk semua jenis penyakit.

Sedemikian rupa harus dirahasiakan karena sudah merupakan sumpah kami sebagai dokter. Sebab antara pasien dan dokter harus erat hubungannya, supaya mereka bisa mengemukakan secara terbuka. Memang saya agak sering mengalami masalah dimana para dokter perusahaan meminta rahasia penyakit pasien/karyawan perusahaan tersebut. Kalau di luar itu tidak. Kalaupun harus dibocorkan, hanya hukum yang bisa melakukannya.
Saya tidak pernah disodori uang supaya membocorkan rahasia pasien. Kalaupun disodori akan saya tolak tegas. Yang sering saya alami adalah diminta membuat surat dokter fiktif. Misalnya seorang wanita yang sakit minta surat dokter, lalu kemudian dia juga minta surat dokter untuk suaminya. Nah ini yang saya tolak. Kepada anak saya pun saya tidak akan memberikan surat dokter kalau dia sakit. Kalau dokter saja tidak bisa dipercaya siapa lagi yang bisa dipercaya? Saya harus jujur mulai dari hal-hal yang kecil. Kalau sudah berdusta tidak baik. Sebab dusta itu, kalau dimulai dari yang kecil-kecil, maka akan terbiasa. Dusta itu kan termasuk dosa juga. Tidak ada bedanya dosa berbohong dengan mencuri. Kadang-kadang orang berpikir berbohong itu bukan dosa. Sebetulnya gampang saja kam membuat surat keterangan sakit? Bisa saja itu menolong pasien. Tapi kan itu seolah-olah menolong? Saya selalu berusaha untuk berjalan di rel yang benar. 

Sering saya disponsori oleh perusahaan obat/farmasi untuk menggunakan merek obat farmasi tertentu. Dan saya masih bergumul sampai sekarang, benar tidaknya kalau saya menerima sponsor itu? Yang paling nyata adalah kalau pada waktu saya mengadakan kongres, lalu pihak perusahaan farmasi itu datang pada saya dan mengatakan, "Dok, saya mau berpartisipasi dalam kongres sebagai sponsor." Mungkin dia lihat saya suka menggunakan obat mereka, lalu berusaha "mengikat" saya melalui tawaran sebagai sponsor. Nah, ini saya masih bergumul. Ini sogok atau bukan? Kalau jelas menyogok terus terang saya tolak.

Kalau ada istilah Kolusi, Korupsi, maka kini ada Kortusi. Kortusi itu ya, kejadian seperti yang saya alami. Karena saya sudah berbuat baik, lalu ada imbalannya. Misalnya, ketika saya merawat pasien, saya dari awal sudah menentukan tarifnya sampai sembuh. Lalu pasien itu memberi sesuatu sebagai ucapan terima kasih. Kan kortusi itu namanya?

Jelas tidak boleh ada hubungan kerja sama antara dokter dengan perusahaan farmasi, Hal ini melanggar kode etik. Dokter harus independen, tidak terikat kepada satu perusaaan farmasi apapun. Kalau memang obat itu berkhasiat dan cocok, silahkan dipakai. Kalau tidak cocok, tidak dipakai, ada atau tidak ada sponsor. Sikap saya menjadi demikian, jelas karena firman Tuhan dan doa. Saya berpegang pada ayat di Matius yang mengatakan, apa gunanya memperoleh seluruh dunia tapi kehilangan nyawanya? Saya punya titel dan kedudukan. Tapi apa artinya kalau saya masuk neraka? Saya meyakini bahwa kehidupan ini bukan hanya di dunia. Kita hanya musafir saja di dunia. Perjalanan  kita suatu saat akan terhenti. Tidak seperti falsafah orang Yunani yang mengatakan, marilah kita makan dan minum, berpesta pora sebab kita akan mati. Orang Kristen tidak seperti itu, sesudah ia mati akan ada kehidupan selanjutnya. Kalau kita besok mati, kita akan bersama Dia di sorga.

Menurut saya untuk seorang dokter dapat mempertahankan integritasnya ia harus mendahulukan kepentingan pasien. Itu yang utama. Dokter memiliki sederetan kode etik yang ditujukan untuk kepentingan pasien. Dokter harus memegang sumpahnya! Soal bagaimana integritas para dokter sekarang, khususnya dokter Kristen, saya tidak mau menghakimi.

Tapi saya pribadi ingin terus berusaha mempertahankan integritas.

Sebetulnya kami, pada dokter, tidak perlu mengejar integritas. Sebab, kode etik profesi dokter, yang disusun oleh Hipocrates, bapak kedokteran, itu sendiri merupakan rumusan dari integritas dokter. Dan isi kode etik profesi dokter sangat kristiani. Coba anda perhatikan rumusan-rumusannya. Dan inilah yang mendorong saya untuk semakin sungguh-sungguh sebagai seorang dokter.

Secara pribadi yang saya lakukan agar tetap memiliki integritas adalah pertama, harus memiliki hubungan pribadi yang khusus dengan Tuhan melalui waktu teduh. Tapi tuntutan ini tidak harus dari seorang dokter, setiap orang yang mengaku Kristen pun memiliki hal ini. Memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan itu penting. Saya pernah bekerja sampai jam 11 malam, sehingga waktu teduh tidak ada. Seolah-olah saya bekerja demi pasien saya. Namun saya akhirnya berpikir, saya ini melayani Tuhan atau melayani pekerjaan?Janganlan memiliki waktu dengan Tuhan, untuk keluarga saja tidak ada.

Kedua, membaca firman Tuhan. Ini saya lakukan antara lain melalui kebaktian keluarga di rumah setiap pagi sekitar pukul 6. Jadi kalau anda telepon ke rumah pagi-pagi tidak akan dilayani. Kedua hal tersbut sangat menolong saya pada saat mengalami persoalan-persoalan, pada saat ada godaan, baik itu godaan materi, dll. Melalui firman Tuhan yang saya nikmati setiap hari saya diingatkan ketika mengalami tantangan untuk berbuat kesalahan. Selain itu di sini saya juga terlibat dalam Forum Komunikasi Dokter sebagai wadah persekutuan kami, para dokter.

Salam sejahtera,
Prof. DR. Karmel Tambunan
Dikutip dari Majalah Samaritan No. 2 Juni-Juli 1999

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag