Studi terbaru menunjukan bahwa para dokter pada dasarnya dapat menggunakan satu dari berbagai cara untuk menolak permintaan pasien-pasiennya dalam hal pemberian obat yang tidak tepat untuk mengobati penyakit mereka, tetapi masih tetap dapat mempertahankan hubungan baik antara dokter dan pasien.
Dalam studi ini ditemukan bahwa permintaan pasien mengenai sesuatu obat terjadi sekitar satu dari sepuluh kunjungan pasien ke praktek dokter. Obat yang diminta oleh pasien tidak selalu sesuai dengan obat pilihan pertama dari dokternya, terutama jika permintaan ini didasari pada alasan komersial, sebagai contohnya pasien banyak yang dipengaruhi oleh iklan obat di media. Meskipun demikian, dokter perlu berhati-hati dalam menolak permintaan pasien tersebut, karena mungkin penolakan oleh dokter tersebut dapat memberikan persepsi yang menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan dokternya.
Dr. Debora A. Paterniti dkk. dari University of California, Davis, Sacramento, California, melakukan analisis data yang berasal dari uji klinik terandominasi yang meneliti perilaku para dokter pada pelayanan kesehatan primer dalam responnya terhadap permintaan obat antidepresan oleh pasien-pasiennya. Sejumlah pasien dilatih untuk meminta produk antidepresan pada 199 kunjungan ke dokter di pelayanan kesehatan primer di Sacramento, San Francisco dan di Rochester pada bulan Mei 2003 sampai Mei 2004. Pasien-pasien ini dilatih untuk mengeluh merasa letih dan juga menderita nyeri di pergelangan tangan atau nyeri di pinggang. Transkrip rekaman audio kunjungan dimana permintaan pasien ditolak, dianalisis dan dinilai untuk mengetahui strategi yang digunakan untuk menolak permintaan tersebut.
Dari 199 kunjungan di mana para pasien meminta obat antidepresan, para dokter tidak meresepkan obat tersebut pada 88 kunjungan (44%), dan 84 diantaranya dimasukan ke dalam analisis. Pada dasarnya dokter menggunakan 6 cara pendekatan untuk menolak permintaan tersebut.
Pada 53 dari 84 kunjungan (63%), dokter menggunakan satu dari 3 strategi yang menegaskan pandangan pasien-pasien. Pendekatan ini meliputi penjajakan latar belakang permintaan para pasien, yaitu dengan menanyakan dari mana pasien mendengar mengenai obat tersebut dan mengapa mereka berpikir bahwa obat itu dapat menolong penyakitnya; merekomendasikan kepada pasien untuk mencari nasehat dari spesialis kesehatan jiwa; atau menawarkan suatu diagnosis alternatif yang bukan depresi mayor,
Pada 26 kunjungan ke dokter (31%), para dokter memilih pendekatan dengan memberikan obat hipnotik dibanding memberikan obat antidepresan atau meminta pasien menjalani tes diagnostik guna menyingkirkan kelainan seperti penyakit tiroid dan anemia. Pada 5 kunjungan (6%), para dokter secara langsung menolak permintaan para pasien tersebut.
Pasien-pasien yang telah dilatih tersebut menyatakan lebih merasa puas jika dokter menggunakan strategi yang berbasis perspektif untuk pasien, guna menolak permintaan obat antidepresan.
Uraian mengenai strategi-strategi tersebut menghasilkan nuansa lebih luas dalam pemahaman komunikasi antara dokter-pasien, dan negosiasi yang telah dijelaskan sebelumnya. Strategi tersebut membekali dokter dengan pilihan untuk tidak memenuhi permintaan pasien yang dianggap tidak tepat. Sehingga membuka kesempatan bagi dokter untuk memilih pendekatan yang sesuai dengan gaya komunikasinya, keinginan pasien secara khusus, atau perubahan organisasi.
(Archives of Internal Medicine 2010; 170: 381-388).
Disadur dari : Medical Update Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar