Kamis, 02 Mei 2019

Bagaimana Kita Memandang


Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu.Jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu.Mat. 6:22,23



Mata dapat kita katakan sebagai organ tubuh kedua paling penting setelah organ tubuh penentu mati hidup seseorang seperti jantung. Mata kita dicipta Tuhan dengan sistem yang sangat rumit; suatu organ yang sangat sensitif. Letaknya di lokasi paling strategis dan dilindungi tulang yang kuat dan kelopak penutup berkemampuan reflek yang tinggi, serta suplai cairan yang terus menerus untuk membersihkan lensa dan debu. Tanpa mata, seseorang tak dapat menikmati hidup maksimal. Betapa sulitnya kita membayangkan penderitaan orang buta. Betapa kita patut bersyukur bila mata kita normal.

Jika Matamu Baik
Istilah mata, selain mengacu kepada organ tubuh, juga memiliki pengertian figuratif. Dalam bahasa Indonesia kita mengenal idiom seperti mata-mata, cuci mata, mata jalang, mata kaki, mata hati, main mata, mata duitan, mata gelap dan lainnya. Arti mata disini jelas bukan organ tubuh, melainkan suatu figuratif yang memiliki arti yang lain. Begitu pula dengan ungkapan Tuhan Yesus di atas; mata dan tubuh merupakan figuratif yang memiliki arti tertentu. Lalu apa arti mata dalam ucapannya ini?

Ucapan ini dicatat dua kali dalam Injil. Pertama pada injil Matius (6:22, 23). Oleh Matius ucapan ini diletakkan dalam kontes pembicaraan dengan Allah dan mamon. Bagaimana cara kita memandang materi dan Allah akan menentukan siapakah yang akan kita utamakan dalam hidup ini, Allah atau materi (mamon)? Pengertian mata di sini kurang lebih ialah cara kita memandang sesuatu. Mata yang baik berarti memandang atau memahami sesuatu dengan benar.

Dalam praktek kehidupan sehari-hari ada orang yang memandang harta sebagai gantungan hidup yang utama sehingga hidupnya dipenuhi dengan kekuatiran (25 dan seterusnya). Catatan kedua pada Injil Lukas (11:34). Oleh Lukas ungkapan ini diletakan dalam konteks peristiwa penolakan Yesus. Mereka memandang Yesus dengan penuh curiga atau prasangka negatif. Mata dalam konteks ini kurang lebih ialah cara bagaimana kita memandang seseorang. Dari kedua catatan injil ini arti figuratif dari mata dapat berarti cara kita memandang, menilai, atau memahami sesuatu, baik materi atau keadaan yang dialami maupun yang dilihatnya, bisa juga berarti pandangan hidup yang dimiliki seseorang.

Orang yang matanya baik akan melihat alam semsta secara berbeda dan meresponi secara benar. 'Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan bintang yang Kautempatkan: apakah manusia sehingga Engkau mengindahkannya? (Maz. 8:4,5). 'Pandanglah buruh-burung di langit, yang tidak menabur, dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?' (Mat. 6:26) 'Perhatikanlah burung bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?' (Mat. 6:28-30). Figuratif mata juga digunakan oleh rasul Paulus, yang artinya tidak jauh dari mata yang baik versi Yesus: 'Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti...' (Ef. 1:18).

Dalam menjalankan misinya di dunia ini, saat Ia teaching, preaching dan healing, Tuhan Yesus sungguh menjalaninya dengan mata yang baik. 'Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Surga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.' (Mat. 9:35-36). Penglihatan itu dilanjutkan dengan tindakan konkrit memanggil, memperlengkapi dan mengutus para murid-Nya. (Mat. 10:1-15).

Bagaimana dengan mata para dokter masa kini ketika melihat pasien? Langsung tergerakkah hatinya oleh belas kasihan? Atau langsung tergerak untuk 'menggarap'? Ada dokter yang menjalani tugasnya dengan mata yang baik, yang lebih memprioritaskan kesembuhan pasien daripada upah atau keuntungan material. Ia akan menuliskan resep yang berpihak pada pasien. Dan ia tidak ragu untuk bermurah hati pada pasien yang tidak mampu. Tetapi ada juga, yang ironisnya mungkin lebih banyak lagi, dokter yang menjalani tugasnya dengan mata yang materialis, yang lebih mengedepankan upah dan keuntungan material daripada kesembuhan pasien. Ia menuliskan resep yang akan menguntungkan dirinya dan pihak paprik obat. Dan ia tidak ragu-ragu untuk tidak peduli pada pasien yang tidak bisa membayarnya. Dan kalau perlu 'memelihara' penyakit pasiennya demi melunasi cicilan BMWnya. Dengan cara melihat pasien seperti itu, tidak heran bila begitu menjamur munculnya rumah sakit mewah yang tidak ragu untuk pasang tarif; dan rumah sakit pun menjadi ajang bisnis menggiurkan. 

Semoga tidak demikian dengan para dokter kekasih Kristus. Mari kita berdoa agar lebih banyak lagi dokter yang matanya baik, yang menjalani tugasnya seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia, yang lebih mengutamakan kesembuhan pasien dari hak-haknya. Mari kita makin giat membina para dokter agar mereka memiliki mata yang baik.


__________________________________________________________
Oleh: Daltur Rendakasiang
Dalam Majalah Samaritan No. 3 Tahun 2002

Tidak ada komentar:

Copyright 2007, Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas

Jl. Pintu Air Raya 7, Komplek Mitra Pintu Air Blok C-5, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3522923, 3442463-4 Fax (021) 3522170
Twitter/IG : @MedisPerkantas
Download Majalah Samaritan Versi Digital : https://issuu.com/samaritanmag