Senin, 01 April 2019

Profesiku, Panggilanku (Yesaya 6:1-13; 1 Korintus 7:17-24)

Mungkin di antara kita ada yang dibesarkan dengan konsep adanya piramida atau kelas-kelas dalam dunia pekerjaan. Ada pekerjaan yang lebih mulia bahkan paling mulia di antara jenis-jenis pekerjaan yang ada. Sebaliknya ada yang hina bahkan paling hina. Yang sering kita letakkan di urutan tertinggi adalah pendeta, penginjil, hamba Tuhan penuh waktu. Di urutan berikutnya mungkin itu guru SD (bukan dosen). Ketiga, keempat, dan seterusnya. Benarkah ada piramida dan kelas-kelas dalam dunia pekerjaan? Apakah sesungguhnya pekerjaan itu menurut Alkitab?


Melihat pada Yesaya

Di dalam suatu penglihatan nabi Yesaya mendengar suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus dan siapakah yang mau pergi untuk Aku (Kami)?
Maka sahutku: "Ini aku, utuslah Aku!" (Yes 6:8).

Konteks ayat ini adalah ketika tahun matinya raja Uzia. Uzia adalah raja yang baik dan melakukan apa yang benar di mata Allah. Akan tetapi ketika posisinya mulai kuat ia menjadi sombong. Allah menghukumnya dengan penyakit kusta sehingga ia harus turun takhta ketika masih hidup. Uzia digantikan oleh Yotam, anaknya. Ketika itu Yotam berusia 25 tahun. Yotam memerintah selama 16 tahun jauh lebih singkat dibanding masa pemerintahan Uzia.

Kemudian Ahas menggantikan Yotam. Ia hidup tidak sesuai dengan kehendak Allah tetapi menurut kelakukan raja-raja Israel. Ia membuat patung-patung untuk Baal, bahkan membakar anaknya sendiri sebagai korban dalam api sesuai perbuatan keji bangsa-bangsa Kanaan. Kemungkinan besar penglihatan Yesaya ini pada zaman Ahas atau paling tidak masa peralihan dari zaman Yotam - yang hidup dalam kebenaran Tuhan - ke zaman Ahas yang membelakangi Tuhan dan kebenaran-Nya dengan sengaja. Di dalam pengliuhatan yang Yesaya terima ditampakkan gambaran kekudusan Allah. Kekudusan itu sangat dahsyat dan menggetarkan: "Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru: Kudus, kudus, kuduslah TUHAN."

Di sisi lain dari gambaran kekudusan Allah kesadaran Yesaya akan dirinya yang najis. "Celakalah aku sebab aku ini najis bibir!" Ya pengenalan akan Allah secara benar akan mengakibatkan pengenalan diri yang benar dan radikal: "Aku orang berdosa." Bahkan lebih jauh, juga mengakibatkan pengenalan lingkungan: "Aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir." Pengenalan diri dan lingkungan secara benar membawa Yesaya pada satu kesimpulan: "Aku tidak layak menghampiri-Mu bahkan memandang Engkau saja aku seharusnya telah mati (Yes 6:5)."

Tetapi respon TUHAN sungguh sangat berbeda dengan kekuatiran Yesaya. Pertobatan Yesaya menjadi momentum penyuciannya. Setelah itu Allah menyatakan panggilan-Nya kepada Yesaya. Dalam perikop ini dengan jelas Allah memberitahukan misi-Nya yang akan dikerjakan oleh Yesaya. Sepintas kita mendapati aneh sekali misi tersebut. Sebuah misi yang merupakan penghukuman atas Israel. "Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup." (Yes 6:10). Penghayatan akan visi, misi dan relevansi panggilan Allah atas diri Yesaya dengan kondisi riil lingkungannya membangkitkan kesadaran penuh yang tidak lain adalah hancurnya hati hamba Allah: "Sampai berapa lama, ya TUHAN?" (Yes 6:11).

Seruan Yesaya itu adalah sebuah ratapan. Bukan meratapi nasibnya yang seakan-akan disuruh melakukan hal yang "gagal" tetapi meratapi bangsanya yang akan menerima hukuman Allah yang sangat dahsyat. Tidak ada hukuman yang lebih besar dari Allah dibandingkan dikeraskannya hati seseorang atau sebuah bangsa. Bencana alam, kecelakaan, sakit bukanlah hukuman yang paling berat karena semua itu adalah hal yang nyata. Biasanya dengan cepat itu bisa menyadarkan kita lalu berbalik kepada Allah.


"Hidup kita di mata Allah tidak ditentukan oleh hari tetapi arti"



Mempelajari "Panggilan"
Dalam perikop ini kita mempelajari hal yang penting berkaitan dengan syarat "panggilan". Syarat yang dituntut Tuhan dari manusia sebelum Ia menyatakan panggilan-Nya adalah adanya pengenalan akan Allah yang secara serentak membuat kita mengenal diri sendiri dan lingkungan kita. Dan kedua, penyucian dosa di dalam kehidupan kita.

Bagi orang Kristen panggilan dapat dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama panggilan umum (general calling) yaitu menjadi murid Kristus untuk menghidupi sebuah kehidupan baru dan menikmati semua berkat yang telah Allah berikan di dalam Yesus Kristus. Dengan kata lain panggilan umum bagi setiap orang Kristen adalah panggilan menyerupai Kristus.

Yang kedua adalah panggilan khusus. Untuk membahas ini lebih lanjut mari kita membaca 1 Kor 7:17-24. Kata "keadaan" di ayat 17,20,24 secara harfiah dapat kita terjemahkan "panggilan". Dengan kata lain kita dapat menerjemahkannya demikian: "hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup/tinggal dalam panggilannya seperti pada waktu ia dipanggil Allah." Frase "dipanggil Allah" menunjuk pada titik waktu di mana seseorang bertobat. Yang menjadi fokus kita adalah "panggilan".

Panggilan disini menunjuk pada keadaan kita pada waktu pertobatan kita. Dalam bagian ini Paulus memberi 3 contoh: menyangkut status menikah atau tidak menikah, keadaan budaya kita: Yahudi atau non Yahudi (sunat dan tidak bersunat), keadaan sosial kita: budak atau orang merdeka. Mengapa Paulus menasehatkan mereka seperti itu? Ini tidak terlepas dari latar belakang jemaat Korintus. Orang-orang petobat baru menemukan hidup dalam Kristus adalah hidup yang memberi damai sejahtera dan berbeda secara radikal dari keadaan sebelumnya. Oleh karena itu mereka merasa segala hal yang berkaitan dengan kehidupan lama harus dihapuskan atau ditanggalkan.

Memang segala sesuatu yang berkaitan dengan manusia lama harus ditanggalkan ketika hidup di dalam hidup yang baru. Tetapi segala sesuatu di sini adalah hal-hal yang merupakan dosa atau kebiasaan yang buruk. Karena itu menghambat pertumbuhan iman kita. Tetapi bukan segala sesuatu dalam arti harafiah.

Jika kita dipanggil Tuhan dan masuk dalam kehidupan baru ketika kita seorang mahasiswa kedokteran maka tinggallah di dalam panggilan sebagai mahasiswa kedokteran. Jangan kemudian segera berpaling menjadi mahasiswa teologi. Atau seorang dokter tinggallah di dalam profesi dokter dan tidak (selalu) berubah menjadi seorang penginjil atau pendeta.

Tetapi mengapa banyak orang gampang berpikir untuk segera meninggalkan pekerjaan yang mereka sedang geluti saat ini ketika mereka mendapat "panggilan" dari Tuhan? Bisa jadi karena konsep yang salah tentang pekerjaan atau bentuk dari panggilan itu. Ada yang berpikir bahwa panggilan tertinggi adalah menjadi hamba Tuhan penuh waktu. "Oleh karena itu jika saya telah mengalami kasih karunia Tuhan dan Kristus telah mati untuk saya maka bagaimana saya membalas cinta kasih Tuhan itu?" Mempersembahkan diri menjadi hamba Tuhan dalam arti menjadi penginjil atau pendeta?

Mempersembahkan diri menjadi hamba Tuhan adalah sangat baik dan memang seharusnya orang yang ditebus Yesus Kristus menjadi hamba-Nya. Itu otomatis secara de jure! Tetapi apakah menjadi hamba Tuhan seumur hidup bentuknya selalu menjadi penginjil, pendeta? Saya berkata dan lebih lagi Alkitab berkata: Tidak!

Dalam bahasa Inggris kata yang dipakai untuk pekerjaan adalah vocation (akar katanya bersal dari bahasa latin) yang berarti sama dengan calling (panggilan). Memang Paulus menasehati jemaat Korintus untuk tinggal dalam panggilan semula. Tetapi walaupun demikian kita tetap dapat terbuka pada kemungkinan bahwa Allah memanggil kita untuk berbeda ketika bertibat atau ketika kita sedang menjalani kehidupan baru kita di dalam Kristus. Yang Paulus tolak adalah tindakan yang tidak dipertimbangkan secara matang atau sembrono, di mana perubahan yang dilakukan hanya untuk perubahan tanpa alasan atau tujuan yang jelas. Atau melakukan sesuatu yang tidak berharga bagi Allah.

________________________________________________________________________________________
"Di tengah-tengah dunia medis yang tidak sedikit orang menjadikan uang dan popularitas menjadi orientasi, mari tampil sebagai insan medis yang berorientasi kepada Allah dan ketaatan mutlak kepada Firman-Nya."
_________________________________________________________________________________________

Pandangan Alkitab tentang panggilan khusus atau pekerjaan adalah kesetaraan. Semua pekerjaan adalah mulia di mata Allah. Karena jikalau ada panggilan khusus yang kurang mulia maka bisa jadi Allah yang memanggil tidak sempurna. Apa mungkin? Tetapi jangan-jangan ada yang bertanya bagaimana dengan pekerjaan sebagai pencuri, peminta-minta, pemeras, dsb. Tanggapan saya, apakah itu pekerjaan dan sebuah panggilan khusus? Tidak! Itu semua dan segala jenisnya pastilah bukan panggilan khusus. Itulah sebabnya Paulus menasehatkan jemaat di Tesalonika agar mereka bekerja dengan tangannya supaya dapat mencukupi kebutuhan sendiri bahkan membantu orang lain (2 Tesalonika 3:10-12).

Mengutip John Stott dalam bukunya Contemporary Christian ada prinsip penting yang harus kita ingat dalam memandang panggilan khusus atau pekerjaan, "Seluruh kehidupan kita adalah milik Allah dan salah satu bagiannya adalah panggilan khusus dari Allah atau pekerjaan, entah itu sebelum pertobatan kita atau diluar aktivitas keagamaan. Kita jangan membayangkan bahwa Allah pertama kali tertarik dalam segala kebiasaan keagamaan kita. Allah mengasihi kita bahkan Kristus telah mati bagi kita sebelum ketika kita masih berdosa." Berangkat dari kebenaran ini maka marilah kita menghidupi hidup yang diinspirasikan semangat dari Kolose 3:23: "Apapun yang kamu perbuat perbuatlah itu untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.


Menggumuli Secara Khusus
Apakah saat ini kita sudah mengetahui apa panggilan khusus Allah bagi diri kita? Jika belum mari ambil waktu untuk menggumuli secara khusus. Hidup kita sangat singkat dan hanya satu kali. Jangan sia-siakan itu. Hidup kita di mata Allah tidak ditentukan oleh hari tetapi arti. Tidak ditentukan oleh berapa banyak harta yang kita kumpulkan tetapi berapa banyak hidup yang terpecah bagi orang lain. Tidak ditentukan berapa banyak prestasi dan kesuksesan yang kita capai tetapi oleh kata Allah: "Baik sekali perbuatanmu hai hambaku yang baik dan setia." Di dalam jangka waktu hidup kita yang sangat singkat ini mari berlomba melakukan kehendak Allah, baik dalam panggilan umum kita: menyerupai Kristus maupun dalam panggilan khusus kita.

Sebagai insan medis (dan calon), sejauh mana Anda mengenali dan menghayati hal yang sedang Anda tekuni saat ini? Apakah yang mendorong Anda menekuninya? Mengejar status sosial, amanat orang tua, kekayaan, atau apa? Di manakah Tuhan dan bagaimana posisi-Nya ketika Anda sedang menjalaninya? Bagaimana dengan orang-orang yang Anda tolong, siapakah mereka bagi Anda? Beban yang membosankan atau mengganggu hidup Anda atau "sumber uang", atau....

Mari ambil waktu untuk merenungkan kembali apa yang Anda tekuni hingga saat ini. Firman Tuhan menjadi cermin untuk mengoreksi dan meneguhkan kita. Tuhan bertanya, "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Dunia medis adalah ladang dimana Allah memanggil anak-anak-Nya berkarya disana. Jika orang Israel di zaman nabi Yesaya dalam kondisi yang makmur dan "sejahtera" sehingga sangat sulit melihat Allah, hal yang sebaliknya di dunia medis. Anda berhadapan dengan orang-orang yang terkondisikan untuk menyadari keterbatasan diri mereka. Mungkin mereka sedang putus asa, frustasi, tertekan dengan keadaan fisik dan emosi mereka. Mereka butuh bantuan, perlu dilayani, butuh penghiburan, perlu dirawat. Dan yang lebih mendasar mereka butuh Tuhan di dalam hidup mereka. Adakah kesadaran ini menguasai Anda? Jika ya, jawablah panggilan kudus Allah: "Ini aku, utuslah aku!"

Konkritkan jawaban Anda melalui profesionalitas yang handal dan teruji. Profesional dalam pengetahuan, keterampilan, dedikasi, motivasi dan kejujuran. Di tengah-tengah dunia medis yang tidak sedikit orang menjadikan uang dan popularitas menjadi orientasi, mari tampil sebagai insan medis yang berorientasi kepada Allah dan ketaatan mutlak kepada Firman-Nya. Yang mewujud nyata di dalam profesionalisme insan medis Kristen.

Tidak ada konsep piramida dalam pandangan Alkitabiag tentang pekerjaan. Mengenali kehendak khusus Allah di dalam hidup kita dan menaati-Nya adalah rahasia menjalani hidup yang bermakna dan limpah (bukan materi dan popularitas). Karena kita tahu kita sedang berjalan di dalam ketaatan. Itu jalan yang benar. Tidak ada rasa minder tetapi bangga. Tidak ada rasa kuatir tetapi damai sejahtera. Tidak ada rasa bersalah tetapi sukacita. Bukan aku tetapi Allah tujuanku. Tuhan, profesiku adalah wujud ketaatanku kepada panggilan-Mu secara khusus bagiku. Inilah ibadahku.



__________________________________________________
Oleh: Fery Alexander Pasang
Dalam Majalah Samaritan Edisi 2 Tahun 2002

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag