Rabu, 22 April 2020

Sasaran Pelayanan Manusia Seutuhnya

Bicara tentang misi berarti bicara tentang pengutusan. Karena kata latin missio berarti pengutusan. Siapa yang mengutus, siapa yang diutus, dan aspek-aspek penting apa saja yang terdapat dalam pengutusan tersebut? Saya akan mulai drngan menjawab dua pertanyaan pertama. Siapa yang mengutus? Siapa yang diutus?

Salah satu ayat yang banyak diacu oleh para sarjana setiap kali berbicara tentang misi adalah Yohanes 20:21. Bunyinya dalam bahasa Latin, sicum misit me Pater, et ego mittos vos. Artinya, "sama seperti Bapa mengutus (misit) Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus (mitto) kamu." Siapa yang mengutus? Pertama-tama, Allah Bapa. "Bapa mengutus...," kata Tuhan Yesus. Selanjutnya, Allah Anak. "Aku mengutus ...." Dari sini, muncullah salah satu tema utama dalam Misiologia, yaitu Missio Christi. Pengutusan Kristus. Dalam arti, pertama, Kristus diutus oleh Allah, dan selanjutnya, Kristus mengutus murid-murid-Nya.

Siapa yang diutus? Pertama, Anak Allah. "Bapa mengutus Aku,"  kata Tuhan Yesus. Selanjutnya, para murid. "Aku mengutus kamu." Dan akhirnya, Gereja alias orang-orang percaya di segala abad dan tempat, yang merupakan buah pelayanan dan sekaligus pewaris ajaran dari para rasul. Dari sini, muncullah tema utama lainnya dalam Misiologia, yaitu Missio Ecclesiae. Pengutusan Gereja. Dalam arti, Gereja diutus oleh Kristus atau Kristus mengutus Gereja.

Apa hubungan antara Missio Ecclesiae dan Missio Christi? Jawabnya, sesungguhnya Missio Ecclesiae adalah kelanjutan dan perluasan dari Missio Christi. Dan keduanya, bersama-sama dengan Missio Apostolarum (Pengutusan Para Rasul), merupakan bagian dari Missio Dei (Keseluruhan Pekerjaan Allah Menyelamatkan Dunia).

Pokok Missio Ecclesiae sebagai kelanjutan dan perluasan dari Missio Christi inilah yang ditunjukan oleh penulis Injil Markus dalam pasal 6. Khususnya ay.7-30, yang merupakan satu unit (tentang pengutusan kedua belas murid). Perhatikan kesejajaran yang sangat kuat antara penutup bagian sebelumnya, pasal 6:6b ("Lalu Yesus berjalan berkeliling dari desa ke desa sambil mengajar"), dan penutup bagian ini, pasal 6:30 ("Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan").  Yang pertama merangkum misi Yesus. Sedangkan yang kedua misi murid-murid. Dalam keduanya, muncul kata Yun. didasko. Artinya, mengajar. Dengan demikian, penulis menyejajarkan misi Yesus dengan misi murid-murid. Murid-murid melanjutkan apa yang Kristus kerjakan. Setiap orang yang menyebut dirinya murid Kristus mengerjakan hal yang sama. Missio Ecclesiae adalah kelanjutan dan perluasan dari Missio Christi. Misi Gereja adalah kelanjutan dan perluasan dari Misi Kristus.

Kalau begitu, aspek-aspek penting apa saja yang terdapat dalam Misi Gereja? Tentunya itu juga aspek-aspek penting yang terdapat dalam Misi Kristus.

Nats kita hari ini mengajak kita melihat setidaknya tiga aspek penting dari Misi Gereja. Pertama, sasaran dari Misi. Kedua, agenda utama dari Misi. Dan ketiga, penyertaan ilahi dalam Misi.


Sasaran dari Misi (ay. 12-13)
Sasaran dari misi adalah manusia seutuhnya. Itu berarti bukan hanya manusia lahiriah, tetapi juga manusia batiniah. Tugas seorang misionaris atau utusan Injil adalah menjawab kebutuhan-kebutuhan baik jasmani maupun rohani.

Perhatikan baik-baik apa yang dikatakan oleh Kitab Suci tentang pokok ini. Rangkuman dari semua yang dikerjakan oleh murid-murid selama masa pengutusan tertulis dalam ayat 12-13: "Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka." Pertanyaannya, apa yang menjadi obyek atau sasaran pelayanan mereka? Kita perlu menemukan jawaban yang benar dari pertanyaan ini, agar tidak terjerumus atau terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada program. Atau pada uang. Atau pada minat-minat dari kelompok-kelompok tertentu.

Gereja sebagai lembaga harus memiliki program yang jelas. Gereja juga membutuhkan uang untuk menjalankan program tersebut. Dan di dalam gereja, tidak dapat dipungkiri, hadir banyak kelompok dengan minat masing-masing. Tetapi program dan uang tidak boleh menjadi tujuan akhir. Keduanya hanya sarana untuk mencapai sasaran sesungguhnya. Juga minat-minat kelompok. Mereka tidak boleh memaksakan diri untuk menjadi tujuan akhir, tetapi harus tunduk dan mengabdi kepada minat Allah sendiri.

Kembali kepada pertanyaan, apa yang menjadi obyek atau sasaran pelayanan para murid? Jawabnya, bukan program. Bukan uang. Bukan juga minat mereka. Tetapi manusia seutuhnya. Mereka bukan melayani program. Bukan mengabdikan diri kepada uang. Bukan juga memuaskan minat manusia. Tetapi melayani manusia seutuhnya. Mengabdikan diri kepada manusia seutuhnya. Dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia seutuhnya. Bagaimana caranya? Mengajak manusia bertobat dari dosa-dosanya. Tetapi juga menyembuhkan manusia dari sakitnya. Dengan kata lain, dengan menjawab kebutuhan-kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Kesehatan dan keselamatan jiwa-raga.

Bagaimana cara para murid mengajak umat bertobat dari dosa-dosa mereka? Apa isi berita mereka? Tidak lain dari isi berita Kristus sendiri: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (1:15).

Bagaimana cara mereka menyembuhan orang-orang yang sakit? Menarik sekali. Kitab Suci menjawab, "Mengoles .... dengan minyak." Minyak apa ini? Dapat dipastikan, minyak zaitun. Di dunia kuno, minyak tersebut digunakan secara luas sebagai obat (lih. Yes. 1:6; Luk 10:34; Yak 5:14).

Di sini kita berjumpa dengan aspek medis dari Injil. Injil bukan hanya menyadarkan manusia berdosa akan keberdosaan mereka, mengatar kepada penyesalan yang sejati dalam hati mereka, serta membangkitkan iman yang sejati kepada anugerah Allah yang menyelamatkan. Tetapi juga memperbarui aspek lahiriah manusia dan memberikan kesembuhan. Dengan kata lain, pekerjaan Injil atas hidup manusia bersifat holistik. Artinya, memperbarui manusia seutuhnya. Lahir dan batin. Jiwa dan raga. Roh dan tubuh.

Apa yang Kitab Suci ajarkan tentang keutuhan dalam diri manusia? Amsal 14:30 berkata, "Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang." Terjemahan NIV berbunyi, "A heart at peace gives life to the body, but envy rots the bones." "Hati yang damai menghidupkan tubuh, ...." Pernyataan ini menyatakan dan menegaskan, bahwa kondisi batiniah kita memengaruhi kondisi lahiriah kita. Aspek rohani dan aspek jasmani dari manusia demikian menyatu. Keduanya harus menjadi sasaran dari pekerjaan Injil.

Tuhan Yesus sendiri melayani manusia seutuhnya. Apa yang murid-murid lakukan selama masa pengutusan mereka mengacu kepada teladan-Nya yang sangat agung. Contohnya, apa yang diperbuat-Nya terhadap seorang perempuan yang sakit pendarahan dalam bagian sebelumnya (pasal 5:25-34). Si wanita sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Mungkin karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuhnya. Akibat pendarahan tersebut, ia kurang darah, lemah dan tidak mampu mengerjakan tugas-tugas rumah tangganya dengan baik. Menurut analisis seorang dokter, karena faktor ketidakseimbangan hormon, ia tidak dapat hamil. Ia mengalami masalah ginekologi yang sangat serius dan menahun. Belum lagi kenyataan, bahwa ia dipandang najis oleh masyarakat. Menurut Imamat 15:19, seorang perempuan najis selama masa menstruasi dan tujuh hari sesudahnya. Tetapi si wanita najis selama dua belas tahun, karena selama itu pendarahannya tidak pernah berhenti. Ia menajiskan semua yang disentuhnya. Kalau ia sudah menikah, yakinlah bahwa suaminya telah menceraikannya. Keluarganya telah mengusirnya. Teman-temannya telah menjauhinya. Akhirnya, seperti dilaporkan oleh Kitab Suci, seluruh uangnya telah dihabiskannya untuk berobat dan hasilnya sia-sia.

Bayangkan juga kondisi psikologisnya. Sedih, tertolak, berbeban berat, pahit dan mungkin marah kepada masyarakat. Bahkan kepada Allah. Bisa jadi beban hidupnya yang paling berat adalah masalah rohani. Karena najis, ia tidak dapat pergi ke tempat ibadah untuk berdoa kepada Tuhan. Ia tidak dapat mengakui dosa-dosanya dan memohon pertolongan Tuhan.

Kedatangan Tuhan Yesus membangkitkan sedikit harapan di hatinya. Tapi ia sadar, bahwa dengan kondisi seperti itu, ia tidak dapat menghampiri Tuhan Yesus untuk memohon pertolongan-Nya. Bisa-bisa, belum juga sampai ke hadapan-Nya, ia sudah mati dirajam batu oleh orang banyak. Sebenarnya ia bisa meminta sanak keluarganya untuk menghampiri Tuhan Yesus dan memohon pertolongan baginya. Tapi apa daya, mereka semuanya telah menyingkirkannya. Dalam kesedihannya, ia melakukam tindakan nekad. Kitab Suci berkata, bahwa ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya.

Apa yang terjadi? Seketika itu juga ia merasa, bahwa tubuhnya sudah sembuh dari sakit. Seharusnya persoalan selesai sudah. Kesembuhan jasmani yang dinantikannya selama bertahun-tahun akhirnya diperoleh. Tetapi ternyata kisah berlanjut. Tuhan Yesus mengetahui, bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu berpaling dan bertanya, "Siapa yang menjamah jubah-Ku?" Si wanita menjadi takut dan gemetar, lalu maju dan tersungkur di hadapan Yesus serta mengakui perbuatannya. Ia hanya bisa pasrah menunggu kata-kata kutukan dari banyak orang karena menajiskan mereka dengan kehadirannya. Tapi, apa yang terjadi? Sebaliknya dari kutukan, ia memdengar ucapan yang begitu indah: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!"

Apa yang Yesus berikan kepadanya? Ada tiga. Pertama, penerimaan. Kedua, kesembuhan. Dan ketiga, pemulihan posisinya di tengah-tengah masyarakat.

Para sarjana medis telah menemukan bukti-bukti ilmiah yang mendukung pernyataan Kitab Suci berusia ribuan tahun tersebut. Mereka menjumpai kenyataan, bahwa stres atau tekanan hidup yang berlarut-larut akan mempengaruhi hormon adreno-corticak, yang pada gilirannya akan mempengaruhi fungsi dan banyak sistem organ tubuh.

Pengalaman klinik sendiri menunjukan ketidakcukupan pelayanan pada aspek fisik saja. Ternyata, banyak jenis penyakit fisik, sebutlah tekanan darah tinggi, gangguan kekebalan diri, sindrom radang kronis, bahkan beberapa kanker ganas, menyangkut unsur kejiwaan, yaitu ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi stres. Stres juga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Memperlemah resistansi tubuh dari infeksi, serta menghambat proses kesembuhan dan pemulihan. Karena itu, pelayanan jasmani perlu dilengkapi dengan pelayanan rohani. Dan telah terbukti juga secara klinis, bahwa aktivitas-aktivitas rohani ternyata memiliki dampak positif yang sangat besar terhadap proses pemulihan dari penyakit.

Jadi, baik ilmu kedokteran maupun pengalaman klinik memastikan, bahwa pikiran, perasaan dan tubuh manusia merupakan aspek-aspek yang sangat terkait dan berpengaruh satu terhadap yang lain. Injil harus menyentuh semuanya itu.

Konon, di Rumah Sakit Vanga, di Republik Demokrasi Kongo, pernah bekerja seorang staf wanita bernama Matala. Orang-orang di rumah sakit itu menyebutnya "dokter hati". Ia bukan kardiolog. Tapi ia tahu, bagaimana menyembuhkan hati yang patah dan jiwa yang terluka. Pekerjaannya adalah memperkenalkan Tuhan Yesus kepada setiap penderita sakit di rumah sakit tersebut. Dan banyak sekali pasien yang sembuh karena pelayanannya. Saudara mungkin tidak bisa jadi dokter medis, tapi Saudara bisa jadi "dokter hati".


Agenda Utama dari Misi (ayat 7)
Kitab Suci berkata, "Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat" (ay 7b). Perhatikan baik-baik. Apa yang Tuhan Yesus berikan kepada murid-murid ketika mengutus mereka? "Kuasa atas roh-roh jahat." Hal yang sama juga dikemukakan dalam ps. 3:15, "kuasa untuk mengusir setan."

Pernyataannya, mengapa kuasa atas roh-roh jahat, bukan atas alam atau penyakit? Padahal, bukankah keduanya sering menghancurkan hidup manusia? Pertanyaan ini sangat penting untuk dijawab, supaya kita mengerti secara tepat apa yang seharusnya menjadi agenda utama dari misi Kristen. Kalau agenda utama dari pelayanan kira adalah memberitakan kesembuhan dari luka-luka fisik, yang kita butuhkan adalah kuasa atas alam atau penyakit. Tetapi bukan itu yang diberikan oleh Tuhan kita. Berarti, agenda utama dari pelayanan kita bukan memberitakan kesembuhan dari luka-luka fisik. Lalu, apa? Kitab Suci berkata, "Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat" (ayat 12). Murid-murid diutus untuk mengajak umat bertobat dari segala dosa mereka. Agenda utama dari pelayanan mereka adalah memberitakan pertobatan dari segala dosa. Kalau begitu, apa yang murid-murid butuhkan? "Kuasa atas roh-roh jahat". Yang menghalangi manusia untuk bertobat bukan malapetaka. Bukan juga penyakit. Malah keduanya seringkali Tuhan pakai untuk mendorong manusia untuk bertobat. Yang menghalangi manusia untuk bertobat adalah roh-roh jahat. Karena itu, harus diusir dengan kuasa Tuhan Yesus. Karena itu, murid-murid membutuhkan kuasa atas roh-roh jahat.


Pernyataan Ilahi dalam Misi (ay. 8-11)
Kebanyakan manusia berusaha membingkai hidup mereka dengan kemapanan. Di dalam bingkai itu, mereka berusaha melukiskan hidup mereka yang terpelihara dengan baik. Ada rumah yang besar, mobil yang mewah, tabungan yang berlimpah, dan sebagainya. Tetapi, apakah kemapanan mampu memelihara hidup manusia secara sempurna? Kitab Suci berkata, "Apa gunanya ...." Bingkai hidup orang Kristen bukan kemapanan, tetapi Misi Gereja. Yang membingkai bukan dia, tetapi Kristus sendiri. Ingat Yobanes 20:21. Dia yang mengutus kita. Dan di dalam bingkai itu, tangan Tuhan sendiri memainkan kuas untuk melukiskan hidup hamba-Nya yang dipelihara secara sempurna. Yang muncul bukan seorang yang dikelilingi oleh rumah yang besar, mobil yang mewah, tabungan yang berlimpah, dan sebagainya. Tetapi orang yang sangat sederhana. Tanpa roti di tangan. Tanpa bekal di punggung. Tanpa uang di saku. Cuma tongkat di tangan. Sepasang alas kaki. Dan baju satu-satunya yang menempel di tubuh. Di hadapannya, jalan yang panjang, berliku-liku, penuh kerikil dan berbatu-batu. Memang banyak rumah di sekelilingnya. Tapi tidak satupun miliknya. Ada yang membuka pintu baginya dan mempersilahkannya masuk. Tapi banyak yang menutup pintu rapat-rapat baginya. Namun demikian, lihat! Dengan wajah berseri-seri ia melangkah dengan tegap. Tidak ada kekuatiran tentang apa yang akan ia makan, minum, atau pakai. Tidak juga ada ketakutan mengalami penolakan dari orang lain yang dihampirinya. Mengapa? Ah, jawabannya ada di langit. Di sana, wajah Allah yang lembut dan penuh cinta kasih memandangnya untuk memberikan pertolongan yang dibutuhkannya setiap saat.

_____________________________________________________
"Sasaran Pelayanan Manusia Seutuhnya" oleh Pdt. Erick Sudharma
Dalam Majalah Samaritan Edisi 2 Tahun 2003.

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag