AMBROISE
PARÉ
(CA.
1510-1590)
Ahli Bedah Moderen Pertama
“..maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada
mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit”
(Lukas 7:47)
Tahun 1536 seorang tukang cukur muda belajar sambil bekerja diantara para prajurit Perancis
yang menyerang Turin . Ia berada di sana sebagai seorang ahli bedah. Pada masa itu para dokter tidak mengadakan
pembedahan. Tugas pembedahan tersebut
tidak pantas bagi kodrat mereka sebagai dokter karena itu merupakan suatu tugas
yang hanya pantas bagi seorang tukang cukur rendahan.
Ambroise Paré, ahli bedah dan tukang cukur tidak
pernah melihat peperangan sebagai alasan kepeduliannya terhadap para prajurit. Ia digerakkan oleh penderitaan para
prajurit. “Saya kasihan dengan mereka”
tulisnya. Pity (kasihan) berulang
kali muncul dalam kisah pengalamannya yang menyedihkan. Melalui kebanyakan sejarah, seni
penyembuhan lebih berseni sedikit dari
pada kesalahan/eror, lebih kurang menyembuhkan dari pada membunuh. Situasi tersebut meningkat dalam skala ukuran
belas kasihan seorang Ambroise Paré. Ia
tidak menyembunyikan dirinya dari penderitaan akibat perang, tetapi ia mengurangi ketakutannya sebanyak mungkin, dan
menjadi seorang tabib yang terampil sejalan dengan proses.
Paré tidak mengikuti pelatihan formal. Mungkin ini juga yang dibuktikan bahwa
pengalaman dapat mengajar dengan lebih baik seorang pria yang senang mengamati
dari pada kesalahan dalam banyak buku. Paré
sendiri kurang membaca karena ia memberitahukan kepada kita mengenai buku Jean
Vigo, Of Wounds in General. Namun fakta-faktalah, bukan teori, yang
membimbing dia. Satu malam ia kehabisan
minyak yang biasa dipakainya untuk membakar luka tembak yang diderita para
prajurit.
"Saya memaksakan diri untuk
memakai satu campuran (medicament) dari
kuning telur, minyak mawar dan minyak tusam (turpentine) yang bersifat digestif. Malam itu saya susah tidur, ketakutan kalau mereka-mereka yang menderita
luka itu meninggal atau keracunan karena kurangnya minyak untuk cauterization yang seharusnya saya
lakukan pada mereka, dan hanya memakai medicament
sebagai gantinya. Saya bangun pagi-pagi benar dan mengunjungi
mereka, dan diluar dugaan saya, saya menemukan bahwa mereka yang hanya
diberikan medicament justru hanya
sedikit merasa sakit dan luka mereka tidak mengalami imflamasi ataupun
pembengkakan, mereka bisa tidur nyenyak
sepanjang malam; sementara yang lainnya yang saya pakaikan minyak merasa demam,
sangat kesakitan dan luka mereka membengkak. Kemudian sejak itu saya berketetapan untuk tidak melakukan cauterization pada luka tembak mereka
lagi."
Patut disesalkan bahwa buku Paré tidak dibaca dengan
baik pada masa itu. Dua ratus tahun
kemudian para dokter yang tidak terpelajar masih tetap menggunakan cara-cara cauterization yang tua/lama dan kejam.
Wawasan bercampur dengan kepolosan dalam Paré. Dalam satu paragraf ia belajar menangani luka
tembak dengan belas kasihan. Dan dalam
paragraf berikutnya ia berkisah tentang obat yang baik untuk mengatasi luka
tembak yang diperolehnya dengan membujuk seorang ahli bedah yang terkenal. Obat tersebut terdiri dari rebusan minyak
bunga bakung, newborn pups (anak
anjing yang baru lahir), cacing tanah,
dan minyak tusam. Paré selalu konsisten,
ia berupaya mendapatkan hasil yang pragmatis dan berpikir bahwa ia telah
memperolehnya dari kedua kasus tersebut.
Paré seorang yang percaya bahwa semua orang
sederajat (egalitarian). Ia memiliki keyakinan dalam memperlakukan
manusia secara utuh, baik mereka yang biasa-biasa saja maupun yang berharga. Kisah-kisah
dalam metodenya semakin banyak. Pada
waktu Duke d’Auret menderita luka tembak Pare berkeras menempatkan bunga-bunga
diruangan perawatannya untuk mengurangi
bau amis/busuk dari luka tembaknya dan meyakini bahwa pasien yang sedang
dalam pemulihan ini bisa terhibur dengan musik, humor, dan suara hujan yang
artifisial untuk menenangkan sarafnya dan
mempercepat kesembuhannya. Sang Duke
sembuh. Pada waktu seorang prajurit yang
terluka sangat parah diserahkan oleh rekan prajuritnya maka Paré mendapatkan
izin dari komandan pasukan untuk mengobatinya. Prajurit tersebut pun sembuh.
Sekarang ini, kita perduli dan berpikir bahwa suatu
operasi atau pembedahan harus diikuti dengan rehabilitasi. Beberapa ahli bedah di zaman itu kelihatannya
kurang perduli dengan hal itu, tetapi Paré perduli. Baginya tidak cukup hanya menyelamatkan nyawa
seseorang melalui operasi amputasi, ia
harus juga dimampukan untuk berfungsi setelah itu. Untuk memfasilitasi hal ini maka seorang
dokter yang baik dengan pandainya mengembangkan anggota tubuh artifisial.
Keberhasilan demi keberhasilan dialami oleh Paré
setiap kali ia menggunakan pisaunya. Tetapi ia tidak menjadi bangga diri. “Saya mengoperasinya dan Tuhan
menyembuhkannya” demikian pernyataan yang senantiasa diungkapkannya. Para
prajurit yang diobatinya sangat menghargai perhatiannya terhadap kesejahteraan
mereka. Para
prajurit musuh memanggul dia di bahu mereka dan mengaraknya sepanjang jalan
ketika ia berhasil mengoperasi rekan-rekan prajurit mereka. Di waktu lain prajuritnya sendiri mengumpulkan
uang persembahan dan memberikan kepadanya.
Paré berjuang demi kebenaran. Sayang sekali buku-bukunya, karena ditulis
dalam bahasa Perancis dicemooh oleh para penguasa yang memakai bahasa Latin dan
Yunani sebagai bahasa yang pantas dalam membahas gagasan-gagasan di bidang
medis. “Hippocrates menulis dalam bahasa Ibunya” ingat Paré. Walaupun para
penguasa bersikap berat sebelah, tulisan-tulisan Paré tersebar secara luar
biasa, terima kasih untuk pihak penerbit.
Seorang dokter bernama Gourmelen mulai cemburu. Ia
mulai mengadakan aksi-aksi yang tidak bermoral dalam menentang Paré, ia meminta
agar buku-buku medis perlu disetujui terlebih dahulu oleh fakultas kedokteran Paris sebelum diterbitkan.
Gugatan Gourmelen diamat-amati oleh seluruh profesional medis. Mereka juga membenci tukang cukur yang
magang, yang sedang menjadi orang kaya baru ini. Menghadapi pihak oposisi ini Paré sangat
dibantu oleh teman-temannya. Para raja Perancis menyokong dia dan ia berhasil melayani
empat dari mereka. Hal ini yang membuat
ia mampu bertahan menghadapi pihak oposisi. Bagimanapun juga, para saingan sulit mati dan setelah kematian Paré
penguasa Perancis yang reaksional membuang buku-buku Paré dan kembali ke metode
lama. Bagi para dokter yang bersikap
terbuka, teknik pembedahan Paré bagaikan sebuah alkitab bidang bedah hingga
John Hunter (1728-1793) menggantinya dengan metode-metode yang lebih baik di
abad ke-18.
Jauh ke depan setelah zamannya, Paré telah
memberikan banyak sumbangan bagi dunia medis, termasuk inovasi-inovasi dalam
bidang obstetrik. Dari contohnyalah maka benang penjahit luka untuk
menghentikan pendarahan menjadi semakin sering dipakai, sebagimana dalam surgical truss. Pemikirannya menuntun
dia ke suatu pemikiran yang samar mengenai infeksi yang bisa ditularkan. Tidak
takut akan celaan, ia membedah jenasah
untuk mendapatkan pengenalan anatomi. Dalam beberapa kasus ia bahkan mengadakan pembedahan mayat. Ia mendukung pemantauan tingkat kesehatan
masyarakat.
Jika diamati maka kita bisa melihat bahwa Paré
adalah seorang pembuat eksperimen (penguji coba). Ia mau mencoba obat-obatan para istri tua
untuk melihat apakah mereka bisa menyembuhkan, sebagian bisa dan sebagian lagi
tidak bisa. Jika ia tidak selalu bisa
mengatakan perbedaannya, namun observasi obyektif dan eksperimentasi merupakan
tujuan dan sumbangannya yang terbesar bagi dunia medis. Gagasan-gagasannya mengenai teknik dan
diagnosis telah berakhir setelah empat abad. Selama bertahun-tahun, misalnya ia menguji suatu perlakuan untuk luka bakar
yang diperlihatkan kepadanya oleh seorang wanita tua dan ia menunjukkan secara
meyakinkan luka bakar tersebut diobati dengan obat-obatannya sembuh tanpa blebs sedangkan pengobatan tradisional meninggalkan tanda-tanda yang tidak sedap dipandang mata.
Jelas dari beberapa cerita tentangnya, Paré adalah
seorang Calvinis Perancis. Ada bukti bahwa
keluarganya merupakan Huguenot dan
bahwa pendeta dari aliran itu merupakan gurunya yang pertama. Orang sejamannya berkata bahwa raja
melindungi hidupnya selama masa “St.
Bartholomew’s Day Massacre” dimana ribuan kaum Huguenot dibunuh. Semua
bukti-bukti menunjukkan bahwa ia adalah orang percaya sejati. Kita tidak menemukan rasa mengasihani diri dalam
tulisan-tulisannya yang lain, sebagaimana
secara alamiah tertabur dalam karya-karyanya. Ia
meminta dengan sangat para ahli bedah muda agar bekerja bukan demi uang
tetapi melaksanakan tugas mereka sampai akhir, bahkan dalam kasus yang tanpa
harapan. Ia sederhana dan rendah hati, suatu
kualitas yang bersumber secara langsung dari rasa belas kasihannya yang
mendalam dan tidak fanatik. Bukan saja
ia mengembalikan alasan dari segala keberhasilannya kepada Allah tetapi tulisan-tulisannya juga
menghembuskan belas kasihan kristiani bagi semua yang menderita sakit.
Huguenot atau bukan, ia merupakan
orang yang penuh belas kasihan dan baik hati. Di usia delapan puluh, dokter yang gagah berani ini menghentikan suatu
prosesi keagamaan di Paris selama penyerangan terhadap
Henry dari Navarre dan
ia menghadap Uskup Lyons
bukan karena tegar tengkuk tetapi demi membela Henry dari Navarre . Sang Uskup menjadi ramah dan pengepungan
dibubarkan seminggu kemudian, mungkin karena pemunculan Paré. Dalam hal ini membuktikan bahwa
hatinya selalu tertuju pada kebenaran. Paré
meninggal tidak lama ketika penyerangan semakin meningkat.
Generasi-generasi
berikutnya memuja-mujanya. Kisahnya
diulang-ulang dalam berbagai kumpulan biografi medis. Ia berada diantara para dokter yang sangat
terkenal dalam semua generasi.
Sumber:
Diterjemahkan dari buku "Doctors Who Follow Christ, Thirty-two Biographies of Eminent Physiciand & Their Christian Faith(Dan Graves, Grand Rapids-USA: Kregel Publications,1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar