HERMANN BOERHAAVE
(1668 -
1738)
PAKAR DI BIDANG INSTRUKSI KLINIS
“..Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan
TUHANlah yang terlaksana”
(Amsal 19 :21)
Para dokter terbesar
adalah guru. Hermann Boerhaave mengajari satu generasi dokter di seluruh
Eropa. Para mahasiswa mengenalnya
sebagai seorang guru yang mereka hormati dan teladani oleh karena dengan
kerajinannya ia tidak hanya mengajar tentang kedokteran tetapi juga kimia dan
botani. Kepribadiannya yang menarik
memampukannya untuk menyalurkan metode-metodenya yang bisa ditiru kepada para
mahasiswa. Ia menciptakan dokter-dokter
yang simpatik dengan caranya sendiri.
Angka harapan hidup bayi
sangat rendah pada waktu hermann Boerhaave lahir. Beberapa orang saudaranya yang lahir sebelum
dia meninggal saat masih bayi. Mungkin
inilah alasan dari Pdt. Jacobus Boerhaave untuk membaptis Hermann sesaat
setelah ia dilahirkan. Hermann bertahan
hidup di Voorhout, suatu daerah yang berjarak beberapa mil dari Leyden,
Belanda. Ibunya meninggal ketika ia
berusia lima tahun. Jacobus kemudian
menikahi Eva du Bois, anak perempuan seorang Pendeta. Eva ini menjadi seorang teman bagi anak
tirinya walaupun ia kemudian melahirkan
anak-anaknya setelah menikah dengan Ayah Hermann. Ia mengasihi Hermann seperti anaknya
sendiri. Jacobus, seorang yang
terpelajar, membimbing Hermann dan memberikan kepadanya contoh kerajinan, kerja
keras, dan kesederhanaan serta penghematan yang biasanya dilakukan oleh
keluarga yang kurang mampu.
Minat kita dibentuk oleh
peristiwa-peristiwa yang diluar pilihan kita. Demikian juga halnya dengan Hermann Boerhaave. Pada usia 12 tahun ia menderita borok di
kakinya. Luka ini resisten terhadap
semua bentuk pengobatan sehingga memaksanya tidak aktif mengejar ilmu. Masalah belum juga
selesai. Mungkin hal tersebut adalah
masalah tuberkolosis. Setelah satu tahun, Jacobus memutuskan untuk mengirim
anak laki-lakinya untuk belajar ke Leyden, di tempat dimana ia mungkin bukan
hanya akan menerima perawatan medis yang lebih baik tetapi juga memperoleh
pendidikan yang tidak pernah diperolehnya di Voohout. Herman yang berusia 13
tahun dengan segera diterima di Universitas Leyden yang 2 tahun kemudian
dimasukinya sebagai mahasiswa teologi.
Borok yang dideritanya tetap menyiksanya dan membangkitkan dalam dirinya
minat yang mula-mula terhadap bidang medis. Pada saat seluruh pertolongan para dokter terbukti sia-sia, ia merawat
dirinya sendiri dengan ramuan obat rumahan yang diraciknya sendiri yang terdiri
dari campuarn garam dan air seni/urine. Sangat mengherankan karena lukanya menjadi sembuh.
Sebelum Hermann
menyelesaikan studinya di universitas,
ayahnya, Jacobus, meninggal.
Pendidikan sang anak terancam putus karena Ibu tirinya hanya
ditinggalkan dengan peninggalan yang sangat sedikit dan 9 orang anak. Namun Hermann yang berusia 15 tahun mendapatkan
beasiswa yang berlaku surut. Hal ini sangat membantu beban keuangan Ibu tirinya
dalam hal pendidikannya.
Jacobus ingin anaknya
menjadi seorang pendeta, oleh karena itu Boerhaave masuk sekolah filsafat yang
menjadi prasyarat dalam study teologinya. Filsafat pada waktu itu bukan hanya mengenai metafisika dan etika tetapi
juga ilmu pasti alam. Jadi, tanpa
disadarinya, jejak kaki Boerhaave sudah tertanam dijalan menuju ke dunia
kedokteran. Diluar tugas-tugas belajarnya, Boerhaave juga mendaftarkan dirinya
untuk kelas bahasa Latin, Yunani dan retorika. Ia melakukan hal tersebut karena ia terpilih sebagai utusan untuk
mengikuti acara debat publik pada usia 17 tahun, dan di usia 21 ia memenangkan medali
emas untuk suatu lomba pidato. Di usia
22 tahun ia mengambil gelar doktor filsafatnya pada tahun 1690, dan segera
meneruskan kuliah teologinya.
Boerhaave bukan
siapa-siapa jika tidak rajin. Jadi
dengan memahami imannya dan menjadi seorang teolog terbaik, ia mempelajari
Kitab Suci dalam bahasa aslinya dan membaca semua sejarah bapa-bapa gereja
sebagai pelajaran tambahan. Baginya
Kitab Suci sendiri mengajarkan jalan keselamatan. Ia berencana menulis tesis yang
mempertanyakan mengapa banyak sekali individu di masa awal-awal boleh bertobat
datang kepada Kristus oleh penginjilan sedikit orang dan hanya sedikit saja
yang bertobat di zamannya dimana banyak orang yang berpendidikan teologi.
Boerhaave tinggal
serumah dengan Ibu tirinya yang sudah kembali lagi ke Leyden. Sebagai tambahan bagi studinya ia mulai
mengajar matematika untuk menambah penghasilan dan meringankan beban Ibu
tirinya dari segi keuangan. Ia juga
menerima jabatan yang cukup tinggi saat ia dipercayakan untuk menyusun katalog
dari sejumlah buku yang merupakan koleksi sumbangan buku untuk universitas
Leyden. Ketekunannya mengerjakan
tugasnya tersebut membuat ia dikenal sebagai seorang tokoh dan direkomendasi
untuk mempelajari kedokteran. Sebagaimana
janggalnya bagi kita, memang dimasa itu suatu hal yang tidak masuk akal juga
bahwa seorang yang mempelajari teologi akan belajar kedokteran. Para pendeta, yang waktu itu biasanya
orang-orang yang terdidik dan terpandang di masyarakat, sering kali juga
diminta nasehat mengenai kesehatan karena sangat kurangnya tenaga yang memenuhi
syarat untuk hal tersebut. Dengan
pengetahuan kedokteran Hermann Boerhaave menjadi lebih berarti di mata
jemaatnya.
Bagaimanapun juga ia
tidak pernah menjadi seorang pendeta. Satu dari sekian peristiwa dalam hidupnya
menjadi cara dimana Tuhan mengatur kembali jalan hidupnya. Yaitu pada suatu
waktu, saat sedang mengayuh sebuah perahu di sungai ia mengucapkan sebuah
kalimat yang mengubah hidupnya dan sejarah kedokteran. Seorang filsuf Yahudi bernama Spinoza telah
menerbitkan sebuah buku mengenai praktek bidat yang percaya akan kekuatan
alam. Mimbar-mimbar gereja protestan di
Belanda semua menentang bidat ini. Di
dalam perahu, beberapa orang sesama penganut protestan yang angkuh sedang
berbicara menentang Spinoza bukan
berdasarkan argumen yang masuk diakal tetapi dengan ad
hominen menyerang sang filsuf sebagai seseorang yang meninggalkan
Tuhan. Salah seeorang pria dari antara
mereka mulai bersemangat. Lelah dengan
pembicaraan yang kosong tersebut, Boerhaave menantang pria tersebut dengan
suatu pertanyaan yang sangat sederhana : apakah dia pernah membaca tulisan
Spinoza? Ternyata dia belum pernah
membaca tulisan Spinoza. Karena merasa
malu pria itu akhirnya terdiam. Kalimat
tersebut ternyata sangat penting. Seorang
penonton peristiwa itu menulis nama Boerhaave. Gosip pun beredar, Boerhaave
dicap sebagai seorang Spinozist (penganut paham Spinoza). Tentu saja hal ini tidak benar. Ia bahkan pernah mengkritik Spinoza dalam
pidato wisudanya beberapa tahun sebelumnya. Namun demikian, ia tahu setelah itu bahwa tidak akan ada lagi mimbar
gereja yang akan terbuka baginya. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang dokter.
Boerhaave menyelesaikan
studi kedokterannya dalam waktu yang relatif singkat, hanya dalam waktu 2,5
tahun. Bukan di Leyden tetapi di Hardenwijk dimana biayanya lebih murah. Walaupun ia terus mempelajari Kitab Suci
secara pribadi setelah ia menjadi dokter, fokusnya sekarang adalah
kedokteran. Ia membuka tempat praktek
kecil di Leyden, dimana ia bekerja dari rumah Ibu tirinya dan mengunjungi
pasiennya yang hanya sedikit. Jika
dilihat maka hanya sedikit saja yang diperolehnya dari karir yang dipilihnya
ini, pendapatannya sebagai dokter lebih sedikit dibandingkan jika ia mengajar
matematika.
Namun Boerhaave tidak
pernah membuang-buang waktu. Melanjutkan pola yang sudah diterapkannya selama
itu, di sela-sela waktu senggangnya ia belajar kimia dan bidang sains
lainnya. Ketekunannya ini pada akhirnya
mendapatkan ganjarannya. Pada waktu
posisi pengajar (dosen) di universitas Leyden terbuka, salah seorang yang
terkemuka di universitas tersebut mendekati dan menawarkan padanya posisi
tersebut, bukan sebagai profesor penuh waktu, tetapi hanya sebagai dosen. Boerhaave
yang sederhana & rendah hati sempat ragu-ragu, tetapi akhirnya menyetujui
tawaran tersebut. Keputusannya ini
membuka pintu baginya untuk terkenal ke seluruh dunia.
Tahun-tahun disaat mana
ia mempelajari dan menerapkan berbagai
cabang pengetahuan membuatnya mencapai apa yang sangat sedikit orang
capai. Ia melimpah dengan berbagai wawasan dan
pengetahuan. Para mahasiswa datang,
mendengarkannya dan mengisi buku catatan mereka pelajaran kedokteran yang
begitu praktis dan mudah diikuti. Inilah
seorang guru yang terbukti tahu
sesuatu. Apalagi? Ia begitu terbuka,
praktis, dan berjiwa sosial dengan karakter yang tanpa cacat. Tidak seperti banyak pribadi terpelajar
lainnya, ia cepat memberikan perhatian pada orang lain dan bahkan tidak pernah
berselisish dengan orang yang paling mencelanya.
Saat ini kita perhatikan
bahwa para dokter akan melihat banyak
kasus-kasus aktual selama masa magang mereka. Boerhaave merupakan salah satu yang membuat hal itu menjadi suatu
praktek yang berlaku universal. Ia
memberikan bedside lecture dalam dua bangsal
yang masing-masing terdiri atas enam tempat tidur, satu bangsal untuk mahasiswa
laki-laki dan yang lainnya perempuan. Dengan menyeleksi pasien secara hati-hati, ia memastikan bahwa
murid-muridnya melihat sebanyak mungkin kasus-kasus yang menarik. Dan dalam bangsal-bangsal yang kecil tersebut
ia mengajar murid-muridnya secara metodis seni memeriksa pasien dan bagaimana
mendiagnosanya. Jika Anda menanyai
dia maka ia akan menjawab bahwa
pekerjaan dari kehidupannya adalah untuk melakukan fungsi-fungsi tubuh secara
sistematis dengan menentukan secara tepat hukum-hukum fisika dan kimia dalam
setiap tindakan. Hal yang sesungguhnya
ia ciptakan adalah tentang kebiasaan bedside
lecture dan metode diagnosis yang menjadi begitu mengesankan di seluruh
Eropa dan membuatnya disejajarkan dengan Hippocrates, bapak kedokteran
Yunani. Ia memenangkan nama besar ini
pada saat sebuah surat dari Cina Mandarin tiba dialamatnya, yang tertulis “Kepada Boerhaave yang temasyhur, dokter di Eropa”.
Metode Boerhaave
tersebar dengan cepat ke seluruh Eropa karena ia memutuskan untuk mengajar
dalam bahasa Latin, yang membuatnya diterima secara universal oleh karena pada
waktu itu bahasa Latin masih merupakan lingua
franca bagi kaum terpelajar di Eropa. Tetapi faktor menyebarnya tersebut terutama adalah karena
kepribadiannya. Sebagaimana para guru
besar, maka pengaruhnya terlihat melalui murid-muridnya karena ia mengajar
setengah dari jumlah dokter yang ada di Eropa termasuk salah satunya dr. Albrecht Haller yang
terkenal juga di tahun 1708-1777 dan Gerard van Sweiten (1700-1772). Kedua orang pria ini banyak memberikan
kepada kita catatan-catatan dari kuliah yang disampaikan Boerhaave. Dari mereka kita belajar bahwa prosedurnya
adalah mengunjungi pasien setiap hari, menegur mereka dengan penuh perhatian,
belas kasihan, dan keramahan. Pada saat
seorang pasien yang sakit datang padanya, ia menanyakan beberapa pertanyaan,
mencatat sejarah klinis, mempertimbangkan keluhan pasien, dan dicatat bersama
dengan diagnosis dan prognosisnya. Tiap hari
ia meng-update catatan-catatan ini
sesuai dengan kemajuan pasien. Mahasiswa
tingkat akhir dilibatkan untuk memberikan nasehat (advice).
Tentu saja, tidak semua
dokter di Eropa yang bisa duduk dalam kelas kuliah Boerhaave. Mereka yang tidak bisa itu boleh mencatat
saran atau petunjuk untuk pasien yang diberikannya dengan rela. Kerelaannya untuk melayani membuatnya
dikasihi. Ia begitu dikasihi sehingga
suatu waktu lonceng-lonceng gereja dibunyikan untuk menandai kesembuhannya dari
sakit encok. Popularitasnya diperolehnya
oleh karena kepeduliannya terhadap orang lain. Baginya kaum miskin adalah pasiennya yang paling utama karena TUHANlah
yang membayar biaya pengobatan mereka.
Bukankah Kristus juga mengkhususkan pelayanan-Nya kepada mereka yang
miskin?
Dari semua kebijaksanaan
dan hikmatnya, gagasan-gagasan Boerhaave seringkali salah. Ia menganut teori mekanistitik tubuh
Cartesian, karena itu kadang-kadang ia mencari secara langsung
penyebab-penyebab mekanis dari aktifitas tubuh walaupun tidak semua bisa
dijelaskan dalam konteks tabung dan katup. Dengan pandangannya yang seperti ini
tidak mengejutkan jika ia merupakan dokter pertama yang berpengaruh dalam hal
pemakaianan termometer secara luas pada saat itu. Dan hal tersebut merupakan sesuatu yang
praktis bagi seorang mekanis untuk dilakukan waktu itu dan merupakan juga
standar praktek saat ini.
Tetapi Boerhaave
bukanlah seorang Cartesian yang fanatik. Teori-teori mekanistiknya diperlembut oleh penolakannya untuk dibatasi
oleh hanya satu teori saja; ia meminjam gagasan apa saja yang kelihatannya
tepat. Salah satu pengaruhnya adalah
seorang dokter penuh inovatif dari Inggris, Thomas Sydenham, yang mengidentifikasi sejumlah penyakit dan
memberikan deskripsinya yang jelas (sebagai imbalannya, Boerhaave melatih para dokter yang mendirikan
Edinburgh Medical School, yang mentransformasi praktek kedokteran Inggris). Boerhaave menggabungkan pengetahuan
medis/kedokteran ke dalam sintesa terbaik yang mungkin. Hal inipun menjelaskan otoritasnya.
Lebih dari seorang
dokter, Boerhaave juga secara metodis belajar sendiri tentang ilmu tumbuhan dan
kimia. Ketika jabatan profesor bidang
botani dan kimia terbuka maka ia diminta untuk menduduki jabatan tersebut. Jadi, dalam satu kurun waktu, sang guru yang
brilian dan pekerja keras ini secara simultan memegang sekaligus tiga jabatan
profesor dari lima bidang yang ada di universitas Leyden, yaitu bidang kimia,
botani dan kedokteran, hal ini makin menambah prestisenya di universitas dalam
ketiga bidang tersebut. Sebagai seorang
profesor bidang botani, Boerhaave bertanggung jawab terhadap sekolah pertanian
dan melipat gandakan sejumlah spesimen yang ada menjadi lima ribu spesimen,
membuat katalognya sehingga dari daftarnya saja orang yang membaca cetakannya
bisa melihat keseluruhan koleksi spesimen yang ada. Menyadari akan kebutuhan nomenklatur/penamaan
maka Boerhaave ikut mendukung pekerjaan Carl Linnaeus (1707-1778) yang
memberikan tiap tumbuhan dua nama : genus dan species.
Kontribusi Boerhaave
sebagai seorang ahli kimia juga tidak pernah tanpa orisinalitas; ia merupakan orang yang pertama mengisolasi
urea. Text Booknya yang berjudul Element
of Chemistry memberikan beberapa hukum. Bidang kimia belum mencapai tingkat elevasi tersebut. Namun demikian itu merupakan penelitian yang
baik, jelas, mudah dipahami, dan berdasarkan pada pengalaman pribadi sehingga
itu menunjukkan pengaruhnya yang jelas terhadap seorang inovator besar lainnya
yang bernama Robert Boyle.
Berulang-ulang penulis
biografinya menemukan bukti pengaruh
dari orang-orang kristen yang berpengaruh dalam latar belakang kehidupan
orang-orang besar dari dunia Barat, dan ini benar terjadi pada Boerhaave. Ia menjadi besar sebagian karena keluarganya
dan imannya. Sebagaimana yang sudah kita
catat, ayahnya yang saleh secara pribadi membimbing dia dalam pendidikannya. Ibunya
juga seorang yang saleh dan alim. Walaupun ia hanya memiliki
kenangan yang sangat sedikit akan Ibunya, tidak diragukan bahwa Ibunya ini
berperan dalam pembentukan karakter awalnya di masa kecil. Ibu tirinya mempunyai peran yang jauh lebih
besar, dan ia juga memiliki iman yang sangat besar. Boerhaave sendiri adalah seorang murid
Kristus yang taat dan seorang yang belajar Alkitab sampai ia meninggal.
Karakternya membuktikan
imannya. Ia begitu setia terhadap orang
yang membantunya. Misalnya pada waktu ia
lumpuh sehingga ia hanya bisa menolong sedikit sekali untuk Ibu tirinya, sebagai
imbalan kebaikannya ia membalas jasa Ibu tirinya ini dengan membantu
saudara-saudari tirinya ketika ia sudah mempunyai kedudukan dan mampu untuk
melakukannya.
Guru besar Belanda ini
menderita encok dan pembengkakan sendi-sendinya di saat-saat akhir
hidupnya. Ia sangat kesakitan tetapi ia
tidak mengeluh. Sepanjang hidupnya ia
merasa riang gembira dan penuh dengan humor dalam percakapannya. Pada saat ia mendekati ajalnya, ia menerima
penderitaannya dengan ketabahan seorang kristen, katanya: "Seseorang yang
mengasihi Allah seharusnya berpikir bahwa tak satupun yang paling diinginkannya
kecuali apa yang memperkenankan hati Tuhan Yang Maha Kuasa”. Dengan sikap seperti ini ia meneladani
Kristus yang meletakkan kehendak dan kemuliaan Allah diatas segalanya.
Ia juga seperti Kristus
dalam hal yang lain. Sebagaimana kata
seorang kritikus bidang sastra yang terkemuka pada waktu itu, Samuel Johnson
(1709-1784) mengenai dirinya: “..Belas kasihan dan kebergantungannya kepada
Tuhan merupakan dasar dari semua kebajikannya dan prinsip dari semua tingkah
laku dan tindakannya”. Jadi kesabarannya
seperti Kristus. Saat ditanya bagaimana ia bisa dengan tenang menerima provokasi yang serius, Boerhaave mengaku bahwa
sebenarnya ia seorang pemarah, tetapi karena terbiasa berdoa dan bersaat teduh
ia mampu mengendalikan dirinya. Memang,
setiap pagi begitu bangun dari tidurnya ia menyediakan waktu selama satu jam
untuk saat teduh dan berdoa. Katanya ini
memberikan kepadanya kekuatan untuk hari itu.
Dengan meneladani Kristus, katanya lebih lanjut, ia menemukan ketenangan.
Ia juga meneladani
“TUAN”nya dalam hal mengampuni musuhnya. Pada waktu pengikut Cartesian memfitnahnya karena menolak
doktrin-doktrin dari sekolah filsafat mereka dan menuduhnya merusak kekristenan
(kritikannya adalah mengenai hal yang menyatakan bahwa seseorang bisa menjadi
Kristen hanya jika melalui Cartesian),
maka para penguasa Leyden mengambil tindakan terhadap mereka. Para
penguasa ini ingin menjatuhkan hukuman yang lebih lagi terhadap mereka jika
Boerhaave memintanya, tetapi sang dokter besar ini hanya menjawab bahwa
“baginya sudah cukup balasannya” jika penentangnya dibiarkan dengan peringatan
yang sudah diterima mereka.
Kontribusi
Boerhaave bagi dunia kedokteran bukanlah penemuan penyakit-penyakit baru atau
penanganan masalah yang sulit seperti tingginya angka kematian bayi yang terus
meningkat. Memang salah seorang dari
anaknya meninggal saat masih bayi. Namun
ia mengajar para penerusnya untuk mencatat dan menganalisa penyakit yang
menyebabkan hal itu, memberikan waktu untuk itu dan menambah pengetahuan mereka. Yang patut disayangkan adalah bahwa sangat
sedikit orang yang memiliki jiwa atau semangat Boerhaave. Banyak pengetahuan yang berguna terpahat di
atas batu. Dia yang sangat lapar untuk
mengembangkan penelitian medis akan sedih mendapati bahwa kemajuannya dalam
banyak hal diperlambat oleh mereka yang setia akan kenangannya. Mereka melarang murid-murid baru
mengembangkan atau meng-update
kompilasi-kompilasi yang ditinggalkan Boerhaave, bahkan dalam terang
pengetahuan baru.
Sumber:
Diterjemahkan dari buku "Doctors Who Follow Christ, Thirty-two Biographies of Eminent Physiciand & Their Christian Faith(Dan Graves, Grand Rapids-USA: Kregel Publications,1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar