by. John St. Augustine
Anak perempuan saya tampak bersemangat seperti teman-temannya yang lain. Dia memakai kostum dengan nomer favoritnya. Tinggi, rambut pirang dengan mata biru yang indah dan tubuh ramping atletis. Amanda, nama anak perempuan saya yang menginjak usia ke lima belas, adalah remaja yang selalu berprestasi dan berhasil dalam setiap tugasnya. Amanda tampaknya juga akan mudah untuk menjadi cover girl di majalah remaja. Istri saya Jackie, sekarang sedang mengamatinya melakukan gerak tipu melintasi lapangan, melompat ke arah jaring, dan saat bola sedikit melintasi ujung net, dia mengayunkan tangannya memukul bola tepat diantara blocking dua pemain di depannya. Bola bersarang tepat di daerah kosong di tengah lapangan dan tepukan membahana di ruang stadion. Saat pelatih meminta time-out, para pemain segera berkumpul diluar lapangan. Amanda menggunakan kostumnya untuk menyeka keringat seperti anak-anak yang lain. Tetapi sesaat bisa dilihat ada bekas luka yang memanjang di perut sebelah kanan melintasi bagian pusar. Amanda tidak seperti teman-temannya yang lain. Dia memiliki ginjal saya di dalam tubuhnya. Ingatan saya melayang kembali ke tanggal 20 September 1988, saat seorang bayi perempuan hadir di dalam keluarga kami. Panggilannya adalah Bubs, kependekan dari Bubba Girl, nama panggilan yang diberikan oleh Kim, saudara perempuan Jackie, saat Amanda lahir dengan berat 4.8 kilo. Awalnya segala sesuatu berjalan dengan normal, tetapi beberapa bulan kemudian Amanda sering menderita demam, dan setiap kali periksa ke dokter kami bertambah bingung dengan penyakitnya. Tetapi Amanda selalu memberi ketenteraman kepada kami dengan mata birunya yang bersinar dan senyum yang menampakkan gusi tanpa gigi. Walaupun kunjungan ke dokter begitu melelahkan, tetapi Amanda selalu ceria dengan senyumnya seolah mengatakan, Jangan kuatir, bergembiralah! Keceriaanya selalu menyemangati kami, tetapi ketakutan kami lebih besar. Singkatnya setelah ulang tahun pertama, Amanda didiagnosa menderita penyumbatan ginjal, suatu kondisi yang dalam keadaan normal bisa sembuh sendiri, tetapi tanpa perawatan hal itu akan bisa berbahaya. Dengan seijin kami, dokter akan melakukan operasi sederhana untuk memperbaiki kelainan tersebut. Operasi sudah dijadwalkan sebelum ulang tahun Amanda yang ke lima. Tidak lama sebelum kami pergi ke rumah sakit, telpon berbunyi. Dr. Kevin Ghandi, dokter penyakit dalam yang menangani Amanda, menyampaikan sebuah kabar yang mengejutkan. John, hasil rontgen memperlihatkan bahwa ginjal sebelah kanan Amanda mengalami keracunan yang membuatnya sakit. Ginjal itu harus diangkat. Berita itu membuat lutut kami lemas. Mengapa hal ini bisa terjadi? Malam hari sebelum operasi, kami menunggui Amanda berbaring di tempat tidur dan berusaha menjelaskan apa yang akan terjadi. Amanda mendengarkan dengan serius, lalu berbisik, , apakah saya boleh makan es krim setelah operasi ? Saya dan Jackie saling berpandangan, berharap bahwa semuanya akan berjalan dengan sederhana seperti harapan Amanda. Kami mendekapnya dengan erat. Kami memperhatikan Amanda didorong ke ruang operasi, yang duduk dengan ditemani teman setianya disamping ranjang. Tangan ajaib Dr.Kevin berhasil mengangkat ginjal sebelah kanan Amanda dan melakukan implantasi ulang ginjal sebelah kiri ke saluran kemih. Semuanya tampak berjalan dengan baik, tetapi diagonsa awal kondisi Amanda yang sempurna itu datang dengan sebuah peringatan :Suatu hari dia akan membutuhkan sebuah transplantasi ginjal. Suatu hari kelihatannya masih begitu jauh, sejauh masa depan Amanda saat meninggalkan rumah sakit dengan pesan dari dokter bahwa dia harus menjaga aktifitasnya karena kondisi ginjal yang tersisa hanya berfungsi 20 persen saja. Kami tidak pernah meceritakan rahasia ini. Tiap malam sebelum Amanda tidur dan tiap pagi setelah bangun tidur, saya selalu bertanya pada Amanda sebuah pertanyaan penting, Bubs, bagaimana keadaanmu hari ini? Dia akan menjawab, Positif, dan ginjal saya semakin baik. Ini menjadi sebuah ritual bagi kami, sebuah jembatan yang kuat antara pikiran dan tubuh. Segera semakin baik menjadi sempurna dan hebat dan mengagumkan. Kekuatan semangatnya terlihat dengan jelas di kondisi fisiknya. Delapan tahun berlalu. Sebagaimana perubahan tubuh Amanda, ginjal kecilnya menjadi lelah dan saat suatu hari datang dengan lebih cepat. Faktor usia dan hubungan keluarga membuat saya adalah calon pendonor tebaik, dan dokter meminta dilakukan lebih banyak pemeriksaan. Saya menahan nafas, dan sebuah suara halus mengingatkan saya akan kematian kakek karena gagal ginjal – sebuah penyakit yang sama yang juga mengantar kematian ayah. Saudara perempuan saya sehat, tetapi saya belum pernah menjalani test tersebut. Saya berdoa dan membayangkan wajah Amanda yang selalu tersenyum. Jackie menemani saya yang sedang diperiksa dengan menggunakan ultrasound. Dokter melakukan scanning melihat keadaan ginjal saya. Akhirnya dia berkata, Saya tidak punya kecurigaan apapun. Saya lihat anda punya dua ginjal yang sehat. Kemudian saya tahu bahwa sebuah rencana yang sempurna telah disusun dan segala sesuatu berjalan dengan lancar. Begitu dekat dengan sebuah keajaiban yang saya pernah ketahui. Suatu hari itu tiba di tanggal 18 Juli 2002. Saya dan Amanda masuk berdampingan di ruang operasi di Rumah Sakit Anak di Universitas Wisconsin di kota Madison. Organ vital saya yang sehat diambil dan dipindah ke tubuh Amanda oleh Dr. Hans Sollinger, seorang dokter bedah yang berpengalaman. Segera ginjal itu berfungsi di tubuh Amanda dan memproduksi urin! Untuk pertama kali dalam hidupnya, Amanda memiliki sebuah ginjal yang sehat! Saat saya siuman setelah operasi, seorang suster meletakan tangannya di dada saya dan berkata, Amanda sudah ada di kamar perawatan dan keadaannya sangat baik. Apakah anda akan menyampaikan sesuatu padanya? Kerongkongan saya tercekat oleh masker oksigen, saya membisikkan dua kata yang Amanda pasti mengenalinya, Hubba-Bubba, Sebuah sapaan sayang yang biasa kami ucapkan untuk Amanda. Dengan air mata mengalir di pipinya, perawat itu menyampaikan sebuah pesan yang tidak lazim, dan Amanda dengan mata terpejam melakukan hal yang biasa dia lakukan: tersenyum lebar. Sebagai ayah, kita selalu berharap ada hal yang bisa kita wariskan dari diri kita kepada anak-anak. Untuk saya dan Amanda, ikatan itu jauh melampaui hubungan fisik kepada sebuah keyakinan yang dalam. Sebuah perasaan yang bagi saya adalah perjanjian yang telah lama dan pada akhirnya terlaksana. Dua tahun setelah operasi dilaksanakan, saya melihat wajah Amanda di tengah lapangan volley menengok ke arah kami duduk dan tersenyum lebar sambil mengangkat dua jempol ke atas. Saya menghapus air mata yang tergenang dan membalas senyumnya. Saya adalah ayahnya, tetapi dia adalah pahlawan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar