Senin, 21 Juli 2008

Pasien Kita Siapa yang Bela?

Handrawan Nadesul

Seorang mantan pejabat cangkok ginjal gara-gara tiap hari minum obat encok
China. Tak tahu obat yang dibeli tak berizin dan merusak ginjal. Kasus
begini tak perlu terjadi kalau masyarakat tahu bahaya minum obat
sembarangan.
Stasiun TV kita menyiarkan aneka penyembuhan tak jelas dasar mediknya.
Praktik pengobatan tanpa bukti ilmiah menjamur di mana-mana. Iklan koran
dipenuhi oleh janji penyembuh dan bahan berkhasiat yang tak masuk akal
medik. Dikepung informasi medik menyesatkan, masyarakat teperdaya karena tak
ada yang memberi tahu itu keliru.
Dunia medik bukan tak terbuka bagi cara penyembuhan lain. Kita mengenal
complementary alternative medicine (CAM). CAM di negara maju amat
berkembang. Cara penyembuhan (healing) maupun pengobatan (theurapeutic)
nonmedik bukan tergolong terapi standar medik bisa diterima akal medik, kini
menjadi pelengkap terapi. Sebut saja akupunktur, homeopathy, chiropractic,
dan sejenis itu lainnya.
Namun, masyarakat perlu diberi tahu juga tidak setiap cara nonmedik apa saja
boleh dipercaya. Informasi bahan berkhasiat atau cara penyembuhan nonmedik
tentu bohongnya jika mengaku mampu menyembuhkan segala penyakit. Kalau yang
sesat seperti itu tak diberi tahu, masyarakat terus percaya, lalu teperdaya.
Kini tak sedikit informasi medik tergolong hoax, sekadar pseudoscience, atau
yang tak punya bukti ilmiah, beredar luas di website, berpotensi mengecoh
pasien. Yang sudah jelas bahan obatnya sekalipun masih perlu disangsikan
jika belum lulus teruji. Harus dianggap berlebihan klaim yang menyebut
penyakit apa saja bisa dilawan dengan Ginkgo biloba, bawang putih, atau
omega-3, misalnya.
Seturut medik, satu-dua sembuh saja oleh suatu cara atau bahan berkhasiat
dari seratus pasien dengan penyakit sama belum boleh dinilai sahih sebagai
penyembuh. Namun, testimoni satu-dua kesembuhan nonmedik yang acap mengajak
pasien keliru memilih alamat berobat
Kalau iklan penyembuhan nonmedik apa saja disiarkan TV dan koran tanpa
disensor, masyarakat terus saja teperdaya.
Keliru pula iklan yang menyebut karena bahan dari alam, pasti aman.
Tahun-tahun belakangan sejumlah bahan berkhasiat, jamu, fitofarmaka
(Mahuang, Ephedra, misalnya) ditarik WHO sebab terbukti tidak aman.
Bertahun-tahun pasien kita terus minum jamu nakal dicampur obat dokter
(antara lain obat golongan kortikosteroid), tak menginsafi karena tak ada
yang memberi tahu kelak berakibat keropos tulang, kena kencing manis, darah
tinggi, selain gangguan hormonal.

Efek plasebo
Tak ada pula yang memberi tahu masyarakat bahwa sembuh dan sembuh bisa
berarti dua. Dalam kesembuhan nonmedik bisa berlaku efek plasebo. Segelas
air putih bisa menjadi obat kalau pasien percaya siapa yang memberi. Pasien
"merasa" sembuh saja belum berarti sudah sembuh. Kesembuhan sejati perlu
pembuktian medik.
Maka, apa saja yang menyebut diri obat, masyarakat perlu dibuat jangan lekas
percaya. Belum tergolong sembuh medik jika cara atau bahan berkhasiat yang
sama tidak menyembuhkan semua pasien berpenyakit sama. Percaya saja hanya
karena ada yang bisa disembuhkan, itu yang acap menyesatkan.
Bukan saja iming-iming non- medik, ketika industri medik sendiri makin
merangsek masuk, pihak pasien berisiko dirugikan. Kondisi industrio-medical
complex kini memosisikan pasien kita menjadi teperdaya.
Akibat masuknya industri ke layanan medik yang mestinya sarat moral, semakin
mengokohkan otonomi medik, duplikasi pemeriksaan, polifarmasi (meresepkan
obat berlebihan), dan overutilisasi alat medik, sebagai bagian industri
rumah sakit. Layanan medik mengalami dehumanisasi, depersonalisasi, selain
ongkos berobat tinggi.
Lalu, pilihan berobat nonmedik jadi masuk akal karena secara kultur pasien
kita lebih akrab pada yang serba magis dan mistis. Dikepung dua layanan yang
sama tidak menguntungkan pihak pasien, pasien kita terjepit. Sementara
tangan pemerintah kelewat pendek untuk mengontrol segala yang merugikan
pasien. Maka, tak ada cara tepat untuk menolong pasien selain dengan membuat
masyarakat lebih cerdas dalam berobat.
Saatnya pemerintah, media massa, dan LSM ikut menambah wawasan hidup sehat
masyarakat luas dan bukannya menumbuhkan pembodohan.

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag