Jumat, 19 Juli 2019

Sharing Christ with Colleagues

Bagaimana kita dapat membangkitkan semangat untuk bersaksi di lingkungan kerja kita? Liz Croton, preregistration house officer di Birmingham, memberikan pedomannya.


Kita harus memiliki komitmen untuk berdoa bagi rumah sakit
di mana kita bekerja, dan bagi para kolega (rekan kerja) kita.

Ini mungkin situasi yang umum Anda alami: Anda tengah bekerja keras, dan terbiasa mengalami stress sebagai dokter muda di sebuah rumah sakit (RS) yang sibuk. Tempat Anda memiliki prospek yang cerah, dan Anda memiliki teman-teman yang baik.

Kemudian tepat pukul lima sore, Anda meletakkan stethoscope dan mulai mengambil Alkitab. Hadir dalam pertemuan kelompok PA adalah aktivitas Anda berikutnya. Dalam pekerjaan, Anda merupakan dokter yang sungguh berdedikasi, namun tak seorang pun dari rekan kerja Anda yang mengetahui dedikasi Anda. Karena Anda kerap merasa, lebih baik jika mereka melihat apa yang Anda lakukan dalam kegiatan di luar pekerjaan (ekstrakurikuler) yang Anda lakukan.

Padahal, membagikan (sharing) kehidupan kita pada kolega atau rekan sejawat merupakan keindahan yang tak terlukiskan dalam sepanjang hidup kita. Namun kita sering merasa takut akan reaksi mereka yang tampak heran mendengar ucapan kita, bahkan takut dengan olokan akan muncul di tengah-tengah pembicaraan tersebut. Sehingga, jika hal itu terjadi, berkat dan kebenaran Allah yang sedang kita sampaikan, akan berlalu begitu saja. Ketakutan itu, bisa jadi karena kita juga sulit melihat relevansi antara Firman Allah dan dunia profesi. Seperti ada hambatan ketika berhadapan dengan orang-orang yang sedang di puncak karirnya, yaitu mereka yang memiliki power dan kemampuan yang menimbulkan rasa segan bagi orang lain.

Namun demikian, apakah itu berarti bahwa kita tidak dapat bersaksi dalam situasi tersebut? Memang kultur di profesi medis sangat terbiasa dengan sikap kompromis (terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat). Beranikah kita tampil berbeda? Atau sebaliknya, kita keluar saja dari lingkungan kita dan menjalani "kehidupan pribadi" sebagai orang Kristen. Jika Yesus menghadapi situasi yang sama, apa yang akan Ia lakukan? Ia tetap terlibat di tengah-tengah komunitas di mana Ia tinggal.

Pelayanan Yesus selama di dunia sering bersentuhan dengan norma-norma dan kaidah sosial yang rusak pada saat itu. Dengan kata lain, Ia memerintahkan kita untuk melakukan hal yang sama. Kita memang bukan berasal dari dunia ini, tetapi kita dipanggil untuk bekerja di dunia ini (Yohanes 15:18). Mungkin kita tidak suka dengan pilihan ini, tetapi ingatlah bahwa kita bukan hidup untuk menyenangkan hati manusia melainkan Allah (Galatia 1:10).

Anugerah keselamatan yang diberikan Allah kepada kita adalah anugerah yang dinamis. Anugerah itu harus kita bagikan kepada orang-orang yang belum memilikinya. Kedatangan Tuhan Yesus mungkin tampaknya lambat, itu terjadi supaya sebanyak mungkin orang datang untuk mengenal Dia (2 Petrus 3:9). Pada masa ini Yesus mengutus kita untuk menjadikan seluruh bangsa murid-Nya. Kita tidak boleh menundanya.


Kuasa Roh Kudus
Jika kita melihat apa yang Tuhan perintahkan untuk kita, tampaknya perintah tersebut berlebihan. Bagaimana pun kita adalah manusia biasa. Namun kita patut bersyukur karena Allah mengaruniakan kita Roh Kudus yang melakukan pekerjaan baik dan yang menolong kita di dalam kelemahan kita (Roma 8:26), serta memampukan kita dalam melakukan pekerjaan pekabaran Injil.

Sama seperti para rasul, orang-orang Kristen adalah bau yang harum di antara mereka yang belum percaya (2 Korintus 2:14-16). Kita hidup dengan tujuan yang telah diperbaharui, yakni melayani Tuhan. Pada zaman para rasul, mereka pergi ke tempat-tempat yang tidak menjanjikan kelimpahan materi, setelah mengalami pencurahan Roh Kudus di hari Pentakosta di mana pada saat itu sekitar 3000 orang bertobat oleh pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Petrus. Kita mungkin tidak melakukan tugas-tugas kita di rumah sakit dengan lidah berapi (simbol pencurahan Roh Kudus) di kelapa kita. Tetapi kita memiliki potensi dan kuasa untuk memenangkan orang-orang yang belum percaya bagi Kristus.


Jangan Malu untuk Bersaksi
Lalu, apa yang dapat kita lakukan? Bersaksi! 'Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus' (Roma 10:17). Ingatlah bahwa di tengah-tengah kita hidup orang-orang yang tidak menyembah Tuhan (atheis). Inilah saatnya bagi kita untuk memberikan kesaksian dengan memberitakan Injil kepada mereka.

Ketika Timotius masih dilatih dalam pelayanan, mentornya, yakni Rasul Paulus mendorong Timotius supaya tidak malu untuk menyaksikan tentang Tuhan (2 Timotius 1:8). Ini merupakan nasehat yang dari seorang yang tidak pernah sedikitpun malu dalam memberitakan Firman Allah. Keberanian Paulus berkotbah langsung tentang Injil berasal dari keyakinannya yang kokoh terhadap kekuatan Allah (Roma 1:16).

Saya sedih melihat pandangan umum mengenai Alkitab, yang menganggap bahwa Alkitab hanyalah bacaan/kisah kuno berisi cerita-cerita seperti yang terdapat dengan kemampuan dalam perubahan hidup dari sebuah pertunjukan opera sabun. Kita harus siap memberitakan kuasa Roh untuk mengubah konsep yang salah ini.

Membagikan Injil kepada kolega Anda, bisa dilakukan dalam situasi apa saja. Misalnya, pada waktu makan siang, dan lain-lain. Cukup banyak orang yang hidupnya kosong dan putus asa, yang tontonannya semacam MTV. Dari data statistik, 20 persen diantaranya adalah teman-teman sebaya Anda. Seorang pria bertanya kepada saya mengapa saya tidak menggunakan obat (drugs) seperti dia. "Oh, saya ke gereja tadi malam," jawab saya. Anda dapat memanfaatkan situasi ini untuk masuk dalam percakapan mengenai Injil. Atau kesempatan di mana Anda dan para pasien tengah berada di ruang tunggu. Ini merupakan kesempatan Anda untuk memperkenalkan diri Anda dan bercerita tentang Yesus.

Timotius diminta oleh Paulus untuk memberitakan firman Tuhan baik atau tidak baik waktunya (2 Tim. 4:2). Paulus tidak ragu ketika menghadapi reaksi yang negatif dari pendengarnya. Itu justru merupakan tantangan untuk berdiam diri dan menanti sampai tiba datangnya kesempatan yang lebih tepat untuk memberitakan Injil.

Kalau membaca kitab Kisah Para Rasul kita melihat bahwa mayoritas pendengar Paulus adalah orang-orang yang bengis dan beberapa di antaranya berkali-kali keluar-masuk penjara. Namun Paulus tetap bergembira memberitakan Injil, menurutnya itu lebih baik daripada menyimpannya (I Kor. 9:2). Semangat Paulus seharusnya menjadi semangat kita juga. Jangan terlalu memperdulikan masalah-masalah yang ada. Sebaliknya, biarlah kita bangga dan gembira menyatakan kuasa dari Allah yang kita layani.


Hormati Atasan Kita
Banyak para senior/ atasan yang mengalami problema ini. Yakni, berada di posisi yang sulit dan tidak dapat menjadi teladan bagi bawahannya. Apakah kita masih dapat bersikap respek terhadap mereka atau justru menjadikan mereka sebagai objek gunjingan dan fitnah?

Saya pribadi sering mengalami kekhilafan, misalnya terlalu berkeluh-kesah terhadap pekerjaan. Salah satu keluhan saya adalah rutinitas post clinic setiap pukul 04.30, dan itu kerap saya utarakan kepada setiap orang. Padahal, sesungguhnya tidak baik melibatkan kolega yang gemar mengeluh. Sebelum Anda menyadari dampaknya, Anda sudah tertular oleh kebiasaan buruknya.

Sebagai orang Kristen, kita memiliki kuasa untuk mengubah kebiasaan buruk dan kembali pada bentukan Allah. Namun demikian, seperti yang dikatakan oleh Rasul Petrus, kita harus tunduk kepada Allah kepada semua lembaga manusia (1 Pet. 2:13). Memang beberapa orang bisa lebih bertanggung jawab dalam pekerjaannya dari pada orang lain. Namun demikian, kita tetap harus tunduk kepada atasan kita dan kita punya alasan untuk melakukan hal ini lebih besar dari orang lain.

Mengapa kita perlu tunduk kepada atasan kita? Pertama. menolak otoritas orang-orang pilihan Allah berarti memberontak terhadap Dia. Kedua, kasih dan sikap hormat adalah tanda dari sifat Kristus, dan melalui 'pengesahan' itu, kita menunjukan referensi kita kepada Allah. Menghormati atasan kita merupakan kesaksian yang penuh kuasa efektif untuk membungkam perkataan-perkataan yang tak bermanfaat dari orang-orang yang bodoh (1 Pet. 2:13).


Pelayanan dan Doa
"Saya benci dengan pekerjaan administrasi", seorang kolega bercerita kepada saya suatu hari. Dia telah melakukan pekerjaan rutin seperti mengambil darah dari pasien-pasien dan menangani registrasi. Dia mati-matian ingin menjadi seorang SHO dan dapat membanggakan pekerjaannya tersebut kepada orang lain. Menurut saya, dia telah merancang hal-hal yang tidak lazim dan melakukan beberapa beberapa cara yang sulit dimengerti.

Memang pandangan umum mengatakan bahwa lebih menyenangkan bila dekat dengan pucuk pimpinan. Dia minta saya menyetujuinya. Namun kemudian saya menjelaskan bahwa sebagai orang Kristen, saya dipanggil untuk melayani. Mungkin dia berpikir saya gila, namun saya telah belajar bagaimana Kristus pun telah berkorban dan melayani manusia.

Jika Yesus sebagai Allah, rela merendahkan diri-Nya untuk melayani manusia berdosa, sebagai pengikut-Nya kita harus melakukan hal yang sama. Tentu saja dengan tidak bersungut-sungut (Fil. 2:14), meskipun tugas itu tampaknya rendah atau tidak adil bagi kita. Kita dipanggil ke tempat dimana orang-orang ditolak, dipanggil untuk membangkitkan orang-orang yang terjatuh, dan dipanggil untuk menguatkan orang-orang yang putus asa.

Di dalam melakukan kesaksian tersebut kita harus menghayati bahwa melalui persekutuan dengan penderitaan-Nya (Fil. 3:10) dunia harus tahu bahwa kita sebagai anak-anak Allah bercahaya seperti bintang-bintang di dunia (Fil. 2:15), dan sebagai saksi bagi Allah kita.

Akhir kata, kita harus memiliki komitmen untuk berdoa bagi rumah sakit dimana kita bekerja, dan bagi para kolega (rekan sekerja) kita. 'Bagaimana Aku tidak sayang kepada kota yang besar itu?' Tuhan berkata kepada nabi Yunus. Dia, tentu saja berbicara tentang Niniwe, kota yang penuh dengan orang-orang yang belum percaya. Dengan demikian, Ia pun peduli dengan orang-orang di lingkungan di mana kita bekerja.

Berulang kali dalam suratnya, Rasul Paulus mendorong kita untuk tetap berdoa (lih. 1 Tes. 5:17). Mengapa? Doa membawa dampak yang besar. Setelah peristiwa Pentakosta, Roh Allah memenuhi para rasul, sehingga mereka bertekad untuk berdoa bagi keberanian mereka dalam memberitakan firman Tuhan. Perilaku mereka pun dihormati orang banyak melalui kebangunan yang besar di seluruh Yerusalem (Kis. 2:42-47; 4:31).

Selama kita berdoa (bagi tempat kita bekerja) kita harus melihat berkat Allah yang turun dan anugerah-Nya mulai membuka hati orang-orang bagi Injil. Buatlah kelompok dan jam doa di tempat Anda, untuk berdoa bagi pekerjaan Allah disitu. Kami mempraktekannya dengan berdoa sambil menyusuri koridor RS pada suatu hari. Allah mulai membuka jalan bagi pemberitaan kami, di antaranya melalui penyebaran literatur-literatur Kristen yang membangkitkan rasa ingin tahu mereka.


Over to You
Bukti atau dampak yang nyata dari kesaksian kita kepada kolega kita adalah bahwa Kristus yang kita beritakan dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Kita harus menerima panggilan Allah, 'tenggelam' dalam Firman-Nya dan berani untuk berbeda dengan yang lain! Ada banyak orang yang tidak pernah mendengar Injil. Atau kalaupun ada, itu hanya sebagaian alternatif saja, yang bahkan kadang menganggap hal tersebut sebagai hal yang tidak relevan dengan kehidupan. Kita akan bergaul dengan banyak orang seperti ini di dalam perjalanan karir kita di dunia medis. Janganlah takut menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada untuk menjadikan Allah kita dikenal oleh mereka.


_______________________________________________________________
Oleh Liz Croton (Nucleus, Juli 2000)/Erna M.
Dalam Majalah Samaritan Edisi 4 Tahun 2002

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag