Jumat, 16 Agustus 2019

Hidup di Dalam Dunia Materi

Materialisme; merupakan suatu perilaku konsumsi materi yang berpusat pada diri sendiri dan tidak memiliki kepedulian terhadap umat manusia yang lain.

Kekayaan dan kepemilikan tampaknya telah menjadi simbol kemajuan global, tidak saja di dalam masyarakat negara makmur, namun juga di dalam desa-desa miskin di dua per tiga belahan dunia ini. Orang-orang kaya dalam ketakutan menjadi miskin, sedangkan orang-orang miskin hidup dalam kecemburuan terhadap orang kaya. Orang-orang kaya menjaga kekayaan mereka dengan kekuatan militer, rintangan perdagangan yang protektif, praktek monopoli dan korupsi para polisi serta politisi. Kita melihat konsumsi pribadi yang sangat boros hidup berdampingan dengan malnutrisi, kelaparan dan kerusakan lingkungan. Kita tampak hidup di pulau kemakmuran dalam lautan kemiskinan.


Kemiskinan dalam Kemakmuran
Kemakmuran, baik di negara barat ataupun di antara para elite di dunia ketiga, selalu berhubungan erat dengan terjadinya banyak kemiskinan. Sangat ironis bahwa kaum miskin di dunia inilah yang membayar konsumsi yang berlebihan dari para kaum kaya.

Kita berpartisipasi dalam struktur yang di dalamnya terdapat rasa mementingkan diri sendiri, ketamakan dan kekerasan. Kita dapat melihat hal-hal ini setelah menemukan adanya konsumsi tidak berimbang yang sangat nyata, hutang-hutang dua per tiga belahan dunia yang sangat besar, 'brain death', eksploitasi ekonomi oleh perusahaan transnasional dan jatuhnya harga komoditi mentah. Dosa-dosa ekonomi dan politik nyata terlihat.

Namun materialisme menolak hal ini dan menyatakan bahwa suatu tatanan dunia yang adil dan damai akan dapat terwujud bila negara-negara kaya (dan orang-orang kaya di negara-negara miskin) mengadopsi gaya hidup dan pola organisasi sosial yang mengkonsumsi lebih sedikit sumber daya yang tersedia di dunia. 'Pengorbanan', dan 'keadilan' merupakan istilah-istilah yang tidak terdapat dalam kamus kaum materialis.


Masyarakat Merupakan Prioritas
Etos kaum materialis ditantang oleh pengajaran Alkitab tentang pelayanan. Semua laki-laki maupun wanita dipanggil untuk menjadi pelayan, mengelola talenta dan sumber daya yang telah diberikan Tuhan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia.

Kita harus terlibat di dalam perkembangan dunia dan menikmati buah-buahnya. Hukum Mosaic membatasi penumpukan kekayaan pribadi untuk melindungi komunitas manusia. Sebaliknya, persaudaraan dan saling ketergantungan menetapkan adanya kepemilikan (hubungan tuan/hamba). Tuhan membenci ketamakan. Ini senantiasa tema Alkitab. Namun materialisme juga mendapat konfrontasi dari kritik Alkitab tentang pemujaan berhala. Kita memberikan nilai pada bank-note, yang sebenarnya hanyalah selembar kertas belaka. Namun segera setelah itu, uang mulai memberi nilai kepada kita. Jadi seseorang dinilai oleh besar kecil pendapatannya dan suatu bangsa dinilai dari besar kecil GNPnya. Kemudian dalam prosesnya, muncullah berbagai berhala baru. Jadi bukan lagi kita yang mengendalikan uang, namun uanglah yang mulai mengendalikan kita. Uang membuat ulang manusia, menjadi penciptanya dan membuat manusia menjadi serupa dengan gambarnya. Uang mengatur waktu kita, keluarga kita, pekerjaan kita dan kita dijadikan sebagai 'objek'. Ini benar-benar terjadi di dalam ekonomi sosialis dan kapitalis, meskipun efeknya sebenarnya jauh lebih kejam di kemudian hari.


Rival Tuhan
Kini kita dapat memahami mengapa pengajaran Yesus dan para rasul sering memperingatkan kita tentang bahaya kekayaan ini. Uang merupakan rival Tuhan dan bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan loyalitas total kita. Uang sering menipu kita dengan memberi rasa aman dan kemandirian yang palsu.Uang juga dapat membutakan kita dari penderitaan para tetangga kita dan dari realitas yang abadi, menjauhkan kita dari tujuan yang sejati, memutarbalikan pertimbangan Tuhan tentang nilai dan penghakiman-Nya.

Paulus mengajarkan tentang kebenaran dari tirani konsumsi. Berbagi bukan lagi merupakan beban tetapi suatu hak istimewa, mengalir keluar atau menyerahkan diri kepada Allah yang dari keabadian-Nya memberikan kasih.


Janji-Janji Palsu
Materialisme berjanji bahwa semua dapat ikut menikmati apa saja yang sebenarnya merupakan hak istimewa bagi segelintir orang. Janji ini menutupi fakta bahwa konsumsi yang berlebihan konsumsi yang berlebihan oleh suatu kelompok menjadi tanggungan bagi kelompok lainnya. Kita harus ingat bahwa kaum miskin tidak begitu membutuhkan kaum kaya dibandingkan dengan kaum kaya yang membutuhkan kaum miskin. Pandangan ini perlu diperhatikan untuk meluruskan perspektif kita yang keliru, untuk mengingatkan kita apa yang terdapat dalam perikemanusiaan yang sesungguhnya, untuk mengajar kita tentang keramahtamahan dan arti sesungguhnya dari kebebasan.


________________________________________________________
Sumber: In Touch, Living in Material World, Issue 1-1993/dr. Reni Limarga
Dalam Majalah Samaritan Edisi 1/2001.

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag