Senin, 03 Juni 2019

... 38 Tahun ...

"Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit." (Yohanes 5:5)

Sepintas membaca ayat di atas, terasa tidak ada yang istimewa, ada apa dengan angka tiga puluh delapan tahun? Ah, itu angka yang biasa. Betul, sesungguhnya itu angka yang biasa, tidak memiliki makna apa-apa. Tetapi jika kita mau melihat lebih jauh keberadaan orang yang sakit dalam jangka waktu selama tiga puluh delapan tahun, ditambah dengan keberadaannya di serambi kolam Bethesda yang memiliki daya kesembuhan, penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus dan sekitar protes yang dilakukan orang-orang Yahudi, barulah kita akan melihat makna yang amat dalam dari keseluruhan rangkaian kasus tersebut.


Penderitaan-Penderitaannya
Tidak diketahui persis berapa usia orang tersebut, hanya ada data bahwa ia telah menderita sakit (kemungkinan besar lumpuh) selama tiga puluh delapan tahun. Jika ia sakit sejak lahir maka ia akan berusia tiga puluh delapan tahun saat laporan ini ditulis Yohanes. Tetapi jika ia sakit pada saat ia mencapai usia tertentu, maka usianya akan jauh lebih tua dari penyakit yang dideritanya. Secara umum orang seusia ini telah menikah dan memiliki keluarga, menjadi seorang ayah dari seorang anak atau lebih, yang barangkali sudah duduk di sekolah dasar. Dalam bidang pekerjaan seukuran usia tersebut ada pada usia yang sangat produktif, mungkin saja jabatannya adalah manajer atau kepala puskesmas atau malah kepala rumah sakit. Bahkan bisa lebih dari semua ini, jika melihat usia Luther 34 tahun yang telah mampu mereformasi gereja saat menempel dalil-dalilnya di pintu gereja Wittenberg atau Calvin yang telah berhasil menerbitkan Institutionya saat berusia 26 tahun. Maka sangat mungkin jika orang ini dalam keadaan sehat ia akan mencapai prestasi yang terbaik dalam hidupnya.

Dalam pemandangan saya, dan barangkali banyak juga orang setuju, bahwa menderita sakit dalam keadaan yang begitu lama pasti merasakan penderitaan yang amat dalam. Taruhlah diri saya sebagai contoh, saya pernah menderita hepatitis. Nyaris satu setengah bulan saya harus bedrest, hal inipun sudah saya rasakan amat lama. Bagi orang ini setidaknya ada dua penderitaan, yaitu (1) Penyakitnya, yang berdampak pada banyak aspek dalam hidupnya, (2) ketidakpedulian orang sekitarnya, sehingga ia tetap berada dalam penyakitnya. Memahami lebih jauh, marilah mencoba masuk ke dalamnya:

Bethesda adalah kolam yang memiliki lima serambi, gambarannya cukup sederhana saja yaitu ada serambi pada empat sisi kolam tersebut ditambah satu serambi di tengah kolam yang memisahkan kolam tersebut menjadi dua, serambi inilah yang disebut sebagai serambi kelima. Orang yang sakit ini ada di dalam serambi ini. Berapa lama ia ada di tepian kolam tersebut tidak diketahui. Kemampuan kolam tersebut untuk menyembuhkan jika sewaktu-waktu malaikat turun dan menggoncangkan airnya telah memberikan pengharapan kesembuhan bagi banyak orang yang menderita sakit. Tak terkecuali orang ini, ia memiliki pengharapan untuk sembuh.

Tetapi kemudian faktanya adalah: ia selalu terlambat. Atau sama sekali tidak mampu untuk masuk ke dalam kolam tersebut, hal inilah yang perlu kita telusuri lebih jauh. Kemana orang-orang banyak yang sebelumnya sakit dan telah mendapat kesembuhan? Di mana keluarga dia? Di mana perhatian kemanusiaan orang-orang Yahudi yang lalu lalang di gerbang dekat kolam tersebut, yang memberikan protes pada saat orang ini mengalami kesembuhan dan mengangkat tilamnya?


Membelokkan Isu
Di sinilah terkuak permasalahannya. Ketidakadaan orang-orang yang telah mengalami kesembuhan dari kolam tersebut untuk menolong orang yang menderita ini telah memberikan gambaran egoisme manusia dalam menjalani hidupnya. Bisa saja hal ini disebabkan persaingan untuk segera masuk ke dalam kolam, sehingga orang yang ada di tepian kolam bukan lagi dilihat sebagai orang yang senasib dengan dirinya, tetapi menjadi saingan bagi dirinya. Jika mental ini yang ada, wajar saja akhirnya ketika kesembuhan telah diperolehnya, maka segera mereka meninggalkan tempat itu dengan segala pikiran "senang" akan kemampuan mereka. Barangkali di rumahnya, dengan bangganya segera ia bertutur tentang keberhasilannya mendahului "lawannya", menghalanginya, dan masuknya ia ke kolam, lalu sembuh.

Di mana keluarganya? Yohanes tidak memberikan catatan apapun tentang keluarganya. Sangat disayangkan jika ia memiliki keluarga tetapi tidak ada satu orangpun mau menolongnya. Padahal itulah yang diperlukan (ayat 7). Tetapi jika ia tidak memiliki keluarga, maka sekarang lengkaplah penderitaannya karena orang-orang Yahudi yang hilir mudik tidak memperdulikannya, meski tiga puluh delapan tahun telah menderita sakit. Di mana rasa iba mereka itu? Lebih menarik lagi ketika orang ini telah sembuh dan taat pada Yesus untuk mengangkat tilamnya, orang-orang Yahudi memberikan protes yang sangat keras, karena hal ini telah melanggar hukum. Mereka lebih patuh pada hukum yang membelenggu daripada kasih yang membebaskan.

Isunya kemudian berbelok, isu kemanusiaan berupa pertolongan yang diperlukan orang ini, telah digeser pada hukum yang membelengu orang ini, bahkan menyingkirkan pada penguasa hukum tersebut yaitu Yesus sendiri. Mental demikian telah menjadi masalah yang besar dan merata dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia. Isu-isu kemanusiaan diplintir pada isu politiki, hukum agama dan seterusnya.


Kembali Melihat Manusia
Lain halnya dengan pemandangan Yesus, setelah ia tahu bahwa orang ini telah sakit selama tiga puluh delapan tahun, ia memerlukan untuk menegor dan menyembuhkannya. Sebuah kontras yang nyata, usia Yesus saat itu tidak lebih lama dari orang ini menderita penyakitnya. Ia melihat peremehan dari orang disekitarnya, ketidakpedulian, persaingan dan entah apalagi yang bisa diruntutkan.

Mata hatinya telah membawa kepada keadaan manusia yang sebenarnya. Langkah pertama adalah: Pertanyaan ..."maukah engkau sembuh?" ... telah mengubah prinsip pengharapan pada kesembuhan kolam tersebut, beralih pada kesembuhan pada Tuhan Yesus, karena Dia yang akhirnya menyembuhkan, bukan kolam itu. Dalam konteks itu, tidak diperlukan lagi pertolongan yang diharapkan dari orang-orang sekitarnya. Ketidakpedulian pada manusia telah dipotong oleh Yesus. Kedua, ..."janganlah berbuat dosa lagi"... telah memberikan pengajaran kebenaran yang hakiki yang diperlukan orang ini.

Inilah sebagian kecil saja pengajaran kebenaran dari kisah ini. Yesus telah memberikan perhatiannya yang sangat lengkap kepada manusia, mematahkan ironis yang ada, di mana seseorang yang 38 tahun lamanya sakit, dan tak ada seorangpun yang menolongnya. Ia menolong dan menyembuhkannya. Bagaimana dengan kita, di manakan posisi kita saat ini?


_______________________________________________________
Oleh Yohan Deretah
Dalam Majalah Samaritan Edisi 4 Tahun 2002

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag