Berapa
yah kira-kira Hb Tuhan Yesus ketika Dia mengatakan,”Sudah selesai”?.1
Pertanyaan ini mungkin kedengarannya konyol, namun sebagai praktisi medis, saya
justru memikirkan sisi lain dari peristiwa yang sangat keji sekaligus
memilukan, yaitu penyaliban Tuhan Yesus.
Baru-baru
ini teman gereja saya terpeleset dan kepalanya terantuk kaca akuarium,
akibatnya dia memerlukan pekerjaan 4 jam seorang ahli bedah untuk menghentikan
perdarahannya dan membutuhkan tranfusi berkantong-kantong darah untuk
meningkatkan Hb-nya yang turun hingga 8 g/dL. Begitu juga seorang pasien anak belum
lama ini mengalami perdarahan saluran cerna yang masif, Hb nya turun dari 13
g/dL ke 6 g/dL dan anak berada dalam kondisi syok hipovolemik dengan tekanan
darah 60 mmHg /tidak terukur.
Saya
membayangkan perjalanan panjang penderitaan Yesus, ketika hari masih gelap
Yesus ditangkap dan diadili oleh Mahkamah Agama, muka diludahi dan ditinju dan
dipukuli orang banyak. Ketika hari mulai terang Yesus diserahkan kepada Pilatus
untuk diadili, yang berujung pada keputusan menyalibkanNya. Sebelum disalib, Yesus
disesah dengan pencambukan
yang brutal dimana prajurit Romawi menggunakan cambuk yang terdiri dari
beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau
logam dan ini bisa membuat punggung orang menjadi bubur, pembuluh darah vena
dan bahkan arteri bisa terobek, bahkan organ visceral pun bisa terekspos.2,3,4
Batasan cambukan tidak boleh lebih dari 40 kali dalam aturan Taurat5 juga
kemungkinan tidak dipatuhi prajurit Romawi yang terkenal sadis. Tidak cukup itu,
mahkota duri ditancapkan di kepala Yesus, dilanjutkan dengan perjalanan memikul
salib yang membuatnya wajah dan tubuhnya menghantam jalan berbatuan. Akhirnya
paku besar ditancapkan di tangan dan kakinya, membuatNya tergantung tinggi di
bukit Golgota, menuntaskan proses penyaliban diriNya. Bayangkan berapa banyak
darah yang mengalir keluar dari tubuhNya. Tidak heran jika penyaliban itu
berlangsung sekitar pukul 9 -12 siang6, dan pada sekitar pukul 3 sore7
Tuhan Yesus menghembuskan nafas terakhir.
Apa yang dituliskan Rasul Petrus dalam I
Pet. 1:18-19 “Sebab
kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu
warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan
perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda
dan tak bercacat,” seakan memberikan makna baru buat saya.
Sejak
dari awal Kitab Kejadian, ‘darah’ sudah memiliki makna penting di hadapan
Tuhan.8 Demikian juga pada Paskah pertama bangsa Israel di tanah
Mesir, darah hewan persembahan dioleskan di palang pintu masing-masing rumah
bangsa Israel sebagai tanda bahwa mereka adalah umat Allah sehingga malaikat
tidak membinasakan anak sulung di rumah tersebut pada malam Paskah ketika Tuhan
membinasakan anak sulung bangsa Mesir.9
Darah
mewarnai seluruh Kitab Imamat dalam setiap prosesi yang dilakukan oleh para
imam untuk mengadakan perdamaian antara manusia dengan Allah. Ketika melarang
umatNya memakan darah, Allah menperingatkan, “Karena nyawa makhluk ada di dalam
darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk
mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan
perantaraan nyawa.”10
Menarik
bukan? Frase ‘nyawa makhluk ada di dalam darahnya” benar-benar menantang saya
untuk mencernanya sebagai seorang dokter. Dalam dunia medis yang kita tekuni,
tidak bisa dipungkiri bahwa darah adalah bagian yang paling esensial dalam
kehidupan manusia. Organ vital seperti otak misalnya, dengan sekitar 100 milyar
neuron serta triliunan sinapsnya yang berfungsi begitu kompleks dalam mengatur
seluruh tubuh, sangatlah bergantung pada sirkulasi darah. Bila dalam waktu
beberapa menit atau lebih otak tidak mendapatkan suplai darah, maka akan
terjadi kerusakan yang permanen, bahkan
kematian bila kondisi ini berlanjut lebih lama lagi. Jantung juga memiliki
peran yang tidak kalah pentingnya karena memiliki fungsi memompa darah ke
seluruh tubuh, sangatlah bergantung pada darah untuk menunaikan tugasnya.
Terhentinya suplai ke pembuluh utama jantung dalam beberapa menit saja sudah
dapat mengakibatkan serangan jantung yang dapat mengakibatkan kematian. Ini
baru bicara tentang peran darah dalam mensuplai oksigen dan nutrisi ke seluruh organ
tubuh, belum lagi peranan dalam imunitas, regulasi suhu, asam basa, dan
peran-peran penting lainnya. Tidaklah berlebihan bila ini semua bicara bahwa darah
adalah nyawa dari makhluk.
Ketika
Yesus mulai disesah dengan cambuk yang merobek dagingnya, ketika mahkota duri
dipasangkan di kepalaNya, ketika paku menembus tangan dan kakinya, darahNya
mengalir tiada henti. Bahkan berjam-jam tergantung di kayu salib, darahNya
terus menetes dan terkuras habis tanpa penambahan cairan sama sekali. Saya
membayangkan ketika kompensasi kardiovaskulerNya tidak lagi mampu mengatasi
perdarahan berat yang terjadi maka kegagalan sirkulasi pasti terjadi pada
giliran berikutnya, syok hipovolemik.
Sangatlah
sulit membayangkan bahwa dalam penderitaan yang tak terkira, Yesus yang
memiliki seluruh kuasa Ilahi dalam genggamanNya, memilih untuk taat. Dia
memilih untuk berdoa,”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa
yang mereka perbuat"11 ketika ejekan, olok-olokan serta hujatan
diarahkan kepadaNya. Dia memilih untuk tidak melakukan intervensi Ilahi atas
kondisi tubuhNya, melainkan mengijinkan tetes demi tetes darah meninggalkan
tubuhNya, dan mengijinkan proses alami itu terjadi, yaitu kematian, dengan
berucap, ”Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku."12 Saya
membayangkan dalam kemanusiaanNya, Yesus pasti bergumul luar biasa di kayu
salib, bahkan ketika sirkulasi darah ke otakNya sudah sangat terbatas, dan
kesadaran mulai menurun, Dia tetap memilih untuk mati menanggung dosa umat
manusia, Dia memilih menyelesaikan misiNya.13 Ini mengingatkan akan
ucapan Tuhan Yesus bahwa Dia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang14.
Perlahan
saya mulai melihat keterkaitan antara ‘darah adalah nyawa’ dengan ‘darah korban
perdamaian’ yang mengadakan perdamaian dengan perantaraan nyawa10
dan dengan apa yang dikatakan Rasul Petrus bahwa umat Kristen ditebus dengan
‘darah Kristus’15, karena sesungguhnya lewat kucuran darahNya,
nyawaNya-lah yang diserahkan ganti kita, dan karena bilur-bilurNya, kita telah dipulihkan
dari penyakit dosa yang membinasakan.16
Namun
yang terpenting adalah saya tahu bahwa Yesus memilih membiarkan darahNya
mengalir lewat bilur-bilurNya, bukan karena Dia tidak sanggup melawan. Sebagai
konsekuensinya, nyawaNya harus Dia serahkan, bukan karena direbut dariNya. Semua
dilakukanNya karena Dia mengasihi anda dan saya, bahkan ketika kita masih
berdosa dan belum mengenalNya. Betapa kita harus bersyukur dan menyerahkan
seluruh hidup kita melayaniNya, seperti bait terakhir dari lirik lagu When I Survey the Wondrous Cross: “Were the whole realm of nature mine, that were a
present far too small; Love so amazing, so divine, demands my soul, my life, my
all.” Selamat Paskah!
Referensi:
1. Yohanes 19:30
5. Ulangan 25:3
6. Markus 15: 25, Yohanes 19:14-16
7. Markus 15:34
8. Kejadian 4:10
9. Keluaran 12
10. Imamat 17:11
11. Lukas 23:34
12. Lukas 23:46
13. Yohanes 19:30
14. Mat 20:28
15. I Petrus 1:18-19
16. I Petrus 2:24
Ditulis oleh : dr Lineus Hewis, SpA
Dalam Majalah Samaritan Edisi 1 tahun 2016
Dalam Majalah Samaritan Edisi 1 tahun 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar