Jakarta--RoL-- Tidak semua dokter memiliki pemahaman yang baik dan benar mengenai definisi dari malpraktek, kata Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) Dr Aru Sudoyo, Sp.PD. "Itulah salah satu sebabnya pada tahun 2007 ini kami melakukan ’road show’ ke tujuh kota untuk memberikan sosialisasi dan pemahaman yang jelas kepada para dokter khususnya anggota PAPDI," katanya di Jakarta, baru-baru ini. Aru Sudoyo memaparkan, tujuh kota yang dimaksud adalah Medan, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Makassar. Ia juga menyayangkan adanya sikap sebagian dokter yang tidak bersikap terbuka dalam menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga. "Ketidaktahuan dokter dalam masalah malpraktek tidak dapat menjadi alasan bagi dokter untuk tidak memberikan pelayanan pengobatan yang terbaik bagi pasien," katanya. Di lain pihak, lanjut Aru, terdapat bagian dari masyarakat yang takut untuk bertanya sehingga timbullah kecurigaan terhadap dokter. Untuk pemahaman masyarakat secara luas, ia sangat mengandalkan kepada media massa agar dapat menyampaikan pemahaman yang benar agar masyarakat tidak salah kaprah tentang malpraktek. Mengenai usulan pembuatan buku populer mengenai malpraktek, staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu berpendapat masyarakat kini lebih mengandalkan pada surat kabar dibandingkan buku teks. Ia menuturkan, bila terdapat ketidakadilan yang menimpa oleh seorang dokter maka PAPDI akan mencoba membantunya karena di dalam perhimpunan tersebut terdapat tim advokasi yang terdiri atas sejumlah pakar hukum. "Namun, kami tetap berpegang kepada ’hitam adalah hitam dan putih adalah putih’. Artinya, bila sang dokter terbukti bersalah maka ia harus dihukum sesuai ketentuan yang berlaku," kata Aru. Sebelumnya, Dr. Herkutanto, SpF, SH dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) pada Selasa (3/7) mengemukakan tidak semua kejadian malpraktek adalah bentuk pelanggaran hukum karena malpraktek itu bukanlah jargon hukum tetapi istilah sosio-medis. "Hukum pidana dan atau perdata dapat dilakukan kepada dokter hanya bila terjadi kecacatan atau kematian atau reaksi tubuh yang tidak diharapkan akibat dari pelayanan yang tidak sesuai dengan kaidah medis," katanya. Herkutanto menuturkan, dokter yang telah melaksanakan sesuai kaidah profesi medis tetapi tetap terjadi hal yang tidak diinginkan, maka dokter tersebut tidak dapat dihukum secara pidana atau perdata karena hal tersebut adalah risiko tindakan medis. Dikutip dari : http://www.tenaga-kesehatan.or.id/berita_detail.php?id=138 Sumber: http://www.republika.co.id/, Senin, 09 Juli 2007 8:44:00 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar