Selasa, 24 Januari 2017

Doctors Who Follow Christ (JOHN FOTHERGILL)

JOHN FOTHERGILL
(1712 - 1780)

DOKTER  KELUARGA YANG MURAH HATI


“.Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan..”
(Matius  5 : 7)


Penemuan-penemuan Fothergill tidak menempati ranking pertama dalam dunia kedokteran. Namun dunia kedokteran tidak bisa mengabaikannya karena filantropi, kasih sayang dan penentangannya terhadap pertumpahan darah telah memberikannya sebuah nama belakang. Ia memiliki karakter yang agung. Ia mewakili figur seorang dokter sebagai filantropis. Meskipun upaya-upaya terbaiknya tersembunyi dari pandangan publik, filantropinya dikenal baik pada pandangannya yang kontemporer dan memberikan suatu teladan yang begitu mengesankan bagi banyak dokter lain. Bayaran yang dia terima dari para pasien yang kaya ia persembahkan sebagian besar untuk amal. Seorang dokter keluarga, demikian ia dikenal pada zamannya. Menurut para saksi mata, ia tidak beristirahat bahkan pada saat ia mengadakan perjalanan liburannya. Berikut penuturan para saksi mata yang menyatakan bahwa hal tersebut benar adanya.


Kelelahan dengan kerja 16 jam per hari dan menempuh perjalanan bermil-mil jarak untuk mengunjungi pasien, Dr. John Fothergill menuju kampung halamannya untuk beristirahat selama dua bulan. Selama dalam perjalanan ia  membuat catatan-catatan dan membalas surat-surat. Masih tiga hari lagi lamanya ia akan tiba di Lea Hall, sebuah rumah pedesaan yang dibelinya sebagai sebuah tempat dimana ia bisa sedikit terbebas dari kesibukan dan hiruk pikuk kota London yang begitu menyita waktu dan perhatiannya. Kereta yang ditumpanginya tiba di suatu pemberhentian. Para penumpang di sana naik dan turun, tiba-tiba “...Dr. Fothergill...Dr.Fothergill..” sebuah kepala muncul dari pintu penjemputan. Fothergill menoleh dan bertanya dalam hati, siapa gerangan orang yang berani kurang sopan ini? “..Mohon saran Anda, Pak...” jelas orang ini seorang apoteker yang sedang berusaha mendapatkan konsultasi gratis dari seorang dokter paling terkenal di London. Dengan sopan John mendengar dan menjawab pertanyaan orang ini. Setelah itu, John kembali memperhatikan catatannya. 

Sebelum ia sempat menulis satu kalimat, ia sudah diganggu lagi...
“..Suatu kesempatan yang terbaik bagi saya untuk bertemu Anda di saat  seperti ini Dr. Fothergill..” kata seorang wanita yang baru naik kereta tersebut untuk perjalanan selanjutnya. Kemudian wanita ini mengemukakan keluhan-keluhan yang selama ini mengganggunya di depan para penumpang lain. Apa yang dilakukan dokter ini ? John meletakkan pena sebentar dan kemudian memberikan tanggapannya,
“..Anda makan terlalu banyak daging dan makanan berlemak..” ia mengingatkan, kemudian kembali menekuni tulisannya.
“..hmmpf...ia bahkan tidak memikirkan jawabannya..” gerutu si wanita

Dengan cepat John Fothergill berpaling padanya, dan dengan kebijaksanaan seorang ahli yang berpengalaman ia tidak menanggapi wanita tersebut dengan mengatakan bahwa ia sudah menghadapi banyak sekali kasus  seperti yang dialami wanita itu sehingga ia tidak butuh waktu banyak untuk memberikan penilaian. Fothergill kelihatannya agak ”kaku” dalam hal sisi kontemporernya, tetapi jelas ia seorang yang bijak. Ia mulai lagi menulis beberapa pengamatannya mengenai epidemik dari penyakit influensa yang waktu itu sedang melanda Inggris. Ia begitu ingin agar pemikiran-pemikirannya mengenai hal ini dituangkan ke dalam bentuk tulisan.  Ia baru menulis selama 15 menit saat kereta tiba di satu stasiun dan berhenti di sana. John Fothergill merenggangkan tubuh dan kakinya yang panjang. Di stasiun itu ada banyak sekali orang, pria dan wanita yang berpakaian compang camping, dengan kuku-kuku mereka yang kotor dan rusak karena kerja kasar.

“..Dr. Fothergill..!!!...Dr. Fothergill...!!! terdengar sebuah suara berseru-seru...
“..tolonglah anak saya dokter...” masih terdengar seruan lagi
“..dokter, tolong aku..” sahut seorang pria dengan suara parau..
“..Demi Tuhan...kasihanilah...” terdengar lagi suara lain...
John menarik napas panjang sedikit, tetapi ia tidak ingin orang lain melihat kekagetannya. Dengan cepat ia menoleh ke petugas kereta api dan berkata “.. turunkan tas-tas saya... saya akan naik kereta berikutnya..”
Walaupun John seorang introvert, tetapi ia mengasihi orang lain dengan belas kasihan sejati. Hatinya terharu dengan masyarakat desa yang miskin ini, kaum pekerja Inggris yang bekerja sangat kerja untuk memperoleh hasil yang sangat sedikit.

“..Bawakan sebuah meja...” katanya. Sambil duduk di belakang meja ia mulai memeriksa penduduk-penduduk desa tersebut satu per satu.  Entah bagaimana, penduduk desa-desa ini tahu ia sedang mengadakan perjalanan ke kampung halamannya, mereka berbondong-bondong datang dari tempat mereka yang jauh untuk bisa bertemu dengannya di tempat-tempat perhentian kereta yang ditumpanginya. Mereka berharap ia bisa  memberikan saran atau nasihat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang mereka derita, yang tidak bisa diobati dokter lain. Selama berjam-jam John mendengarkan dan menulis resep obat. Ia memberikan diagnosa dan petunjuknya dengan cepat tepat dalam suara yang penuh wibawa seorang ahli yang sangat berpengalaman.

Seorang janda berdiri di hadapannya, berusia sekitar 30 tahun tetapi kemiskinan dan kerja keras membuatnya nampak seperti berusia 50 tahun.  John tahu bahwa wanita ini membutuhkan air daging yang bergizi dan istirahat malam hari, tetapi John juga sadar wanita tersebut tidak mampu mendapatkan keduanya. Akhirnya ia menulis resep untuk wanita ini dan mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalamnya, “..bawalah kotak ini pulang...” katanya pada wanita itu.
“..ada obat di dalamnya yang bisa membantu penyakitmu. Ikuti dengan baik petunjuk-petunjuk yang saya tulis di dalamnya..” katanya sambil tersenyum dengan sukacita tersembunyi. Ketika wanita itu membuka kotak tersebut, ia menemukan bahwa di dalamnya tidak hanya ada resep tetapi juga sejumlah uang untuk membeli makanan yang dibutuhkannya. Melihat John tersenyum, wanita itu balas tersenyum juga.
“Terima kasih, dokter...” harapannya bersinar di wajahnya.

Kasus berikut yang dihadapinya adalah seorang gadis istimewa namun menyedihkan. Ayahnya membopong tubuhnya yang ringkih dan Fothergill bisa melihat kemiskinan mereka dari pakaian sang ayah dan tulang belulang sang anak. Gadis itu memandangnya dengan  ketakutan.
“..apakah aku akan mati..??..” bisiknya. Fothergill memegang tangannya dan menggoyang-goyangnya dengan sangat lembut sebelum ia mengangkat kelopak matanya. Sebenarnya ia tidak perlu memeriksa gadis itu sebab hanya dengan sekali lihat baginya kasus gadis tersebut sudah jelas. Ia menderita TBC yang diperburuk oleh anemia. Gadis ini membutuhkan sinar matahari, istirahat, dan udara laut. Mempelajari tanda-tanda yang terdapat ditangannya jelas Fothergill melihat gadis ini pernah mengalami pendarahan. “Kapan para dokter berhenti melakukan tindakan bodoh ini..?” pikirnya. Seorang dokter seharusnya mendukung kondisi tubuh agar bertahan hidup bukannya melemahkan daya tahannya melalui treatments yang ketinggalan zaman dan tidak berguna. Ya, masalah si gadis sudah jelas. Jika Fothergill memeriksanya lebih dalam lagi dari yang dibutuhkan maka ia harus memikirkan dalih yang cukup masuk diakal untuk membantu keluarga ini tanpa harus menyinggung harga diri sang ayah. Dan ia melakukannya. Fothergill mendekati pria tersebut dan berbicara di telinganya dengan suara pelan “..ini merupakan sebuah kasus yang menarik.. bagi saya suatu kesempatan yang sangat berharga bahwa saya bisa memeriksa putri Anda. Jadi saya berhutang pada Anda...terimalah ini sebagai penghargaan saya atas kesempatan ini..” katanya sambil meletakkan lima poundsterling ke dalam tangan pria itu, sambil ia menuliskan petunjuk-petunjuk untuk tindakan yang diperlukan anaknya. Ia mengingatkan agar jangan ada lagi  tindakan yang mengakibatkan pendarahan.

Sore  pun menjelang, beberapa pasien mulai bertengkar sementara yang lain ada yang tidak bisa mengerti petunjuk yang diberikan sekalipun secara sederhana. Dalam tiap kasus Fothergill mengulang nasihatnya dengan sabar, terkadang sampai 2-3 kali hingga ia yakin pasiennya sudah mengerti. Sangat sedikit yang menawarkan bayaran yang sedikit. Ia menolaknya secara halus dengan berkata “..Saya tidak pernah menerima bayaran pada saat sedang liburan...”.

Pada akhirnya ia bisa melanjutkan perjalanannya dengan kereta berikutnya. Ia sangat senang ketika tiba di Lea Hall. Di tempat ini setidaknya ia berharap bisa menikmati kedamaian, kecuali  satu hari dalam seminggu ia berdarmawisata ke Middlewich untuk mengadakan pengobatan gratis bagi para pasien miskin.

Kala malam tiba, Fothergill beristirahat, namun di bawah wig medis putihnya yang rapi pikirannya mengembara. Koloni-koloni di Amerika akan segera berperang dengan Inggris. Memalukan bahwa pemerintah tidak mendengarkan nasihatnya untuk menjaga perdamaian di saat hal itu masih mungkin. Orang-orang baik di kedua tepian laut Atlantik mengharapkan hal itu, mereka seperti Benjamin Franklin dan dirinya yang dipersatukan dalam the Society of Friends yang lebih dikenal sebagai The Quakers. Akankah perang menghentikan pasokan tanaman-tanaman dan belukar eksotik yang sangat diharapkannya dikirim kepadanya oleh John Bartram?  

Botani merupakan satu-satunya bidang yang menarik baginya setelah kedokteran. Bidang lain yang juga menarik baginya adalah penelitian dari Benjamin Franklin tentang listrik. Fothergill masih merasakan suatu kesenangan tersendiri untuk peran yang dia mainkan dalam menuliskan harga pada tiap terbitan dari penelitian-penelitian tersebut. Karena itu Royal Society memasukkan Franklin sebagai anggota. Sekarang bahkan para ilmuwan membuat replika dan memperluas penemuan-penemuan dari Franklin.

Ia akan menulis karya-karya Franklin lagi. Mungkin ia dan Franklin belum menemukan rumusan yang tepat untuk memperdamaikan Inggris dengan koloni-koloninya. Baik sekali kalau mereka bisa saling bertemu lagi. Betapa banyak hal yang mereka temukan dari hasil diskusi mereka saat Franklin berkunjung terakhir kali, yang antara lain tentang penataan kembali penjara, abolisi, perpustakaan, dan metode terbaik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, pendidikan generasi muda, peningkatan standar medis. Fothergill menceritakan tentang kekecewaannya terhadap pihak berwenang di London yang tidak mau membuka jalan baru untuk memungkinkan akses ke dalam kota seperti yang dilakukan pemerintah Philadelphia, kampung halaman sahabat karibnya ini.

Secara terbuka Franklin berbicara tentang Fothergill “..Saya bisa benar-benar yakin bahwa seorang yang lebih baik telah hadir..” Franklin juga menambahkan bahwa Fothergill pantas menerima “penghargaan dan  penghormatan dari semua manusia”. Mungkin hati Franklin terbakar dengan kemarahan, atas nama teman dokternya, karena pelecehan terhadap reputasi dan wawasan Fothergill yang tinggi dimana Fothergill ditolak oleh Royal College of Physicians untuk menjadi anggotanya  hanya karena ia bukan lulusan dari Oxford atau Cambridge. Kecemburuan profesional yang menjadi dasar penolakan tersebut.  Fothergill mengambil gelarnya di sekolah medis yang baru di Edinburg. Fakultas kedokteran Edinburg seluruhnya beranggotakan dokter-dokter yang diajar oleh sang dokter Belanda yang terkenal, Hermann Boerhaave, yang membantu menghancurkan kungkungan kebodohan dunia medis yang kejam selama berabad-abad.

Bila kebiasaan pelayanan bedside Fothergill dipelajarinya dari Boerhaave, maka keahliannya dalam hal penyakit diperolehnya dari Thomas Sydenham. Sama halnya seperti dokter-dokter Inggris yang terkenal di abad sebelumnya, Fothergill mengisolasi dan mendeskripsikan penyakit, menulis laporan mengenai neuralgia ( a tic), megrim, scarlatina dan metal poisoning.

Pengucilan Fothergill dari Royal College of Physicians tidak membuatnya menurunkan standar profesi medisnya yang tinggi. Teman-teman medisnya sendiri merupakan orang-orang dengan cap tertinggi, seperti Thomas Dimsdale seorang Pencacar (vaccinator) yang terkenal dengan virus cacar yang masih hidup, serta John Coakley Lettsom pendiri London Medical Society. Mereka inilah para Quakers. Mereka bersama-sama menikmati rasa percaya diri Fothergill yang terdalam juga respeknya dan sering berkorespondensi dengannya.

Seorang Quaker, lulusan dari Edinburg, tidak turut mengambil bagian dalam kemuliaan Fothergill. Samuel Leeds adalah seorang “buta huruf” yang bebal yang melanjutkan praktek medis yang membahayakan pasien dan Fothergill jelas menentangnya.  Leed membawa kasus ini ke suatu pengadilan terhadap Quaker. Jelas tidak ada standar hukum untuk mngadili kasus seperti ini.  Komite ini, yang buta soal dunia medis, melihat secara langsung kepada pandangan bahwa Fothergill adalah orang yang suka memaksa. Mereka memerintahkan Fothergill untuk membayar 500 poundsterling. Sejak mudanya Fothergill sudah mengikuti kehendak Tuhan dengan setia. Menghadapi masalah tersebut ia memutuskan untuk menolak membayar. Kehidupannya terancam oleh praktek perdukunan Leeds. Leeds berupaya membawanya ke pengadilan. Untuk melindungi dirinya sendiri  Fothergill masuk dalam suatu pembelaan.  Teman-temannya para Quaker pikir ini pasti suatu kesalahan karena seorang kristen akan pergi ke pengadilan melawan orang kristen lainnya. Setelan berbulan-bulan bertengkar, yang menyebabkan Fothergill sangat tertekan, akhirnya kasus tersebut diputuskan. Hakim memutuskan bahwa Fothergill sesungguhnya hanya mengerjakan tugasnya. Leeds meninggal setahun kemudian dalam keadaan yang jatuh miskin.  Segala kebutuhannya sebelum itu disediakan oleh seorang tak dikenal. Dan tersebar kabar bahwa itu merupakan perbuatan baik Fothergill yang dilakukannya secara diam-diam.

Fothergill merupakan seorang anggota jemaat yang aktif dari gerejanya. Dalam figur seorang pemimpin perkumpulan Quaker, ia bekerja  untuk memulihkan kemurnian dari Quaker Society. Sebagaimana yang dituliskannya kepada seorang ahli kimia yang terkenal, Joseph Priestly, yang sering dibantunya dari segi keuangan: “..harapanku yang paling dalam adalah bahwa semua profesor kekristenan lebih tekun dan bersungguh-sungguh menjalani kehidupan mereka sebagai orang kristen...”.

Menurut definisi Fothergill, seorang kristen adalah seseorang yang melayani sesamanya. Oleh karena itu ia aktif membentuk sebuah perkumpulan dalam rangka memperkenalkan metode yang kemudian kita kenal sebagai first-aid resuscitation. Secara aktif ia mengadakan pendekatan pada pihak berwenang untuk program pelebaran jalan dan pembuatana jalan baru.  Ketika John Woolman, seorang Quaker abolitionist (anggota gerakan penghapusan) yang cermat, mengunjungi Inggris, Fothergill menerimanya dan ia mendapakan dukungannya. John Woolman memberikan masukan tentang sebuah sistem yang lebih baik mengenai pencatatan statistik yang vital, dengan kasus khusus dalam hal pencatatan kasus kematian. Menyadari pentingnya pendidikan, dengan senang hati ia mendanai sebuah sekolah Quaker yang kemudian dilaporkannya mempunyai 150 orang murid laki-laki dan 80 orang murid perempuan.  Ia yang mendukung biaya studi seorang sarjana yang miskin bernama Anthony Purver, yang kemudian menterjemahkan Alkitab dengan lebih akurat.

Setelah menjalani kehidupan yang sehat dan bebas dari minuman keras Fothergill menderita kanker prostat yang mematikan. Mendekati ajalnya ia banyak menghabiskan waktunya bersama sahabat karibnya, David Barclay seorang teolog Quaker. Barclay berkata bahwa Fothergill sangat tenang menghadapi masa-masa akhir hidupya, karena ia menyadari bahwa kehidupan yang dijalaninya tidak sia-sia karena ia banyak menolong sesamanya.

Kepada saudara perempuannya yang terkasih, Ann, yang bersama dengan dia, Fothergill berkata “..Bergembiralah..jangan menahan saya..Saya sedang ragu apakah akan baik-baik saja bagi saya, tetapi sekarang saya puas diatas keraguan itu..diatas keraguan, bahwa saya akan merasa senang selamanya.  Kesukaran-kesukaranku sudah berakhir karena itu bergembiralah..dan kiranya  engkau diberkati saat ini dan dalam kekekalan..” Kehidupannya selama dua minggu terakhir dijalaninya dengan penuh penderitaan dan ia meninggal setelah natal tahun 1780. 

Jika ada seseorang yang mempraktekan keduanya, iman dan medis maka orang itu adalah Fothergill.



Sumber:

Diterjemahkan dari buku "Doctors Who Follow Christ, Thirty-two Biographies of Eminent Physiciand & Their Christian Faith(Dan Graves, Grand Rapids-USA: Kregel Publications,1999)

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag