“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,...” (Matius 28:19)
Saya yakin anda tahu bahwa ayat ini adalah perintah Tuhan Yesus, bahkan sadar bahwa perintah ini dikenal dengan Amanat Agung (dalam bahasa Inggris dikenal sebagai “Great Commission”). Ini merupakan perintah terakhir Tuhan Yesus kepada gereja. Suatu perintah yang sangat penting. Apa kita menaatinya?
Suatu waktu saya melihat sebuah buku yang berjudul “The Great Ommission” ditulis oleh Dallas Willard. Sub judul buku itu adalah “Rediscovering Jesus’ Essential Teaching on Discipleship.” Buku ini menyadarkan saya bahwa perintah Tuhan yang mengutus para murid-Nya untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya sangatlah mudah diabaikan oleh kita. Semudah kita menghilangkan huruf C dari kata Commission (yang berarti pengutusan) menjadi kata ommission (yang berarti pengabaian). Sehingga penulis buku ini memberi judul Pengabaian Terbesar. Karena yang kita abaikan adalah salah satu Perintah Terbesar.
Kondisi Pemuridan di Mahasiswa dan Alumni
Dibanyak persekutuan kampus, pemuridan
menjadi semakin lemah bahkan sudah sekarat. Secara program atau aktivitas masih
ada, namun dalam kenyataannya sudah tidak jalan. Kalau ditanya, kelompok kecil
pemuridan hanya berjalan beberapa kali lalu mulai tersendat-sendat dan akhirnya
tidak jalan lagi. Berbagai alasan yang dapat diberikan mengenai tidak
berjalannya pemuridan ini. Pemuridan di kampus makin terancam akan punah.
Bagaimana dengan alumni
persekutuan medis? Seharusnya mereka akan tetap dalam pemuridan (whole-life discipleship), baik dalam
kelompok kecil alumni maupun dalam bentuk-bentuk kreatif lainnya. Mereka bisa meneruskan
pemuridan di PMdK atau di gereja-gereja. Namun berapa banyak yang masih dalam
kegiatan dan pelayanan pemuridan?
Kembali berbagai alasan yang bisa
menjadi pembenaran untuk mengabaikan amanat agung itu. Mulai dari kesibukan
baru kerja, baru menikah, baru pindah kota, baru dipromosi, baru studi lanjut,
dan sebagainya.
Alasan Pengabaian Perintah Pemuridan
Jika kita mempelajari Kitab
Suci maka minimal ada 3 alasan kenapa pemuridan diabaikan bahkan tidak
dilakukan:
1. Masih Adanya Keterikatan.
Contoh yang paling nyata
yaitu kisah seorang muda yang kaya (Lukas 18:18-25). Tuhan
Yesus berkata kepadanya: “"Masih
tinggal satu hal lagi yang harus kaulakukan: juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang
miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan
ikutlah Aku." (ay. 22) Suatu ajakan untuk menjadi murid-Nya: “...datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Ini adalah ajakan yang sangat
mulia, karena yang mengajak yaitu Tuhan Pencipta langit bumi. Ia pribadi yang
sangat mulia, lebih mulia dari semua raja atau presiden. Bagaimana dengan
respon orang kaya ini? Apakah ia menyambut dengan gembira? Dan merasa itu
sebagai kehormatan? Sayang sekali tidak. Di ayat 23 ditulis: “Ketika orang itu mendengar perkataan itu, ia
menjadi amat sedih, sebab ia sangat kaya.” Di Markus 10:22 ditulis: “Mendengar
perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.” Dari kedua ayat, terlihat bahwa alasan ia
menampikan ajakan menjadi murid Yesus yaitu hartanya. Ia sangat kaya dan banyak
hartanya. Dan kekayaannya itu telah membutakan dia untuk melihat kemuliaan
Tuhan yang jauh lebih berharga daripada seluruh hartanya. Sekarang inipun
kekayaan dan kemewahan sering membutakan kita untuk menyadari kekayaan dan
kemuliaan Allah yang melebihi semua kekayaan di dunia. Tidak sedikit mahasiswa
atau alumni medis Kristen yang menampikkan
panggilan pemuridan di kampus atau di PMdK demi mengejar kesuksesan dalam karir
yang diharapkan akan menambah pundi-pundi kekayaannya di masa mendatang.
Kenapa manusia sangat
mengutamakan kekayaan? Karena biasanya kekayaan akan membuat kita merasa lebih dihormati di
keluarga, masyarakat bahkan di gereja. Kekayaan juga lebih memberi rasa aman bagi kita dalam menyongsong masa depan hidup kita
yang akan menghadapi berbagai kebutuhan. Kekayaan juga memungkinkan kita untuk hidup lebih menyenangkan dan lebih bisa menikmati hidup. Namun Tuhan
Yesus mengingatkan murid-Nya: “"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap
segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada
kekayaannya itu" (Lukas 12:15). Artinya kebahagiaan, rasa aman,
kesenangan dan kehormatan tidaklah bergantung pada kekayaan kita. Mother Teresa
adalah contoh bagaimana ia lebih dihormati, bahagia, dan memiliki rasa aman
daripada Lady Diana yang jauh lebih kaya daripadanya.
Tidak heran dalam mengajarkan
syarat untuk menjadi muridNya, Tuhan Yesus berkata: “Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala
miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku” (Lukas 14:33). Keterikatan orang muda kaya terhadap kekayaan atau hartanya telah
menyebabkan dia tidak bisa menjadi murid-Nya. Untuk menjadi murid Kristus tidak
cukup hanya mengetahui pentingnya mengikut kegiatan kelompok kecil pemuridan,
dan kesediaan untuk mengikut kelompok kecil. Sebab jika kita masih terikat
dengan segala milik kita, apa itu harta, kekayaan, atau hal yang lain yang
berharga bagi kita. Maka kita akan sulit memprioritaskan kegiatan pemuridan
yang sudah kita ikuti. Setelah berjalan beberapa kali kita akan kehilangan
motivasi jika itu tidak sejalan keinginan kita untuk menjadi kaya. Tanpa sadar
kita akan lebih mengutamakan kegiatan yang sejalan dengan mental materialistik
kita. Padahal jika kita mau lepaskan diri dari segala milik kita dan mengikut
Yesus, maka kata Yesus: “...maka engkau akan
beroleh harta di sorga.” Ini baru harta yang sesungguhnya, yang ngengat tidak akan
mengerogoti, pencuri tidak bisa ambil, dan nilainya abadi.
Jadi menjadi murid Kristus yang menuruti firman-Nya bukanlah orang yang paling
miskin, sekalipun di dunia mereka dipandang miskin tapi sesungguhnya mereka
memiliki harta di sorga yang jauh lebih berharga dari mereka yang memiliki
banyak harta di dunia. Coba renungkan kebenaran ini secara serius.
2. Menghindari penderitaan dan ejekan.
Dunia kita sekarang penuh
dengan gaya hidup yang mengejar kesenangan dan kenikmatan hidup yang lebih
dikenal dengan istilah hedon atau hedonisme. Hedonisme berasal dari kata Yunani
“hedonismos” atau “hedone” yang berarti kesenangan atau kenikmatan. Merupakan
falsafah hidup yang mengutamakan kesenangan atau kenikmatan hidup. Falsafah hidup
seperti ini sangat menghambat pemuridan. Kenapa? Sebab pemuridan menuntut
keseriusan dan kedisiplinan kita dalam mempelajari dan menaati firman Tuhan.
Sementara pengejaran akan kesenangan dan kenikmatan hidup tentu tidak sejalan
dengan jiwa dan suasana pemuridan. Dan jika pemuridan kita lakukan tanpa
kedisiplinan dan keseriusan, maka akan kehilangan dampak pemuridan yang
merubah hidup kita menjadi murid yang makin serupa dengan Kristus. Apakah pemuridan itu harus kita lalui dalam
suasana yang kaku dan tegang? Tentu tidak, sebab jika kita lakukan pemuridan
secara benar maka kita akan alami sukacita dan damai sejahtera yang melebihi
kesenangan dan kenikmatan dunia yang fana.
Memahami akan kecenderungan
manusia akan kesenangan dan kenikmatan hidup, maka Tuhan memberi syarat
pemuridan sebagai berikut: “Barangsiapa
tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi
murid-Ku” (Lukas 14:27). Syarat ini menyadarkan setiap kita yang mau
menjadi murid-Nya bahwa kita harus bersedia menderita segala ketidaknyamanan
bahkan ejekan untuk menjadi muridNya. Selain syarat ‘memikul salibnya’ juga ada syarat ‘dan mengikut Aku’, kata Tuhan Yesus. Ini bisa
berarti ketaatan dan kesetiaan untuk mempelajari dan menaati firman Tuhan, serta
menaati perintah dan kehendakNya. Kita harus belajar menjadikan firman Tuhan
dan kehendakNya itu suatu kesukaan bagi
kita (Mazmur 1:2; 40:9). Jika kita mengenal Tuhan Yesus
secara memadai maka menderita bagi Dia adalah satu kehormatan yang memberi
kegembiraan, seperti yang kita lihat pada pengalaman para rasul (Kisah Para Rasul 5:41). Teladan yang indah juga bisa kita lihat
pada kehidupan dan pelayanan rasul Paulus, bagaimana sikapnya dalam hadapi
penderitaan dan penganiayaan (Kisah Para Rasul 20:22-24).
Atau pengajaran rasul Petrus yang terkenal tentang kasih karunia jika kita
menderita sebagai murid Kristus (1 Petrus 2:19-24).
3.
Belum mengutamakan Kristus.
Masalah lain yang menyebabkan
pemuridan diabaikan yaitu kita lebih mengasihi dan mengutamakan keluarga dan
diri kita daripada Tuhan. Seperti yang diajarkan Yesus: "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia
tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya
laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi
murid-Ku” (Lukas 14:26). Ini tidak berarti kita harus mengabaikan isteri, suami,
anak-anak, orang tua, dan saudara-saudara kita demi Tuhan. Yang Tuhan maksudkan
disini ialah jangan sampai kita lebih mengutamakan keluarga, sehingga pemuridan
melalui persekutuan, kelompok kecil, waktu teduh terabaikan. Seharusnya kita mengajak
keluarga untuk turut mendukung dan menaatinya. Sekalipun kita harus memelihara
keluarga kita dengan baik, namun secara bijak kita harus mengingatkan keluarga
kita tentang pentingnya takut akan Tuhan dan lebih menghormati, mengasihi dan
mengutamakan Tuhan. Sebab jika tidak maka kita tidak bisa menjadi muridNya.
Ingatlah “If Jesus is not the
Lord of all, He is not the Lord at all.” Salah satu tujuan pemuridan yaitu agar
lebih mengenal Yesus sebagai Tuhan, tidak hanya Juruselamat. Dan belajar
bagaimana men-Tuhan-kan Kristus dalam seluruh kehidupan kita.
Pentingnya Roh Kudus dalam Pemuridan
Padahal Roh Kudus sudah
dicurahkan kepada kita, namun problemanya kita tidak hidup oleh Roh. Hidup kita
tidak dipimpin dan dipenuhi oleh Roh Kudus tapi oleh berbagai hawa nafsu kita.
Hal ini lebih dikenal dengan hidup dalam keinginan daging, sehingga: “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan,
kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan,
perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh
pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya” (Galatia 5:19-21).
Salah satu syarat untuk
pemuridan yaitu kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging tetapi hidup
oleh Roh Kudus. Jika kita hidup oleh Roh dan dipimpin oleh Roh Kudus, maka buah
Roh yaitu: “...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” akan nyata dalam hidup kita (Galatia 5:22-23). Buah Roh ini dikenal sebagai karakter yang
serupa dengan Kristus. Ini merupakan akibat dari kehidupan kita yang dipimpin
dan dipenuhi Roh selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan beberapa tahun.
Persekutuan kampus dan alumni
yang mengutamakan pekerjaan Roh Kudus melalui kedisiplinan, keteraturan,
ketekunan dan kesetiaan:
1. Membaca, studi, perenungan dan penerapan firman
Tuhan.
2. Berdoa dimana ia bersekutu dengan Bapa di
Sorga.
3. Bersekutu dengan saudara-saudara seiman, dalam
kelompok besar dan kelompok kecil.
4. Kesungguhan melayani;
akan tidak mengabaikan pemuridan tapi
menghidupinya secara sukacita dan damai sejahtera. Dengan demikian kita akan
menjadi saksi Kristus yang memuliakan Tuhan melalui kehidupan kita sebagai
mahasiswa atau alumni medis Kristen.
___________________________________________
PEMURIDAN: PENGABAIAN TERBESAR ? oleh Tadius Gunadi, M.C.S
Dalam Majalah Samaritan Edisi 1 Tahun 2017