SEJARAH DAN MUJIZAT (part 2)
Dalam buku ‘Spiritual Healing’ disebutkan bahwa hanya sekitar 20% penyakit dimengerti melalui pengobatan modern, sisanya mencari jawab melalui ‘pengobatan alternatif’ yang melihat realita kesehatan dan penyakit secara holistik. Keterbukaan akan mujizat yang dahulunya dicap magis sedikit demi sedikit diakui kembali oleh dunia ilmu pengetahuan dan kejadian sehari-hari. Di seluruh dunia termasuk Indonesia, di kalangan perdukunan dan tradisi sudah biasa penyakit yang sudah membusuk bisa dipulihkan menjadi baik kembali oleh ‘orang-orang pinter.’
Dalam edisi 10 April 1995, majalah Time mengemukakan ‘cover story’ berjudul: “Can We Still Believe In Miracle?” yang menceritakan bayi Elizabeth yang sebelah matanya tidak bisa digerakkan karena terkena tumor meningioma, tumor ganas yang selama ini belum ada yang bisa sembuh. Keluarga Elizabeth menggelar doa-doa kesembuhan yang sinambung, dan heran ketika jaringan tumor diperiksa kembali sebelum operasi, samasekali tidak ada bekas tumor terlihat! Di Amerika Serikat ada serial TV yang menguak kejadian-kejadian paranormal, yaitu ‘Miracle Research Center’ yang mengumpulkan dan menyelidiki peristiwa mujizat di seluruh dunia. Pada sampul seri VCDnya, ditulis: Experiences That Defy Logic And Reason.
Memang berbeda dengan konsep ilmu pengetahuan dimana obyek yang diteliti harus bisa diulang dan diamati oleh panca-indera, gejala mujizat dan supranatural/ paranormal tidak bisa diharapkan terjadi karena manusia mau mengulangnya, mujizat dan gejala supranatural/ paranormal adalah kejadian nyata yang terjadi secara insidentil, dan lebih banyak terjadi dikalangan yang terbuka hatinya (yang mengimaninya) . Para skeptik kurang beruntung menyaksikan kejadian-kejadian mujizat dan gejala supranatural/ paranormal, bukan karena kejadian itu tidak ada dan tidak bisa dibuktikan oleh hukum-hukum alam yang terbatas itu, tetapi karena banyak ahli sains terjerat keterbatasan pemikirannya dan menutup hati mereka dibalik hukum-hukum alam ciptaan manusia yang terbatas.
Keterbukaan masyarakat akan gejala paranormal/supra alami bisa dilihat pada survai Gallup Poll (2005) yang menemukan fakta bahwa 73% responden pernah mengalami setidaknya salah satu dari 10 gejala paranormal berikut: Indera keenam (ESP, 41%); rumah hantu (37%); hantu (32%); telepati (31%); melihat jarak jauh (26%); astrologi (25%); hubungan dengan orang mati (21%); dukun sihir (21%); reinkarnasi (20%); dan pawang (9%). Penelitian yang dilakukan Monash University di Australia (2006) kepada 2000 responden mengungkapkan fakta bahwa 70% responden mengalami gejala paranormal yang tidak dimengerti tetapi telah mengubah kehidupan mereka.
Mercia Eliade pakar sejarah agama itu sudah lama menyebut realita lain itu sebagai ‘The Sacred’ (yang dibedakan dengan ‘the Profane’). Sekalipun Bultmann secara skeptik menolak adanya terobosan dunia ilahi ke dunia alami, Eliade menemukan banyak bukti di seluruh dunia adanya terobosan realita the Sacred ke realita the Profane yang disebutnya ‘Hierophany’ yaitu penampakan yang suci. Biasanya hierophany menggunakan media orang suci, kitab suci, gunung, pohon besar, atau kawasan khusus lainnya sebagai jendela antar realita sebagai media.
Buku The World of the Paranormal menunjukkan secara skriptural dan visual bahwa gejala-gejala paranormal adalah normal banyak terjadi di alam nyata ini. Pendahuluan buku itu menyebutkan:
“Dunia baru yang mengagumkan nyaris terungkap didepan mata saudara. Sebuah dunia yang mencengangkan para ahli ilmu pengetahuan dan para skeptik. Sebuah dunia yang menggugah rasa ingin tahu kita. Sebuah dunia yang menantang penjelasan rasional.” (1995, hlm.3)
Buku lain berjudul Paranormal Files yang memaparkan secara gamblang banyak gejala paranormal, menyebutkan, bahwa:
“Sejak masa kuno yang tidak diingat manusia, semua bentuk kejadian yang aneh, berlawanan dengan hukum alam seperti yang kita mengerti, telah mencengangkan umat manusia. ... reaksi kita atas kejadian-kejadian yang semula kelihatan sangat tidak mungkin tidak seharusnya diwarnai dengan ketidakpercayaan yang mutlak. Seharusnya perlu diterima dengan pikiran terbuka (open mind)” (1997, hlm. 135,136).
Buku ‘Marvels & Mysteries of the Unexplained’ (2006) mengungkapkan kenyataan gejala paranormal diseluruh dunia. Ketiga buku paranormal yang disebutkan menunjukkan bahwa Paranormal adalah gejala riel namun belum dimengerti oleh keterbatasan sains dan hukum alam yang selama ini dikenal. Kenyataan ini mendorong kita untuk membuka diri terhadap hal-hal yang supra-natural baik sebagai sesuatu yang dibedakan dengan yang natural atau memasukannya dalam kategori natural karena memang terjadi di alam nyata ini. Kenyataan ini juga membuka wawasan kita bahwa hal-hal supranatural dan mujizat yang banyak menghiasi halaman Alkitab memang terjadi dalam sejarah alam nyata ini dalam konteksnya masing-masing.
Mengenai mujizat dan gejala supranatural yang banyak terjadi sekitar tokoh Musa (Perjanjian Lama) dan Yesus (Perjanjian Baru), dibalik sikap skeptik ilmuwan modern, banyak ilmuwan posmo sudah mulai menguak tentang kemungkinan adanya kebenaran dalam narasi sekitar kedua tokoh itu. Berbagai kemungkinan seperti kehadiran meteor/komet/ gejala alam sekitar keluarnya umat Israel dan Mesir mulai diselidiki. Astronom Victor Cube dan Bill Napier dari Royal Observatory di Edinburgh (sekarang di Oxford University) mengamati berbagai mitologi dalam banyak kebudayaan di dunia dan melihat ada kaitan dengan gejala alam yang diakibatkan oleh meteor dan komet maupun planet yang juga terjadi pada peristiwa sekitar Musa di Mesir.
Soal turunnya ‘manna’ dari langit di Sinai dan Yesus memberi makan 5000 orang sudah mulai terkuak kemungkinannya dengan banyak kejadian mirip yang terjadi berkali-kali dalam sejarah. Dalam buku ‘The Paranormal Files’ dibahas When Fish Pour Down Like Rain (hlm.139-145) , disebutkan bahwa Dr. E.W. Grudger dari US Museum of Natural History mencatat di seluruh dunia 78 kali terjadinya ikan, katak, belut dan lainnya tiba-tiba ada ditanah (deisebut jatuh dari langit) dalam jumlah banyak, bahkan Gilbert Whitley meneliti data yang ada pada Australian Museum mencatat bahwa ada 50 kejadian serupa terjadi di Australia saja pada kurun tahun 1879–1971. Pada dua kejadian di India, di Futterpur (1833) diperkirakan jatuh 3000 ikan, dan di Allahabad (1836) 4000 ikan! Memang kejadian-kejadian ini bukan bukti mujizat manna dan ikan dalam mujizat Yesus, tetapi setidaknya kita tahu bahwa pemberian makan ribuan orang secara sukar dimengerti sudah beberapa kali terjadi dalam sejarah. Tugas ahli sejarah adalah bagaimana menguak misteri dibalik mujizat itu secara obyektip dan tidak berlindung di balik skeptisisme ilmu pengethuan yang belum sempurna.
Berdasarkan kenyataan Paranormal dan Supranatural yang mendorong kita membuka wawasan itu, setengah abad berikutnya sesudah Bultmann mengucapkan ‘demitologisasi’nya, kita melihat bahwa ucapannya itu telah menjadi kuno dan menjadi teori masa lalu. Konsep dunia tiga lapis (dunia, surga dan neraka) bukan merupakan hal aneh dalam paranormal, adanya campur tangan yang paranormal pada yang normal sudah tidak diragukan lagi karena banyak kejadian yang tidak terjelaskan (unexplained events) membuktikannya. Mujizat juga adalah biasa dalam dunia paranormal, apalagi konsep kerasukan setan dan roh jahat sudah menjadi bagian yang banyak terjadi dan diamati dalam dunia paranormal dan normal sehari-hari diseluruh dunia.
Ada dua kesalahan pokok dalam pola pikir Bultmann, yaitu: (1) Bultmann melakukan generalisasi dimana semua gejala supranatural/ paranormal termasuk mujizat digeneralisasikan sebagai mitologi; dan (2) Bultmann juga melakukan generalisasi dengan menganggap yang disebutnya mitologi/mitos itu sebagai pemikiran pra-ilmiah yang tidak benar terjadi dalam sejarah. Konsep de’mitologi’sasi Bultmann sekarang perlu digantikan dengan de’Bultmann’isasi mitos, mitos yang dikembalikan pengertiannya yang netral sebagai narasi gejala perbatasan yang supra alami dan alami. Tugas sejarahwan bukanlah untuk menolak realita paranormal sebagai bukan realita, tetapi bagaimana memilah fakta dari fiksi dalam realita paranormal tersebut, demikian juga ahli sejarah perlu berintrospeksi mengenai asumsi modern mereka yang terbatas dan perlu membuka diri sambil memilah yang fiksi dan fakta dalam catatan kejadian yang secara rasional memenuhi hukum sebab-akibat yang natural. Mitos tidak lagi bisa dianggap sekedar sesuatu yang metaforis saja tetapi mitos harus diteliti mana aspek di dalamnya yang metaforis dan mana yang faktual.
Masalah Mujizat dan gejala Supranatural/ Paranormal adalah normal terjadi dalam banyak kejadian dalam sejarah, jadi yang menjadi masalah disini adalah bahwa bukan dikotomi antara Iman dan Rasio, atau antara Teologi dan Ilmu Sejarah, tetapi dikotomi terjadi antara ‘Penggunaan Rasio dengan Iman’ dan ‘Penggunaan Rasio tanpa Iman.’ Tepat seperti yang dikemukakan oleh Deshi Ramadhani dalam tulisannya berjudul ‘Historisasi Makam Kosong Yesus’ (Kompas, 5 Mei 2007), bahwa masalahnya terletak pada pilihan antara prinsip “yang ajaib pasti tidak historis” atau “yang ajaib bisa sungguh historis.”
Sebagai contoh kita amati kasus makam Talpiot dan osuari Yakobus yang dipopulerkan oleh James Cameron di Discovery Channel dengan judul The Lost Tomb of Jesus. Fakta sejarah dan arkeologi menunjukkan bahwa di tahun 1980 ditemukan makam Talpiot dengan isi 10 osuari yang menurut foto dan catatan disebut 6 diantaranya berinskripsi dan 4 polos dimana salah satu dari yang 4 hilang, dan fakta lain adanya Oded Golan pemilik osuari Yakobus yang sekarang dijadikan tersangka sebagai anggota jaringan pemalsu inskripsi termasuk inskripsi osuari Yakobus yang diakuinya berasal dari Silwan dan dibeli tahun 1970-an. Adanya hipotesa yang mengkait-kaitkan dan menyebutkan bahwa osuari Yakobus berasal makam Talpiot perlu diuji, sebab bila osuari Yakobus berasal Talpiot, maka inskripsi pada osuari Yakobus itu tentu palsu. Di sisi lain bila inskripsi itu benar dan asli, tentu bukan berasal dari Talpiot karena menurut Prof. Amos Kloner yang pertama mencatatnya di tahun 1980, osuari yang hilang dari Talpiot tercatat tidak memiliki inskripsi apa-apa. Jadi, keduanya tidak membuktikan bahwa tulang-tulang Yakobus berasal dari makam Talpiot (oleh Oded Golan disebut berasal dari Silwan). Disini kita berhubungan bukan dengan ilmu arkeologi yang objektip dan benar, tetapi berhubungan dengan adanya penafsiran akan sejarah dan arkeologi yang hipotetis dan spekulatif sifatnya, dan menghasilkan kesimpulan yang lebih tepat disebut sebagai fiksi sejarah.
Salam kasih dari Herlianto www.yabina.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar